Agama Jangan Dicampurkan dengan Politik ; Benarkah Pernyataan Itu? - Buya Yahya Menjawab
Bolehkah Islam Berpolitik - Ustadz Adi Hidayat
Agama dan Politik Tidak dapat Dipisahkan ? Al Islam Was Siyasah | Dr. H. Nanang Gojali, M.Ag
Islam, Politik dan Pemimpin
Yang Terbaik
Sumber: Link dibawah ini dengan
beberapa tambahan
Islam, Politik dan Pemimpin Yang Terbaik | Mahkamah
Syar'iyah Meureudu (ms-meureudu.go.id)
Konsep Politik
Politik berasal dari bahasa Belanda
politiek dan bahasa Inggris politics, yang masing-masing bersumber dari bahasa
Yunani (politika – yang berhubungan dengan negara) dengan akar katanya polites
(warga negara) dan polis (negara kota). Secara etimologi kata “politik” masih
berhubungan dengan policy (kebijakan). Sehingga Politik adalah proses
pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud
proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara[1]. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara
berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu
politik.
Di dalam bahasa Arab, Politik dikenal
dengan istilah siyasah. Oleh sebab itu, di dalam buku-buku para ulama' salafush shalih
dikenal istilah siyasah syar’iyyah, misalnya. Dalam Al Muhith, siyasah berakar kata sâsa –
yasûsu. Dalam kalimat Sasa addawaba yasusuha siyasatan berarti Qama ‘alaiha wa
radlaha wa adabbaha (mengurusinya, melatihnya, dan mendidiknya). Bila dikatakan
sasa al amra artinya dabbarahu (mengurusi/mengatur perkara). Jadi, asalnya
makna siyasah (politik) tersebut diterapkan pada pengurusan dan pelatihan
gembalaan. Lalu, kata tersebut digunakan dalam pengaturan urusan-urusan
manusia; dan pelaku pengurusan urusan-urusan manusiatersebut dinamai politikus(siyasiyun).
Dalam realitas bahasa Arab dikatakan bahwa ulil amri mengurusi (yasûsu)
rakyatnya, mengaturnya, dan menjaganya. Dengan demikian, politik merupakan
pemeliharaan (ri’ayah), perbaikan (ishlah), pelurusan (taqwim), pemberian arah
petunjuk (irsyad), dan pendidikan (ta`dib). Lebih detailnya definisi tentang
siyasah, silakan lihat link berikut ini ;
·
السياسة الشرعية تعريف وتأصيل
(saaid.org)
·
الموسوعة السياسية
(political-encyclopedia.org)
·
فقه السياسة الشرعية .. تطور المصطلح
ودلالة المفهوم - مجلة رواء
(rawaamagazine.com)
·
مدلول السياسة الشرعية / 2 | موقع المسلم (almoslim.net)
·
مفهوم السياسة الشرعية | على بصيرة
(alabasirah.com)
·
مدخل
إلى السياسة الشرعية | المجلس الإسلامي السوري
(sy-sic.com)
·
مفهوم السياسة الشرعية - سطور (sotor.com)
·
السياسة الشرعية - جامعة المدينة العالمية - مکتبة مدرسة
الفقاهة (efatwa.ir)
·
مقاصد السياسة الشرعية
(albayan.co.uk)
·
مفهوم السياسة الشرعية - منار الإسلام (islamanar.com)
·
ما معنى السياسة الشرعية - موضوع (mawdoo3.com)
·
سياسة شرعية: مفهومات، مصطلحات - ملتقى
الخطباء (khutabaa.com)
·
السياسة الشرعية (١):"
تعريف السياسة لغة واصطلاحا". للشيخ فايز الصلاح. - YouTube
Rasulullah SAW sendiri menggunakan
kata siyasah (politik) dalam sabdanya : “Adalah Bani Israil, mereka diurusi
urusannya oleh para nabi (tasusuhumul anbiya). Ketika seorang nabi wafat, nabi
yang lain datang menggantinya. Tidak ada nabi setelahku, namun akan ada banyak
para khalifah” [ HR. Bukhari[2] dan Muslim[3]]. Teranglah bahwa politik
atau siyasah itu makna awalnya adalah mengurusi urusan masyarakat. Berkecimpung dalam politik berarti memperhatikan kondisi
kaum muslimin dengan cara menghilangkan kezhaliman penguasa pada kaum muslimin
dan melenyapkan kejahatan musuh kafir dari mereka. Untuk itu perlu mengetahui
apa yang dilakukan penguasa dalam rangka mengurusi urusan kaum muslimin,
mengingkari keburukannya, menasihati pemimpin yang mendurhakai rakyatnya, serta
memeranginya pada saat terjadi kekufuran yang nyata (kufran bawahan)[4] seperti ditegaskan dalam banyak hadits terkenal. Ini
adalah perintah Allah SWT melalui Rasulullah SAW. Berkaitan dengan persoalan
ini Nabi MuhammadSAW bersabda : “Siapa saja yang bangun pagi dengan gapaiannya
bukan Allah maka ia bukanlah (hamba) Allah, dan siapa saja yang bangun pagi
namum tidak memperhatikan urusan kaum muslimin maka ia bukan dari golongan
mereka”[5] (HR. Al Hakim).
Politik Adalah Fitrah
Masyarakat kita masih banyak yang
berpendapat bahwa politik itu kotor dan harus dijauhi. Sehingga anggapan seperti itu membuat masyarakat kita
sangat apatis, apriori (benci), dan alergi dengan politik dan segala sesuatu
yang berhubungan dengannya. Hal itu mungkin terjadi karena hasil pantauan
masyarakat dilapangan dan lewat media terhadap politik selama ini selalu
menunjukkan gejala yang buruk. Orang-orang yang terlibat di dalamnya dapat
bergeser orientasi politiknya menjadi politik imperialis, berkhianat, koruptor
dan semena-mena. Apalagi, setelah panggung politik dunia dirasuki politik
Machiavelli yang menghalalkan segala cara, semakin menjadi-jadilah kebencian
masyarakat terhadap politik.
Lantas pertanyaannya, apakah politik itu selalu buruk? Itulah yang harus dimengerti oleh masyarakat secara
benar, Karena Persepsi yang keliru terhadap politik tentu akan melahirkan
sikap-sikap yang keliru pula. Padahal, politik itu keharusan yang tak bisa
dihindari. Karena secara praktis, politik merupakan aktivitas yang mulia dan bermanfaat karena
berhubungan dengan peng-organisasian urusan masyarakat/publik dalam bentuk yang
sebaik-baiknya.
Tak ada orang yang bisa menghindari
politik karena setiap orang pasti hidup di suatu negara, sedangkan negara
adalah organisasi politik tertinggi. politik merupakan bagian dari kehidupan
manusia dan tidak ada seorang pun yang bisa lepas dari politik. Begitu kita
lahir, kita sudah bergabung dengan organisasi tertinggi yakni negara. Tidak ada
seorangpun yang hidup tanpa terikat oleh politik. Orang yang ingin mempengaruhi
kebijakan negara haruslah merebut kekuasaan politik. Orang yang menyatakan
tidak mau terlibat dalam politik dan membiarkan kekuasaan politik diambil
orang, maka dia terikat pada kebijakan-kebijakan pemenang kontes politik,
betapa pun tak sukanya dia pada kebijakan itu. Karena itu, dapat dikatakan
bahwa politik itu adalah fitrah atau sesuatu yang tak bisa dihindari.
Pandangan Islam Mengenai Politik
Islam adalah agama universal, meliputi semua unsur kehidupan termasuk politik, Negara dan tanah air adalah bagian dari islam. tidak ada yang namanya pemisahan antara agama dan politik. karena politik bagian dari risalah Islam yang sempurna [Dr. Yusuf Al-Qardhawi, Tarbiyah Politik Hasan Al-banna : Referensi Gerakan Dakwah di Kancah politik, Jakarta : Arah Press, 2007.]. Seperti ungkapan bahwa tidak ada kebaikan pada agama yang tidak ada politiknya dan tidak ada kebaikan dalam politik yang tidak ada agamanya.
Di dalam Islam pun, politik mendapat
kedudukan dan tempat yang hukumnya bisa menjadi wajib. Para ulama kita
terdahulu telah memaparkan nilai dan keutamaan politik. Hujjatul Islam Imam
Al-Ghazali mengatakan bahwa Dunia merupakan ladang akhirat. Agama tidak akan
menjadi sempurna kecuali dengan dunia. memperjuangkan nilai kebaikan agama itu
takkan efektif kalau tak punya kekuasaan politik. Memperjuangkan agama adalah
saudara kembar dari memperjuangkan kekuasaan politik (al-din wa al-sulthan taw-amaani)[6].
lengkapnya Imam Al- Ghazali
mengatakan: “Memperjuangkan kebaikan ajaran agama dan mempunyai kekuasaan
politik (penguasa) adalah saudara kembar. Agama adalah dasar perjuangan, sedang
penguasa kekuasaan politik adalah pengawal perjuangan. Perjuangan yang tak
didasari (prinsip) agama akan runtuh, dan perjuangan agama yang tak dikawal
akan sia-sia”[ Dr. Yusuf Al-Qaradhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer jilid II,
Jakarta : Gema Insani Press, 2002. hlm 913]. Dari pandangan Al-Ghazali itu bisa
disimpulkan bahwa berpolitik itu wajib karena berpolitik merupakan prasyarat
dari beragama dengan baik dan nyaman. Begitulah islam memandang pollitik
Karena dalam praktiknya politik itu
banyak diwarnai oleh perilaku jahat, kotor, bohong, dan korup, timbullah kesan
umum bahwa politik (pada situasi tertentu) adalah kotor dan harus dihindari.
Mujaddid Islam, Muhammad Abduh, pun pernah marah kepada politik dan politisi
karena berdasarkan pengalaman dan pengamatannya waktu itu beliau melihat di
dalam politik itu banyak yang melanggar akhlak, banyak korupsi, kebohongan, dan
kecurangan-kecurangan.
Muhammad Abduh pernah mengungkapkan
doa taawwudz dalam kegiatan politik ,”Aku berlindung kepada Allah dari masalah
politik, dari orang yang menekuni politik dan terlibat urusan politik serta
dari orang yang mengatur politik dan dari orang yang diatur politik”[7]. Tetapi dengan mengacu pada filosofi Imam Al-Ghazali
menjadi jelas bahwa berpolitik itu bagian dari kewajiban syari’at karena
tugas-tugas syari’at hanya bisa direalisasikan di dalam dan melalui kekuasaan
politik atau penguasa (organisasi negara).
Dalam kaitan inilah ada kaidah ushul
fiqh yang menyebutkan “Ma la yatimmul wajib illa bihi fahuwa wajib”[8] (Jika ada satu kewajiban yang tidak bisa dilaksanakan
kalau tidak ada sesuatu yang lain, maka sesuatu yang lain wajib juga diadakan/
dipenuhi). Dengan kata lain, “jika kewajiban mensyiarkan nilai kebaikan Islam
tak bisa efektif kalau tidak berpolitik, maka berpolitik itu menjadi wajib pula
hukumnya.” Inilah yang menjadi dasar, mengapa sejak awal turunnya Islam,
muslimin itu sudah berpolitik, ikut dalam kegiatan bernegara, bahkan mendirikan
Negara, dan Rasulullah, SAW, Khulafaur Rasyidin serta para pemimpin islam
terdahulu telah membuktikanya.
Memilih Pemimpin Yang Terbaik
Dalam konteks keindonesiaan sekarang
ini kaum muslimin tidak boleh apatis terhadap pemilihan pemimpin yaitu presiden
dan calon presiden. Kita tidak boleh bersikap golput atau “tidak akan memilih ”
pasangan capres/cawapres yang mana pun hanya dengan alasan tidak ada pasangan
yang ideal. Kita tetap harus memilih karena siapa pun yang terpilih akan menentukan
arah kebijakan negara yang juga mengikat kita.
Dengan segala kekurangan dan
kelebihan masing-masing pasangan "capres/cawapres, cagup/cawagub,
cabup/cawabup maupun calon legislatif, mulai dari pusat sampai daerah",
sudah disaring melalui proses konstitusional yang sah. Semuanya sama baiknya,
atau, sama tak baiknya. Tak ada yang boleh mengatakan bahwa secara mutlak
pasangan yang satu lebih baik dari pasangan yang lain. Semua tergantung
penilaian kita masing-masing. Kata sekelompok orang pasangan ini lebih baik
karena ini dan itu, sedangkan pasangan lain lebih jelek karena ini dan itu.
Bahkan pemberitaan media digempur dengan blac campaign dan berita-berita yang
penuh kebohongan dan sarat Pencitraan. Menyikapi keadaan seperti ini islam
memberikan solusi bagi kita, sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran ;
·
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن جَاءَكُمْ
فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَن تُصِيبُوا قَوْمًا
بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ ﴿الحجرات: ٦﴾
- Hai orang-orang yang beriman,
jika datang kepadamu orang fasik
membawa suatu berita, maka periksalah dengan
teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum
tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas
perbuatanmu itu.
(49: 6)
v
Penjelasan :
kita perlu memeriksa dengan teliti dan mengklarifikasi setiap calon yang dicalonkan. Dalam
istilah metodologi penelitian, perlu mengadakan cek keabsahan data tentang
calon yang akan dipilih.
·
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ
بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ
عَنْهُ مَسْئُولًا ﴿الإسراء:
٣٦﴾
- Dan janganlah kamu mengikuti
apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati,
semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.
(17: 36)
v
Penjelasan :
dalam memilih calon jangan asal-asalan, tetapi kita benar-benar tahu tentang
calon yang akan dipilih dengan cara klarifikasi sebagaimana penjelasan ayat
sebelumnya, sebab pilihan kita akan dimintai pertanggungjawaban kelak oleh
Allah SWT.
·
وَإِن تُطِعْ أَكْثَرَ مَن فِي الْأَرْضِ يُضِلُّوكَ
عَن سَبِيلِ اللَّهِ إِن يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلَّا
يَخْرُصُونَ ﴿الأنعام: ١١٦﴾
- Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini,
niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain
hanyalah mengikuti persangkaan belaka,
dan mereka tidak lain hanyalah berdusta
(terhadap Allah).
(6: 116)
v
Penjelasan :
banyaknya yang menyukai atau memilih seorang calon bukanlah jaminan bahwa dia
adalah yang terbaik menurut syariat islam, sebab kebanyakan orang hanya mengikuti
prasangka yang belum tentu benar, bahkan kadangkala hanya perkiraan bahkan
kedustaan saja.
· وَإِنَّ كَثِيرًا مِّنَ الْخُلَطَاءِ
لَيَبْغِي بَعْضُهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا
الصَّالِحَاتِ وَقَلِيلٌ مَّا هُمْ ﴿ص: ٢٤﴾
- Dan
sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat (berkoalisi) itu
sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan amat sedikitlah mereka ini".
(38: 24)
v Penjelasan : dasar terbaik dari
sebuah persyarikatan atau koalisi adalah iman dan amal sholeh yang tujuan akhirnya adalah berbuat karena Allah SWT, bukan
kepentingan pribadi atau kelompok. Dan yang jelas, masing-masing individu atau kelompok
memiliki dasar ideologi yang mendorong mereka untuk memilih calon pemimpin.
Jadi, para calon tersebut ada
kelebihan dan kekurangannya serta ada pendukung dan penolaknya masing-masing.
Menghadapi alternatif seperti itu kita harus tetap memilih dengan selektif,
hati-hati dan kesadaran penuh bahwa takkan pernah ada alternatif yang ideal
untuk dipilih. Bahkan, mungkin saja, semua alternatif yang tersedia semuanya
sangat tidak ideal. Jika demikian halnya, maka ada kaidah fikih "akhaff
al-dhararain", yaitu memilih yang paling sedikit jeleknya di antara
alternatif-alternatif yang sama-sama jelek atau "dzarul mafasid muqoddamun 'ala jalbil
masholih", yaitu meninggalkan kemunkaran lebih diutamakan daripada
mengambil kebaikan[9].
Dalam hal prinsip dan sistem
pemerintahan, misalnya, tidak ada yang betul-betul baik dari antara sistem-sistem
yang tersedia. Baik teokrasi, demokrasi, monarki, aristokrasi, oligarki, maupun
tirani semuanya sama-sama tidak ideal dan mengandung segi-segi kelemahan.
Tetapi, sebagian terbesar negara-negara di dunia memilih prinsip dan sistem
demokrasi, bukan karena sistem itu bagus melainkan karena ia mengandung
kelemahan yang paling sedikit jika dibanding dengan sistem yang lain. Maka itu,
pilihlah yang terbaik dari yang ada, meskipun tidak ideal.
[2] ص6 - كتاب فتح
الباري لابن حجر - قوله باب قول النبي صلى الله عليه وسلم سترون بعدي أمورا
تنكرونها - المكتبة الشاملة
(shamela.ws)
[3] ص231 - كتاب شرح
النووي على مسلم - باب وجوب الوفاء ببيعة الخليفة الأول فالأول قوله - المكتبة
الشاملة
(shamela.ws)
[4] Penjelasan tentang
masalah ini bisa dilihat di link bawah ini ;
·
شرح حديث عبادة بن
الصامت: بايعنا رسول الله على السمع والطاعة في العسر واليسر (alukah.net)
[5] Penjelasan tentang
hadits diatas silakan lihat link berikut ;
·
من لم يهتم بأمر
المسلمين فليس منهم - الإسلام سؤال وجواب (islamqa.info)
[7] Lihat penjelasannya
pada link dibawah ini ;
·
هل أنصف محمد عبده ، عندما أفحش القول
في السياسة ؟.
(alukah.net)
·
محمد عبده :أعوذ بالله من
السياسة! (قصة الفكر السياسي الإسلامي ج١٤) - YouTube
[8] ص14 - كتاب تيسير
أصول الفقه للمبتدئين - مسألة ما لا يتم الواجب إلا به فهو واجب - المكتبة الشاملة (shamela.ws)
[9] Lihat link dibawah ini
;
·
من أدلة جواز ارتكاب
أخف الضررين دفعا لأقواهما - فقه المسلم (islamonline.net)
·
قاعدة: إذا تعارض مفسدتان
روعي أعظمهما ضررا بارتكاب أخفهما
(alukah.net)
·
في فقه الموازنات: أسباب اختلاف
الفقهاء في تنزيل قاعدة ارتكاب أخفِّ الضَّررين على الوقائع (qu.edu.qa)
[10] Lihat penjelasannya
pada link dibawah ini ;
·
إمهال الله للظالمين
...قراءة في الأسباب - إسلام أون لاين
(islamonline.net)