HIDUP ADALAH UJIAN

SELAMAT DATANG DI BLOG " KHAIRUL IKSAN "- Phone : +6281359198799- e-mail : khairul.iksan123@gmail.com

Jumat, 26 Mei 2023

Bahtsul Masail dan Istinbath Hukum dalam Nahdlatul ‘Ulama

 


Bahtsul Masail dan Istinbath Hukum dalam Nahdlatul ‘Ulama

Sumber :

(99+) Bahsul Masail dan Istinbath Hukum dalam NU - Sahal Mahfudh | Lee Libra - Academia.edu

Berikut adalah tulisan KH. MA. Sahal Mahfudh yang merupakan Rais ‘Am Syuriah PBNU. Terbagi dalam tiga tulisan. Kami kumpulkan dari blog milik Rabithah Ma’ahid Islamiyah wil. Jepara RMI-NU JEPARA: Artikel (rmijepara.blogspot.com), Bahtsul Masail dan Istinbath Hukum NU , Bahsul Masail dan Istinbath Hukum NU Silakan dicermati sebagai bahan kajian dalam menuntut ilmu fiqh.

 

Bahsul Masail dan Istinbath Hukum dalam NU (1 

Selasa, 29 April 2003 11:34 WIB

Oleh  KH. MA. Sahal Mahfudh

Bagian pertama

Nahdlatul Ulama (NU), sebagai jam’iyah sekaligus gerakan diniyah islamiyah dan ijtima’iyah, sejak awal berdirinya telah menjadikan faham Ahlussunah Wal Jama’ah sebagai basis teologi (dasar beraqidah) dan menganut salah satu dari empat mazhab: Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali sebgai pegangan dalam berfiqih. Dengan mengikuti empat mazhab fiqih ini, menunjukkkan elastisitas dan fleksibilitas sekaligus memungkinkan bagi NU untuk beralih mazhab secara total atau dalam beberapa hal yang dipandang sebagai kebutuhan (hajat) meskipun kenyataan keseharian ulama NU menggunakan fiqih masyarakat Indonesia yang bersumber dari mazhab Syafi’i. Hampir dapat dipastikan bahwa Fatwa, petunjuk dan keputusan hukum yang diberikan oleh ulama NU dan kalangan pesantren selalu bersumber dari mazhab Syafi’i. Hanya kadang-kadang dalam keadaan tertentu untuk tidak terlalu melawan budaya konvensional – berpaling ke mazhab lain.

Dengan menganut salah satu dari empat mazhab dalam fiqih, NU sejak berdirinya memang mengambil sikap dasar untuk “bermazhab”. Sikap ini secara konsekuen ditindaklanjuti dengan upaya pengambilan hukum dari referensi ("maraji’) berupa kitab-kitab fiqih yang pada umumnya dikerangkakan secara sistematik dalam beberapa komponen: ‘ibadah, mua’amalah, munakahah (hukum keluarga) dan jinayah/qadla (pidana/peradilan). Dalam hal ini para ulama NU dan forum Bahtsul masa’il mengarahkan orientasinya dalam pengambilan hukum kepada aqwal al-mujtahidin (pendapat para mujtahid) yang muthlaq ataupun muntashib. Bila kebetulan ditemukan qaul manshush (pendapat yang telah ada nashnya), maka qaul itulah yang dipegangi. Kalau tidak ditemukan, maka akan beralih ke qaul mukharraj (pendapat hasil takhrij). Bila terjadi khilaf (perbedaan pendapat) maka diambil yang paling kuat sesuai dengan pentarjihan para ahlul-tarjih. Mereka juga sering mengambil keputusan sepakat dalam khilaf akan tetapi juga mengambil sikap untuk menentukan pilihan sesuai dengan situasi kebutuhan hajjiyah tahsiniyah (kebutuhan sekunder) maupun dlaruriyah (kebutuhan primer).

Dalam memutuskan sebuah hukum, sebagaimana dimaklumi, NU mempunyai sebuah forum yang disebut bahtsul masa’il yang dikoordinasi oleh lembaga Syuriyah (legislatif). Forum ini bertugas mengambil keputusan tetang hukum-hukum Islam baik yang berkaitan dengan masa’il fiqhiyah (masalah fiqih) maupun masalah katauhidan dan bahkan masalah-masalah tasawuf (tarekat). Forum ini biasanya diikuti oleh Syuriyah dan ulama-ulama NU yang berada di luar struktur organisasi termasuk para pengasuh pesantren. Masalah-masalah yang dibahas umumnya merupakan kejadian (waqi’ah) yang dialami oleh anggota masyarakat yang diajukan kepada Syuriyah oleh organisasi ataupun perorangan. Masalah-masalah itu setelah di inventarisasi oleh Syuriyah lalu diadakan skala prioritas pembahasannya. Dan apabila dalam pembahasan itu terjadi kemacetan (mauquf) maka akan diulang pembahasannya dan kemudian dilakukan ke tingkat organisasi yang lebih tinggi: dari Ranting ke Cabang, dari Cabang ke Wilayah, dari Wilayah ke Pengurus Besar dan dari PB ke Munas dan pada akhirnya ke Muktamar.

Dari segi historis maupun operasionalitas, bahtsul masa’il NU merupakan forum yang sangat dinamis, demokratis dan “berwawasan luas”. Dikatakan "dinamis" sebab persoalan (masa’il) yang dibahas selalu mengikuti perkembangan (trend) hukum di masyarakat. "Demokratis" karena dalam forum tersebut tidak ada perbedaan antara kiai, santri baik yang tua maupun muda. Pendapat siapapun yang paling kuat itulah yang diambil. Dikatakan “berwawasan luas” sebab dalam forum bahtsul masa’il tidak ada dominasi mazhab dan selalu sepakat dalam khilaf. Salah satu contoh untuk menunjukkan fenomena “sepakat dalam khilaf” ini adalah mengenai status hukum bunga bank. Dalam memutuskan masalah krusial ini tidak pernah ada kesepakatan. Ada yang mengatakan halal, haram atau subhat. Itu terjadi sampai Muktamar NU tahun 1971 di Surabaya. Muktamar tersebut tidak mengambil sikap. Keputusannya masih tiga pendapat: halal, haram atau subhat. Ini sebetulnya merupakan langkah antisipatif NU. Sebab ternyata setelah itu berkembang berbagai bank dan lembaga keuangan modern yang dikelola secara profesional. Orang pada akhirnya tidak bisa menghindar dari persoalan bank.

Secara historis, forum bahtsul masa’il sudah ada sebelum NU berdiri. Saat itu sudah ada tradisi diskusi di kalangan pesantren yang melibatkan kiai dan santri yang hasilnya diterbitkan dalam buletin LINO (Lailatul Ijtima Nahdlatul Oelama). Dalam buletin LINO, selain memuat hasil, bahtsul masa’il juga menjadi ajang diskusi interaktif jarak jauh antar para ulama. Seorang kiai menulis ditanggapi kiai lain, begitru seterusnya. Dokumentasi tentang LINO ini ada pada keluarga (alm) KH. Abdul Hamid, Kendal. Lewat LINO ini pula ayah saya (KH. Mahfudh Salam) saat itu bertentangan dengan Kiai  Murtadlo, Tuban mengenai hukum menerjemahkan khutbah ke dalam bahasa Jawa atau Indonesia. Itu bukan berarti tukaran (konflik), tetapi hannya sebatas berbeda pendapat dan saling menghormati. Kiai Mahfudh membolehkan khutbah diterjemahkan sementara Kiai Muratadlo tidak. Sampai sekarang tradisi khutbah di daerah Tuban tidak ada yang diterjemahkan.

Sering muncul krtik bahwa forum bahtsul masa’il NU tidak dinamis, hanya berorientasi pada qaul (pernyataan verbal) ulama, bukan manhaj (metodologi) dan Syafi’iyyah sentris. Krtitik tersebut sesungguhnya tidak seluruhnya benar. Misalnya dulu forum bahtsul masa’il mengharamkan orang Islam memakai jas dan dasi karena dianggap tasyabbuh (menyerupai) dengan orang kafir. Tetapi KH. Wahab Khasbullah sendiri setelah merdeka selalu memakai sarung dan dasi. Ini tidak ada dalilnya (qaulnya). Itu berdasakan manhaj. Tidak ada kitab-kitab fiqih yang secara tekstual menulis “haruma al-dasi awa al- jas lainnahu…” (diharamkan dasi dan jas karena…). Contoh lain misalnya, para kiai NU dalam memberikan fatwa hukum sering memakai kaidah-kaidah fiqih atau ushul fiqih. Hanya saja masalahnya para kiai NU meskipun sudah memberi fatwa hukum berdasarkan kaidah fiqih mereka tidak mau kalau tidak ada landasan teks/nashnya. Jadi kelihatan tekstual tetapi sebetulnya penuangan teks itu selah melalui proses berfikir manhajy yang panjang dan njlimet.

Penuangan dasar teks ini, kemudian menimbulkan adanya kesan bahwa kai NU hanya bermazhab fi al-aqwal (dalam pendapat hukum) tidak fi al-manhaj (dalam metodologi). Tetapi sebenarnya, para ulama NU juga memegangi dan mempelajari manhaj Imam Syafi’i. Hal ini terlihat dalam kepustakaan mereka dan kurikulum pesantren yang diasuhnya. Kitab-kitab seperti Waraqat, Hujjat al-Wushul, Lam’ al-Jawami’, al-Mushtasyfa, al-Ashbah wa al-Nadha’ir, Qawaid Ibnu Abd al-Salam dan lain-lain banyak dijumpai pada koleksi kepustakaan mereka dan dibaca (diajarkan) di beberapa pesantren. Dalam hal ini metodologi itu digunakan utnuk memperkuat pemahaman atas masa’il furu’iyah (masalah yang tidak prinsip) yang ada pada kitab-kitab fiqih di samping sering juga diterapkan untuk mengambil langkah tandhir al-masa’il bi nadhairiha (menetapkan hukum sesuatu   berdasarkan hukum atas sesuatu yang sama yang telah ada) tidak untuk istinbath al-ahkam min mashadiriha al-ashliyyah (penggalian hukum dari sumber pokoknya).  Ini saya kira satu kekurangan tersendiri.

Bagaimanapun rumusan fiqih yang dikonstruksikan ratusan tahun lalu jelas tidak memadai untuk menjawab semua persoalan yang terjadi saat ini. Situasi sosial, politik dan kebudayaannya sudah berbeda. Dan hukum sendiri harus berputar sesuai dengan ruang dan waktu. Jika hanya melulu berlandaskan pada rumusan teks, bagaimana jika ada masalah hukum yang tidak ditemukan dalam rumusan tekstual fiqih? Apakah harus mauquf (tak terjawab)? Padahal memauqufkan persoalan hukum, hukumnya tidak boleh bagi ulama (fuqaha). Disinilah perlunya “fiqih baru” yang mengakomodir permasalahan-permasalahan baru yang muncul dalam masyarakat. Dan untuk itu kita harus kembali ke manhaj yakni mengambil metodologi yang dipakai ulama dulu dan ushul fiqih serta qawa’id (kaidah-kaidah fiqih).

(Bersambung)

*Tulisan ini diambil dari tulisan KH Sahal Mahfudz dalam pengantar buku Kritik Nalar Fikih NU, penerbit Lakpesdam NU, Jakarta, 2002.

Bahtsul Masail dan Istinbath Hukum NU (2)

Rabu, 30 April 2003 20:54 WIB

Oleh : KH.MA. Sahal Mahfudz

Bagian kedua

Bagaimanapun rumusan fiqih yang dikonstruksikan ratusan tahun lalu jelas tidak memadai untuk memadai untuk menjawab semua persoalan yang terjadi saat ini. Situasi sosial, politik dan kebudayaannya sudah berbeda. Dan hukum sendiri harus berputar sesuai dengan ruang dan waktu. Jika hanya melulu berlandaskan pada rumusan teks, bagaimana jika ada masalah hukum yang tidak ditemukan dalam rumusan tekstual fiqih? Apakah harus mauquf (tak terjawab)?. Padahal me-mauquf-kan persoalan hukum, hukumnya tidak boleh bagi ulama (fuqaha). Disinilah perlunya “fiqih baru” yang mengakomodir permasalahan-permasalahan baru yang muncul dalam masyarakat. Dan untuk itu kita harus kembali ke manhaj yakni mengambil metodologi yang dipakai ulama dulu dan ushul fiqih serta qawa’id (kaidah-kaidah fiqih).

Pemikiran tentang perlunya “fiqih baru” ini sebetulnya sudah lama terjadi. Kira-kira sejak 1980-an ketika mulai muncul dan marak diskusi tentang “tajdid” karena adanya keterbatasan kitab-kitab fiqih klasik dalam menjawab persoalan kontemporer di samping munculnya ide konstekstualisasi kitab kuning. Sejak itu lalu berkali-kali diadakan halaqah (diskusi) yang diikuti oleh beberapa ulama Syuriyah dan pengasuh pondok pesantren untuk merumuskan “fiqih baru” itu. Kesepakatan telah dicapai, yaitu menambah dan memperluas muatan agenda bahtsul masa’il yang tidak saja meliputi persoalan hukum halal/haram melainkan juga hal-hal yang bersifat pengembangan pemikiran keislaman dan kajian kitab.

Dalam halaqah ini juga disepakati perlunya melengkapi referensi madzhab selain syafi’i dan perlunya penyusunan sistematika bahasan yang mencakup pengembangan metode-metode dan proses pembahasan untuk mencapai tingkat kedalaman dan ketuntasan suatu masalah. Rumusan “fiqih baru” ini kemudian di bahas secara intensif pada Muktamar ke-28 di Krapyak, Yogyakarta yang kemudian dikukuhkan dalam Munas Alim Ulama di Lampung, 1992. Di dalam hasil Munas tersebut diantaranya disebutkan perlunya bermazhab secara manhaji (metodologis) serta “merekomendasikan” para kiai NU yang sudah mempunyai kemampuan intelektual cukup untuk beristinbath langsung dari teks dasar. Jika tidak mampu maka diadakan ijtihad jama’i (ijtihad kolektif). Bentuknya bisa istinbath (menggali dari teks asal/dasar) maupun ilhaq (qiyas).

Pengertian istinbath hukum di kalangan NU bukan mengambil hukum secara langsung dari sumber aslinya, yaitu al-Qur’an dan Sunnah akan tetapi – sesuai dengan sikap dasar bermazhab – mentathibkan (memberlakukan) secara dinamis nash-nash fuqaha dalam konteks permasalahan yang dicari hukumnya. Sedangkan istinbath dalam pengertian pertama (cenderung ke arah perilaku ijtihad yang oleh ulama NU dirasa sangat sulit karena keterbatasan-keterbatasan yang disadari oleh mereka. Terutama di bidang ilmu-ilmu penunjang dan pelengkap yang harus dikuasai oleh yang namanya muj’tahid. Sementara itu, istinbath  dalam pengertiannya yang kedua, selain praktis, dapat dilakukan oleh semua ulama NU yang telah mampu memahami ibarat kitab-kitab fiqih sesuai dengan terminologinya yang baku. Oleh karena itu, kalimat istinbath di kalngan NU terutama dalam kerja bahtsu masa’il-nya Syuriyah NU tidak populer karena kalimat itu telah populer di kalangan ulama NU dengan konotasinya yang pertama yaitu ijtihad, suatu hal yang oleh ulama Syuriyah tidak dilakukan karena keterbatasan pengetahuan. Sebagai gantinya dipakai kalimat bahtsul masa’il yang artinya membahas masalah-masalah waqi’ah (yang terjadi) melalui maraji’(referensi) yaitu kutubul-fuqaha (kitab-kitab karya para ahli fiqih).

Kenyataan mengenai terlalu dominannya Mazhab Syafi’i memang ada. Pendapat para ulama Syafi’iyah masih cukup dominan dalam forum bahtsul masa’il NU. Namun demikian perlu saya jelaskan bahwa dominasi Sayfi’i bukan berarti ulama NU menolak pendapat (aqwal) ulama di luar Sayif’iyyah. Hal itu dilakukan lantaran para kiai NU memang tidak mempunyai referensi lain di luar mazhab Syafi’i semisal kitab al-Mudawanah (Imam Malik?), Kanzal al-Wushul (Bazdawi al-Hanafi), al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam (Ibnu Hazm), Raudhat al-Nadhir wa Jannat all-Munadhir (Ibnu Qudamah al-Hanbali) dan lain-lain. Karena itu jangan heran jika keputusan bahtsul masa’il selalu sarat dengan kitab-kitab Syafi’i mulai dari yang paling kecil semisal Safinat al-Shalah kaya Imam Nawawi Banten sampai dengan yang paling besar seperti al-Um atau al-Majmu’. Sangat sulit dijumpai dalam kepustakaan mereka kitab-kitab lain di luar Syafi’i kecuali sebagian kecil ulama. Ini karena di samping harganya belum terjangkau juga lantaran kitab-kitab itu masih sulit diperoleh di Indonesia. Seandainya mereka mempunyai referensi lain selain mazhab Syafi’i tentu mereka akan menerima sepanjang bias dinalar dan tidak bertentangan dengan akar cultural masyarakat setempat.Hal ini terbukti dengan keputusan bahtsul masa’il NU belakangan ini yang diwarnai dengan pendapat di luar mazhab Syafi’i.

Walaupun terlihat kuat pengaruh mazhab Syafi’i bukan berarti menolak apalagi antipati terhadap ulama lain. Sejak dulu para kiai tidak mengharuskan Syafi’i saja. Satu misal, masyarakat di banyak daerah menggunakan qaul di luar Syafi’i mengenai padi yang belum dizakati tapi si penuai padi sudah diberi upah. Padahal, memberi upah kepada penuai padi (istilah jawa derep) sementara padi belum di zakati menurut Syafi’i tidak boleh. Akan tetapi sejak dulu, sejak saya masih kecil, upah selalu di berikan sebelum padi di zakati. Pendapat ini diambil dari Imam Ahmad. Semua kiai memakai itu karena mereka umumnya petani. Hanya saja intiqal (pindah) ke mazhab-mazhab itu masih menggunakan referensi kitab Syafi’iyah yang menyinggung mazhab lain dan mereka tidak pernah mengambil referensi langsung dari mazhabnya. Baru sekarang ada perkembangan sejumlah kiai sudah mengoleksi kitab-kitab non-Syafi’iyah. Jadi persoalan ini jangan lantas dijadikan dasar kritik. Memang mereka tidak memiliki kitab lain. Misalnya, Kiai Bisri Syansuri pada saat membolehkan KB berpegang pada pendapat Ghazali yang menyatakan kebolehan KB, meskipun dengan motifasi supaya istri awet muda. Pendapat ini sangat luar biasa sebab dulu kiai-kiai lain masih ketat soal ber-KB ini. Secara budaya, NU sudah biasa mempraktikkan pendapat di luar Syafi’i.

(Bersambung)

*Penulis adalah Rais 'Aam Syuriah PBNU

Bahsul Masail dan Istinbath Hukum NU (3)

Sabtu, 3 Mei 2003 13:08 WIB

Oleh KH. MA. Sahal Mahfudz*

Bagian terakhir

Memang harus diakui keputusan Lampung belum operasional di seluruh wilayah NU karena di samping sosialisasinya masih lemah juga keterbatasan referensi yang tersedia. Meskipun begitu sudah ada perkembangan misalnya soal intiqal atau pindah mazhab. Dulu takut talfiq sekarang sudah tidak lagi.

Saya masih ingat perkataan Kiai Wahab, meskipun kelakar tapi sangat menarik. Suatu saat (ketika saya masih di pesantren) saya sowan ke tempat Kiai Bisri Syansuri di Jombang yang kebetulan di sana sedang ada pertemuan pengurus Syuriyah PB NU. Di sana ada Kiai Wahab, Kiai Jalil Kudus, Kiai Dahlan dan lain-lain sedang membahas sisa-sisa bahtsul masa’il yang belum di bahas di Muktamar.

Pada waktu itu, Kiai Bisri dan Kiai Wahab pertentangan (berdebat sengit) membahas soal status Yayasan Yamualim di Semarang yang mengurusi ibadah haji. Kiai Bisri menentang pendirian Yayasan itu karena tergolong “muamalat yang tidak jelas”. Sementara Kiai Wahab membolehkan karena di samping omsetnya cukup besar, NU juga sangat memerlukannya. Saat itu Kiai Wahab sempat bilang “Pekih itu kalau rupek ya di okeh-okeh” (fiqih itu kalau menyempitkan ya diupayakan agar longgar). Pernyataan ini memang kelakar tetapi mengandung nilai filosofis yang tinggi. Maksudnya, fiqih itu merupakan produk ijtihady. Karena produk ijtihad maka keputusan fiqih bukan barang sakral, yang tidak boleh di ubah meskipun situasi sosial budayanya sudah melaju kencang.

Pemahaman yang mensakralkan fiqih jelas keliru. Dimana-mana yang namanya fiqih adalah “al-ilmu bi al-ahkam al-syar’iyah al-amalaiyah al-muktasab min adillatiha tafshiliyah”. Definisi fiqih sebagai al-muktasab (sesuatu yang digali) menunjukkan pada sebuah pemahaman bahwa fiqih lahir melalui serangkaian proses penalaran dan kerja intelektual yang panjang sebelum pada akhirnya dinyatakan sebagai hukum praktis. Produk fiqih tidak hanya hasil dari penalaran intelektual (rasionalisasi) berdasarkan logika-logika keilmuan tertentu tetapi juga kerja ilmiah. Contohnya adalah penggunaan metode riset ('istiqra’) yang dilakukan Imam Syafi’i untuk melahirkan hukum fiqih tentang menstruasi (haidl).

Para ulama klasik juga sering melibatkan disiplin ilmu lain diluar fiqih untuk menentukan status hukum masalah tertentu. Misalnya ilmu falak (hisab) dan ikhtilaf al-mathla’ dalam hal penentuan awal Ramadhan dan Syawal, ma’rifat al-qiblah dan ma’rifar al- waqti dalam hal shalat dan penemuan obat-obatan dalam kontrasepsi (man’ al-hamli, ibhta’ al hamli) dalam masalah nikah. Semua itu menunjukkan bahwa fiqih merupakan “produk ijtihady”.

Sebagai produk ijtiahd, maka sudah sewajarnya jika fiqih terus berkembang lantaran pertimbangan-pertimbangan sosio-politik dan sosio-budaya serta pola pikir yang melatarbelakangi hasil penggalian hukum sangat mungkin mengalami perubahan. Para peletak dasar fiqih, yakni imam mazhab (mujtahidin) dalam melakukan formasi hukum Islam meskipun digali langsung dari teks asal (al-Quran dan Hadis) namun selalu tidak lepas dari pertimbangan “konteks lingkungan” keduanya baik asbab al-nuzul maupun asbabul- wurud. Namun konteks lingkungan ini kurang berkembang dikalangan NU. Ia hanya dipandang sebagai pelengkap (komplemen) yang memperkuat pemahaman karena yang menjadi fokus pembahasannya adalah norma-norma baku yang telah dikodifikasikan  dalam kitab-kitab, furu’ al-fiqh. Fungsi syarah, hasyiyah, taqrirat dan ta’liqat juga dipandang sebagai “figuran” yang hanya berfungsi memperjelas pemahaman muatan teks. Meskipun di dalam kitab-kitab syarah, hasyiyah, ta’liqat sering ditemukan adanya kritik, penolakan (radd), counter, perlawanan (i’tiradl), atas teks-teks matan yang dipelajari dan dibahas, namun hal itu kurang mendapat kajian serius di lingkungan NU.

Karena sadar bahwa fiqih merupakan produk ijtihad maka para fuqaha terdahulu baik al-a’immah al-arba’ah maupun yang lain meskipun berbeda pandangan secara tajam, mereka tetap menghormati pendapat lain, tidak memutlakkan pendapatnya dan menganggap ijtihad fuqaha lain sebagai keliru. Mereka tetap berpegang pada kaidah al-ijtihad la yunqadlu bi al-ijtihad, yakni bahwa suatu ijtihad tidak bisa dibatalkan oleh ijtihad lain. Masing-masing mempunyai kelebihan dan kelemahan. Hasil ijtihad seorang fuqaha mungkin tidak pas pada ruang dan waktu tertentu tetapi sesuai untuk  ruang dan waktu yang berbeda. Disinilah fiqih menunjukkan wataknya yang fleksibel, dinamis, realistis, dan temporal, tidak kaku dan tidak pula permanen.

Dalam konteks ini pula maka kriteria mu’tabar yang sudah direduksi menjadi hanya melulu kitab-kitab mazhab empat sebetulnya tidak senafas dengan semangat fiqih sebagai produk ijtihad. Mengapa demikian? Sebab kriteria mu’tabar dan ghairu mu’tabar berarti disitu ada pandangan yang mengunggulkan pendapat imam tertentu dan merendahkan pendapat imam lain. Ini sudah menyalahi kaidah “al-ijtihad la yunqadlu bi al-ijtihad” diatas. Masalah kutub al-mu’tabarah ini dirumuskan di Muktamar Situbondo (tahun 1984). Saat itu saya sebagai ketua komisi dan masih sebagai Rais Syuriyab PWNU Jateng. Kutubul-mu’tabarah itu maksudnya kitab-kitab Ahlussunah dan dipersempit lagi kitab-kitab madzahib. Kitab-kitab di luar ahl madzahib tidak boleh dipakai. Contohnya kitab-kitab yang mengkritik tawasul, praktik tarekat,kewalian dan lain-lain seperti karya Ibnu Taimiyah atau Ibnul Qoyyim.

Saat itu saya sudah menentang pendapat ini. Waktu itu saya menggunakan kaidah atau pepatah Arab: khuz ma shafa watruk ma qadlara (ambillah yang jernih dan tinggalkan yang keruh). Para kiai waktu itu tidak setuju pendapat saya dan mereka mengambil sikap syaddan li dzari’ah (preventif). Dengan alasan supaya umat tidak terjerumus maka kitab-kitab tersebut dilarang saja. Karena saya kalah suara, saya tidak bisa berbuat lebih. Padahal yang namanya pendapat tentu bisa salah bisa benar karena itu jangan menggunakan pendekatan like & dislike, ini mu’tabar, itu tidak. Alasan saya, disamping untuk menghindari fanatisme bermazhab juga kitab-kitab yang ditolak itu tidak semuanya bertentangan dengan Sunni. Hanya mungkin pada bagian tertentu saja yang kebetulan berbeda. Hanya gara-gara dalam bab “tawasul” kitab ini mengecamnya, mengkritik para wali, lantas semua kitab tulisan mereka tidak boleh dipakai. Prinsipnya mana yang “reasonable” dan “applicable” bisa digunakan. Tentu tetap harus mempertimbangakn latar budaya masyarakat agar kita bisa diterima oleh semua komunitas yang majemuk ini.

Lebih jauh, harus ditegaskan bahwa muara fiqih adalah terciptanya keadilan sosial di masyarakat. Sehingga Ali bin Abi Thalib pernah berkata: “Dunia, kekuasaan, negara, bisa berdiri tegak dengan keadilan meskipun ma’a al-kufri dan negara itu akan hancur dengan kezaliman meskipun ma’a al-muslimin”. Ibnu Taimiyah juga pernah berkata: “Allah akan menegakkan negara yang adil meskipun (negara) kafir dan  Allah akan menghancurkan negara yang zalim meskipun (negara) Muslim”. Dalam kerangka berfikir ini, maka seandainya ada produk fiqih yang tidak bermuara pada terciptanya sebuah keadilan di masyarakat maka harus ditinggalkan. Misalnya “fiqih politik” (fiqh siyasah) yang seirngkali diktum-diktumnya tidak seirama dengan gagasan demokrasi yang mensyaratkan keadilan dan persamaan hak manusia di depan hukum. Rumusan fiqih siyasah klasik biasanya menempatkan kelompok non-Muslim sebagai “kelas dua” bukan sebagai entitas yang sederajat dengan kaum Muslim. Saya rasa pandangan ini selain bertabrakan dengan gagasan demokrasi modern juga bertentangan dengan ide negara-bangsa (nation-state) seperti Indonesia. Profesionalisme, kemampuan atau kapabilitas mestinya yang menjadi pilihan utama, bukan Muslim atau tidak, bukan laki-laki atau perempuan.

Ada satu contoh kecil. Suatu hari saya menitipkan barang kepada seorang yang dapat dipercaya dan kebetulan ia bukan Muslim. Pertanyaannya apakah boleh menitipkan barang kepada dia? Kan lucu kalau tidak boleh. Tentu tidak semua persoalan harus melibatkan non-Muslim dengan dalil demokrasi. Kalau mengenai urusan-urusan yang berkaitan dengan permasalahan umat Islam seperti penyusunan UU zakat tentu mereka tidak boleh dilibatkan, sebab bukan kompetensinya. Jadi, prinsipnya pada kata keadilan (kemaslahatan). Maka kalau ada fiqih-fiqih klasik yang tidak relevan atau tidak bermuara pada keadilan maka harus dibuat fiqih baru. Harus diingat bahwa yang namanya fiqih itu mesti ijtihady. Fiqih siyasah itu sendiri bukan sebatas kekuasaan tapi lebih pada kebijakan-kebijakan yang dapat menimbulkan kemaslahatan umum. Rasul sendiri pernah berkata: “Antum a’lamu biumri dunyakum”. Artinya, pada wilayah “non-ibadah” semisal kepolitikan, umat Islam diberi kebebasan penuh untuk me-rumuskan dasar-dasar politik yang adil dan egaliter sehingga bisa diterima semua pihak. Rumusan itu harus mengacu pada prinsip maqashid syari’ah yang meliputi lima hal, yaitu (1) melindungi agama (hifdz al-din), (2) melindung jiwa dan keselamtan fisik (hifdz al-nafs), (3) melindungi kelangsungan keturunan (hifdz al-nasl), (4) melindungi akal pikiran (hifdz al-‘aql), (5) melindungi harta benda (hifdz al-mal). Rumusan lima maqashid ini memberikan pemahaman bahwa Islam tidak mengkhususkan perannya hanya dalam aspek pemyembahan Tuhan dalam arti yang terbatas pada serangkaian perintah dan larangan yang tidak dapat secara langsung dipahami manfaatnya. Dalam kerangka pandang ini,maka aspek kehidupan apapun yang melingkupi kehidupan manusia (kecuali yang bersifat ubudiyah murni) harus disikapi dengan meletakkan kemaslahatan sebagai bahan pertimbangan. Karena dengan hanya menjaga stabilitas kemaslahatan inilah tugas-tugas peribadatan dilaksanakan dengan baik.

Demikianlah catatan pengantar dari saya, selanjutnya ke depan para ahli bahtsul masa’il harus mengantisipasi kemajuan dan perkembangan yang terjadi di masyarakat. Artinya bahwa kebutuhan manusia dan proses perubahan itu akan terus bergulir secara cepat. Kalau tidak cepat direspons kita akan ketinggalan dan nanti akan ada satu masalah yang mauquf.. Dan kalau sampai ada masalah hukum yang mauquf maka hukumnya dosa bagi para ahli fiqih. Dalam merumuskan masalah hukum harus tetap berpegang pada prinsip maqashid al-syari’ah serta memperhatikan kaidah-kaidah hukum yang lebih bersifat nilai (baca: legal value). Nilai-nilai yang dimaksud adalah keadilan, kejujuran, kebebasan, persamaan di muka hukum, perlindungan hukum terhadap masyarakat tak seagama serta menjunjung tinggi supremasi hukum Allah. Dengan begitu keputusan bahtsul masa’il tidak kehilangan relevansi dengan semangat demokrasi dan pluralisme.

Atas penerbitan buku bunga rampai yang membahas mengenai tradisi system bahtsul masa’il NU yang umumnya ditulis para generasi muda NU ini saya sangat menyambut positif jika ditulis dengan jujur dan berdasarkan pada fakta yang terjadi. Diharapkan dengan penerbitan buku ini semakin memicu dan meningkatkan profesionalitas dan kinerja para ahli bahtsul masa’il dalam menjalankan kerja ilmiahnya.

*Penulis adalah Rais 'Aam Syuriah PBNU

 

Link Buku / Artikel Bahtsul Masa'il NU & Lainnya ;

v  buku-saku-ad-art-nu-2022_1659492831.pdf

v  SOLUSI PROBLEMATIKA AKTUAL HUKUM ISLAM - Keputusan Muktamar, Komber NU (archive.org)

v  Download Terjemah Kitab AHKAMUL FUQOHA Solusi Problematika Aktual Hukum Islam (1926-2010) (ashakimppa.blogspot.com)

v  Metode Kontekstualisai Kitab Mbah Hasyim – Ma'had Aly Hasyim Asy'ari (tebuireng.ac.id)

v  Kamus NU.pdf.pdf (iainmadura.ac.id)

v  Muktamar Nahdlatul Ulama - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

v  Pusat Unduh Dokumen - UNISNU

v  Sistem Pengambilan Keputusan Hukum dalam Bahtsul Masail di Lingkungan Nahdlatul Ulama | Amaliyah dan Shalawat › LADUNI.ID - Layanan Dokumentasi Ulama dan Keislaman

v  Bahtsul Masa’il NU: Media Pemikiran Hukum Islam | Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (walisongo.ac.id)

v  Arsip - File NU Online

v  Muktamar NU dan Catatan Sejarahnya dari Masa ke Masa

v  374355-ilhaq-dalam-bahtsul-masail-nu-antara-ijt-2862d2d4.pdf (neliti.com)

v  (PDF) KITAB KUNING DAN TRADISI INTELEKTUAL NAHDLATUL ULAMA (NU) DALAM PENENTUAN HUKUM (Menelisik Tradisi Riset Kitab Kuning) (researchgate.net)

v  Khittah-dan-Khidmah-NU_Indonesian.pdf (libforall.org)

v  Cov-PERANAN HASYIM ASY.doc (usd.ac.id)

v  BENARKAH KEPUTUSAN MUKTAMAR NU I DAN KITAB I’ANAT ATH-THALIBIN MELARANG TAHLILAN? - Rabithah Ma'ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMI NU) ~ Asosiasi Pesantren NU ~ (rabithah-maahid-islamiyah.blogspot.com)

v  Perjalanan Politik Nahdlatul Ulama (NU) Tahun 1914-2004 (pcnucilacap.com)

v  Comparative Study of the Ijtihad Method of the Indonesian Ulema Council and Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama on the Fatwa of the Astrazeneca Vaccine | Ulumuddin Journal of Islamic Legal Studies (umm.ac.id)

v  Pengantar (situbondokab.go.id)

v  1496880970833_NAHDLATUL ULAMA DAN KAJIAN HADIS NABAWI.pdf (iainbatusangkar.ac.id)

v  Sejarah Muktamar NU 1926-2021 dan Tema yang Dibahas - Kab News

v  Puncak Harlah 1 Abad NU, Ini Harapan Ketum Persis – Majelis Ulama Indonesia (mui.or.id)

v  kedudukan_fatwa_mui_dalam_upaya_mendorong_pelaksanaan_ekonomi_syariah.pdf (bphn.go.id)

v  PRAKTEK ISTINBATH HUKUM BAHTSUL MASAIL PONDOK PESANTREN HIDAYATUL MUBTADI-IEN NGUNUT TULUNGAGUNG - Institutional Repository of UIN SATU Tulungagung (iain-tulungagung.ac.id)

v  Nalar Fikih Santri Salaf (1) - Alif.ID

v  Bahtsul Masail Pondok Pesantren Bahrul Ulum - Yayasan Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas, Jombang Jawa Timur

v  Ringkasan disertasi.pdf (uinsatu.ac.id)

v  23653-ID-lembaga-fatwa-keagamaan-di-indonesia-telaah-atas-lembaga-majlis-tarjih-dan-lajna.pdf (neliti.com)

v  Lajnah Bahtsul Masail - Pondok Pesantren Lirboyo

v  Perpustakaan PBNU Abadikan Karya Ulama NU | Republika Online

v  Tips Mencari Sumber Rujukan di Internet – Pondok Pesantren Sabilul Hasanah

v  Susupan dalam Sisipan - RumahBaca.id

v  PUSAT MA'HAD AL-JAMI'AH » MA’HAD AL-JAMI’AH AL-ALY GELAR PELATIHAN SOFTWARE MAKTABAH SYAMILAH (uin-malang.ac.id)

v  Agar Konsisten, Inilah Kitab Rujukan NU yang Dijelaskan KH Marzuki Mustamar | Aswaja › LADUNI.ID - Layanan Dokumentasi Ulama dan Keislaman

v  Ahkamul Fuqaha (nu.or.id)

v  HUKUM ISLAM DAN KESESATAN: FATWA-FATWA NAHDLATUL ULAMA TENTANG PENYIMPANGAN AJARAN | Rofii | Mahkamah : Jurnal Kajian Hukum Islam (syekhnurjati.ac.id)

v  231326249.pdf (core.ac.uk)

v  038900087-BAB 2.pdf (iainkediri.ac.id)

v  Disertasi_1400039003_Abdul_Sattar.pdf (walisongo.ac.id)

v  article.php (kemdikbud.go.id)

v  Relasi NU dan Belanda.pdf (uinsaizu.ac.id)

v  MUSLIMAT NU – GOW (kepulauanselayarkab.go.id)

v  (99+) Hasil Keputusan Muktamar Ke - 32 NAHDLATUL ULAMA di Makassar, 22-28 Maret 2010 | Borneo Warehouse - Academia.edu

v  (99+) Hasil Keputusan MUSYAWARAH NASIONAL ALIM ULAMA DAN KONFERENSI BESAR NAHDLATUL ULAMA - 2012, Kempek Cirebon | Borneo Warehouse - Academia.edu

v  KEPUTUSAN MUKTAMAR NAHDLATUL ULAMA KE-1. Surabaya, 21 Oktober 1926 M. | Profil Nahdlatul Ulama › LADUNI.ID - Layanan Dokumentasi Ulama dan Keislaman

v  (99+) Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga NAHDLATUL ULAMA ( HASIL KEPUTUSAN MUKTAMAR KE-33 NU di Jombang, Jawa Timur, 1-5 Agustus 2015 ) | Borneo Warehouse - Academia.edu

v  (99+) membuka-kedok-tokoh-tokoh-liberal-dalam-tubuh-nu-informasi-penyimpangan-dan-jawabannya.pdf | Rodeo Gikk - Academia.edu

v  (99+) BUKU PANDUAN_SEKOLAH ASWAJA_FULL VERSION | Rudi DM - Academia.edu

v  (99+) SEJARAH PEMIKIRAN MODERN DALAM ISLAM | Jawad Mughofar KH - Academia.edu

v  (99+) FIKIH ENERGI TERBARUKAN Pandangan dan Respons Islam atas Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) | Borneo Warehouse - Academia.edu

v  (99+) Menjaga Tradisi Mewarisi Modernitas-Lengkap | Suadi, S.Ag., M.Si Suadi, S.Ag., M.Si - Academia.edu

v  (99+) MENJAGA UMAT: PILAR-PILAR BUDAYA PONDOK TREMAS PACITAN DI ERA GLOBAL | mukodi sumarno - Academia.edu

v  (99+) FATWA OF INDONESIAN ULAMA COUNCIL ON THE GOD’S KINGDOM-EDEN | Syahril Siddik - Academia.edu

v  (99+) Modal Sosial Pesantren dalam Inflitrasi Pemahaman Radikal | Sufyan Syafi'i - Academia.edu

v  (99+) ENSIKLOPEDI ISLAM NUSANTARA | Fathul Hilal - Academia.edu

v  (99+) TRANSMISI KEBERAGAMAAN ROHIS: EKSISTENSI, EKSPRESI, DAN POLITIK | A.m. Wibowo - Academia.edu

v  (99+) LITERATUR KEAGAMAAN ROHIS DAN WACANA INTOLERANSI | Moch Lukluil Maknun, nur laili noviani, and Nurul Huda - Academia.edu

v  (99+) Sirkulasi dan Transmisi Literatur Keislaman: Ketersediaan, Aksesabilitas, dan Ketersebaran | Moch Nur Ichwan - Academia.edu

v  (99+) Ulama, Negara-Bangsa, dan Etnonasionalisme Religius: Kasus Banda Aceh | Moch Nur Ichwan - Academia.edu

v  (99+) Ilusi Negara Islam - Gus Dur | Delapan Enam - Academia.edu

v  (99+) Abdurrahman Wahid (Gus Dur) - Islamku, Islam Anda, Islam Kita | lia wae - Academia.edu

v  (99+) Cerai Karena Poligami: Tinjauan Fiqh Islam Nusantara Terhadap Maraknya Cerai Gugat di Indonesia | Ahmad Rajafi - Academia.edu

v  (99+) Keabsahan Dalil Nikah Siri Di Indonesia setelah Berlakunya Undang-undang tentang perkawinan | Iza Zul - Academia.edu

v  (99+) Fikih Kebinekaan | Zakiyuddin Baidhawy - Academia.edu

v  (99+) NALAR ISLAM | Abdul Mukti - Academia.edu

v  (99+) Pesantren Di Dalam Penjara | Muhammad Khamdan - Academia.edu

v  (99+) KONTRIBUSI HUKUM PIDANA ISLAM DALAM PEMBENTUKAN HUKUM NASIONAL [Penelusuran, Pemetaan, dan Pengujian Respon serta Pemikiran Lembaga dan Organisasi Islam terhadap RUU KUHP] | ahmad bahiej - Academia.edu

v  (99+) SOSIOLOGI PESANTREN: DIALEKTIKA TRADISI KEILMUAN PESANTREN DALAM MERESPON DINAMIKA MASYARAKAT (Potret Pesantren di Lombok Nusa Tenggara Barat | Samsul Lutfi - Academia.edu

v  (99+) Runtuhnya KARISMA TUAN GURU | Agus D E D I Putrawan - Academia.edu

v  (99+) Konstruksi Nilai Kebangsaan dalam Sejarah | alu ozi - Academia.edu

v  (99+) Pesantren & Gerakan Feminisme di Indonesia | Saipul Hamdi - Academia.edu

v  (99+) PENDIDIKAN BERPERSPEKTIF GENDER DI PESANTREN | Hamam Burhanuddin - Academia.edu

v  (99+) Otoritarianisme dalam Bahtsul Masail NU | Ahmad Muttaqin - Academia.edu

v  (99+) Fikih dan HAM Best Practice KUA | Mukhammad Nur Hadi - Academia.edu

v  BAB III (walisongo.ac.id)

v  SKRIPSI CICI WIDYA SARI.pdf (uin-suska.ac.id)

v  Buku_Saku_Moderasi_Beragama-min.pdf (kemenag.go.id)

v  Gagasan Mengindonesiakan Islam (uksw.edu)

v  (99+) Wahabi Menuduh NU Menjawab - Melestarikan Amaliyah NU | Borneo Warehouse - Academia.edu

v  (99+) Wahabi Menuduh NU Menjawab - Melestarikan Amaliyah NU | Borneo Warehouse - Academia.edu

v  Tuhan Tidak Perlu Dibela – GusdurNet

v  (99+) BUKU PINTAR BERDEBAT DENGAN WAHHABI | NQ Rais - Academia.edu

v  (99+) PENGABDIAN SEORANG KYAI UNTUK NEGERI | Amak Ubaidillah - Academia.edu

v  (99+) PROSIDING MUKTAMAR PEMIKIRAN SANTRI NUSANTARA 2019 | Sufyan Syafi'i - Academia.edu

v  (99+) Sekadar Melanjutkan | Moh Abdul Aziz Nawawi - Academia.edu

v  (99+) MEMBACA DAN MENGGAGAS NU KE DEPAN: SENARAI PEMIKIRAN ORANG MUDA NU | Abid Rohmanu - Academia.edu

v  (99+) ahlussunnah wal jamaah | Ardani FF - Academia.edu

v  (99+) Terjemah Risalah Ahlussunnah wal Jama'ah KH. Hasyim Asy'ari versi LTMNU Pusat.pdf | Wiwid Wijayanto - Academia.edu

v  (99+) Kenalilah akidahmu | Sea Man - Academia.edu

v  (99+) Kafirnya Tuduhan Kafir | Gombal Amoh - Academia.edu

v  (99+) H. Abdul Somad, Lc., MA. 37-masalah-populer.pdf | Perguruan Islam Al Khairat Percut - Academia.edu

v  (99+) Aqidah ASWAJA | Kholiq Muhtarom - Academia.edu

v  (99+) ِ ‫ﻴﻢ ِ ‫ﱠﺣ ‫اﻟﺮ ِ ‫ْﻤﻦ ‫ﱠﺣ ‫اﻟﺮ ِ ‫اﷲ ِ ‫ْﻢ ‫ِﺴ ‫ﺑ RADIKALISME SEKTE WAHABIYAH | khairul ihwan - Academia.edu

v  (99+) Penentangan Terhadap Wahabi, Ikhwan Syed Qutb, Hizbut Tahriri, Hisham Kabbani, Nazim Qubrusi dan Daghestani | Mohd Asyran Safwan Kamaruzaman - Academia.edu

v  (99+) Bahaya HTI | Cipto Unesa - Academia.edu

v  (99+) Metodologi Studi Islam: Memahami Islam Rahmatan Lil'alamin | Asep M A U L A N A Rohimat - Academia.edu

v  (99+) Bidah menurut Imam Madzhab | Santri dotNet - Academia.edu

v  (99+) AMALAN WARGA NAHDLIYIN (NU | Achmad Mubarok - Academia.edu

v  (99+) Fiqih Ikhtilaf NU dan Muhammadiyah | bayu priyo mukti - Academia.edu

v  (99+) Reinterpretasi Konsep Bid'Ah Dan Fleksibilitas Hukum Islam Menurut Hasyim Asyari | Robi Sugara - Academia.edu

v  (99+) Mengupas Manka Kullu dalam hadis bidah | Santri dotNet - Academia.edu

v  (99+) Sistem Pergaulan Dalam Islam (An-Nizham Al-Ijtima’i fi Al-Islam) | Uch Ta - Academia.edu

v  (99+) Menjaga Tradisi Mewarisi Modernitas-Lengkap | Suadi, S.Ag., M.Si Suadi, S.Ag., M.Si - Academia.edu

v  (99+) Gerakan Santri Aceh Mewujudkan perubahan | Teuku Zulkhairi and Teuku Zulkhairi - Academia.edu

v  (99+) MISWARI ISLAM WACANA DAN INSPIRASI | Miswari Zawiyah - Academia.edu

v  (99+) EKSISTENSI TAREKAT | EKO NOPRIYANSA - Academia.edu

v  (99+) Tarekat Naqsyabandiyah-Khalidiyah Babussalam (TNKB): Dari Doktrin, Seni hingga Arsitektur | Ziaulhaq Hidayat - Academia.edu

v  (99+) Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia: survei historis, geografis, dan sosiologis | Martin van Bruinessen - Academia.edu

v  (99+) TAREKAT QADIRIYAH ARAKIYAH DI PESANTREN AL-HIKAM DEPOK | Nur Istiqomah - Academia.edu

v  (99+) AKSIOLOGI DHIKR ALLA<H DALAM TASAWUF 'AMALI< Short Course Metodologi Penelitian Antropologi Agama Tahun 2013 Oleh: STF UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA BEKERJA SAMA DENGAN DIREKTORAT PENDIDIKAN TINGGI ISLAM DITJEN PENDIDIKAN ISLAM KEMENTERIAN AGAMA RI | Ach Shodiqil Hafil - Academia.edu

v  (99+) PROFIL PAHAM DAN GERAKAN KEAGAMAAN | Zaydzz Zz - Academia.edu

v  (99+) ALIRAN-ALIRAN KEAGAMAAN AKTUAL DI INDONESIA KEMENTERIAN AGAMA RI | rifka sina - Academia.edu

v  (99+) PENGELOLAAN MADRASAH DINIYAH Sistem Nilai dan Kepemimpinan dalam Budaya Organisasi pada Madrasah Diniyah Di Kudus | Ridha Fauzia - Academia.edu

v  mat Tambakberas (mualliminenamtahun.net)

v  (99+) HUJJAH AHLI TAHLIL (Menjawab Problematika Bid'ah Yang Dianggap Sesat) | Samsul M A Ma'arif (ORCID ID : 0000-0002-6792-1678) - Academia.edu

v  (99+) Politik Identitas dan Masa Depan Pluralisme Kita | Abdul Wele - Academia.edu

v  (99+) AGAMA, KETERBUKAAN DAN DEMOKRASI | Muslim Share - Academia.edu

v  (99+) PEMIKIRAN NURCHOLISH MADJID TENTANG PENDIDIKAN AGAMA ISLAM MULTIKULTURAL PLURALISTIK (PERSPEKTIF SOSIOLOGI PENGETAHUAN | Ahmadsyah Mas'ud - Academia.edu

v  (99+) Nirkekerasan dan Bina-Damai Dalam Islam Studi atas Pemikiran dan Gerakan KH. Abdurrahman Wahid.pdf | Sulaiman Sulaiman - Academia.edu

v  (99+) Pemikiran Kebangsaan & Demokrasi Abdurrahman Wahid | Thoriq Tri Prabowo - Academia.edu

v  (99+) Kolom Gus Dur | King Hasan - Academia.edu

v  (99+) LAJNAH BAHTSUL MASA'IL NAHDATUL ULAMA (NU) (STUDI TERHADAP PROSES PENEMUAN HUKUM | Rizal Khadapi - Academia.edu

v  AL-KUTUB AL-MU’TABARAH DI LINGKUNGAN NU DAN IMPLEMENTASINYA DI LAPANGAN (staialanwar.ac.id)

v  34212235.pdf (core.ac.uk)

v  BAB I, V, DAFTAR PUSTAKA.pdf (uin-suka.ac.id)

v  VERSI BUKU ABDUL WAFI.pdf (uinjkt.ac.id)

v  Kumpulan Bahtsul Masaail - Seri 1 (mediafire.com)

v  Kumpulan Bahtsul Masaail - Seri 2 (mediafire.com)

v  Kumpulan Bahtsul Masaail - Seri 3 (mediafire.com)

v  Kumpulan Hasil Bahtsul Masail Lengkap | Tedi Sobandi

v  Bahtsul Masail Terlengkap Dari Berbagai Forum - Aswaja Muda

v  Hasil Keputusan Bahtsul Masail – NU Online Sumenep (pcnusumenep.or.id)

v  Download ebook Kumpulan Bahtsul Masa'il | Padepokan Padang Ati (ppa) (ashakimppa.blogspot.com)

v  374355-ilhaq-dalam-bahtsul-masail-nu-antara-ijt-2862d2d4.pdf (neliti.com)

v  Rujukan Kitab Untuk Ilmu Syariah | rumahfiqih.com

v  BAB I, V, DAFTAR PUSTAKA.pdf (uin-suka.ac.id)

v  Tradisi-Bahtsul-Masail.pdf (um.ac.id)

v  Kitab Kuning dan Tradisi Keilmuan Pesantren (kemenag.go.id)

v  PRAKTEK ISTINBATH HUKUM BAHTSUL MASAIL PONDOK PESANTREN HIDAYATUL MUBTADI-IEN NGUNUT TULUNGAGUNG - Institutional Repository of UIN SATU Tulungagung (iain-tulungagung.ac.id)

v  Muallimat Tamba (mualliminenamtahun.net)

v  AL-KUTUB AL-MU’TABARAH DI LINGKUNGAN NU DAN IMPLEMENTASINYA DI LAPANGAN (staialanwar.ac.id)

v  Fathul Kutub dan Bahtsul Masail Kajian Kitab Kuning untuk Santri | Pondok Pesantren Darussalam Rajapolah Tasikmalaya - 549 (darussalam-tasik.or.id)

v  Bahtsul Masail Diniyah - Pengembangan sumber hukum Islam dan rujukan fatwa hukum di lingkungan Nahdlatul 'Ulama (pesantren.web.id)

v  Fikih Nahdlatul Ulama – Laman 3 – Universitas Islam An Nur Lampung (an-nur.ac.id)

v  34212235.pdf (core.ac.uk)

v  Bahtsul Masa’il NU: Media Pemikiran Hukum Islam | Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (walisongo.ac.id)

v  Tradisi-Bahtsul-Masail.pdf (um.ac.id)

v  BAB II.pdf (uinbanten.ac.id)

v  MEMBACA DAN MENGGAGAS NU KE DEPAN 155X240.indd (iainponorogo.ac.id)

v  8. 2017206HK-S3BAB III.pdf (uin-suska.ac.id)

v  Khittah-dan-Khidmah-NU_Indonesian.pdf (libforall.org)

v  buku orde baru.pdf (radenintan.ac.id)

v  Fiqih-Penyandang-Disabilitas.pdf (batukarinfo.com)

v  buku Fikih Penanggulangan sampah.pdf (archive.org)

v  12311113.pdf (iiq.ac.id)

v  Hasil-Munas-dan-Konbes-NU-2017.pdf (lwpnujatim.com)

v  Inilah Kumpulan Daftar Kitab Yang Dijadikan Rujukan Bahtsul Masa'il - NGAJI SALAFY

v  Wahbah Zuhaili Berterimakasih Kitabnya Jadi Rujukan Bahtsul Masail (nu.or.id)

v  Rujukan Kitab Untuk Ilmu Syariah | rumahfiqih.com

v  Buku terkait NU ~ Buku Gratis (bukugratisuntukmu.blogspot.com)

v  Buku terkait NU ~ Buku Gratis (bukugratisuntukmu.blogspot.com)

v  KEPUTUSAN MUKTAMAR NAHDLATUL ULAMA KE-1. Surabaya, 21 Oktober 1926 M. | Profil Nahdlatul Ulama › LADUNI.ID - Layanan Dokumentasi Ulama dan Keislaman

v  (Download PDF) Buku Bahtsul Masail Al-Waqiiyah (dokumen.tips)

v  Penulis Buku Sang Penggerak NU.pdf (unas.ac.id)

v  FIQIH (radenfatah.ac.id)

v  PBNU_Perjuangan-Besar-Nahdlatul-Ulama (baytarrahmah.org)

v  1. Buku Sunni dan Wahabi.pdf (ar-raniry.ac.id)

v  BAB III.pdf (uin-antasari.ac.id)

v  111 (lipi.go.id)

v  20212U0223322342_116.pdf (iainmadura.ac.id)

v  Mengenal 18 Lembaga-lembaga NU Tugas dan Fungsinya (numajalengka.or.id)

v  Hasil Munas dan Konbes NU 2012.pdf - Google Drive

v  Hasil Munas dan Konbes NU 2017-1.pdf - Google Drive

v  MATERI-MUNAS-KONBES-NU-2021-FINAL.pdf - Google Drive

v  Kumpulan Hasil Bahtsul Masail - KangMasroer.Com

v  10 Fikih Kontemporer (Sebuah Dialektika) Final.pdf (uinsu.ac.id)

Comments
0 Comments

Tidak ada komentar: