HIDUP ADALAH UJIAN

SELAMAT DATANG DI BLOG " KHAIRUL IKSAN "- Phone : +6281359198799- e-mail : khairul.iksan123@gmail.com

Rabu, 17 Mei 2023

Islam, Kebenaran, Politik & Keterkaitannya

 


Ada Dua Macam Kebenaran 

Jika ada yang bertanya, kota New York itu berada di timur Jakarta atau di barat Jakarta? Jawabannya mungkin beragam, ada yang bilang ‘barat’ dan ada pula ada yang jawab ‘timur’. Jawaban keduanya punya alasan masing-masing. Misalnya, coba saja Anda terbang ke arah timur pasti akan tiba di kota New York? Tapi, bukankah begitu pula jika kita terbang mengelilingi bumi ke arah ke barat?

Contoh lain, poligami di dunia barat dianggap tak bermoral, tapi dalam budaya Indonesia dianggap biasa saja. Di Jepang nyerobot antrian dianggap tak bermoral, dalam budaya Indonesia hal tersebut masih dianggap biasa. Di pedalaman papua, orang berjalan di depan umum hanya pakai koteka adalah hal yang biasa, tapi jangan lakukan hal itu di jalanan kota Bandung, sebab kau akan dianggap gila.

Jadi, mana yang benar?

Nah, banyak orang berdebat tentang kebenaran. Masing-masing mengklaim diri sebagai yang paling benar. Aneka argumen dan alasan dimuntahkan. Bahkan, ada yang sampai berakhir dengan caci maki dan kekerasan fisik. Saya sendiri hanya mengenal dua kebenaran dalam hidup ini, yaitu kebenaran subjektif dan kebenaran objektif.

 

Kebenaran Subjektif

Kebenaran subjektif adalah kebenaran yang melibatkan persepsi pengamatnya, sering pula disebut kebenaran relatif. Seorang aktivis posmo yang bernama Michael Fackerell pernah mengucapkan suatu slogan yang berbunyi “All is relative” (Semua adalah relatif). Ya, semuanya adalah relative. Benar bagi anda belum tentu benar bagi yang lainnya, tidak ada kebenaran yang benar-benar mutlak.

Bahkan, Einstein pernah mengemukakan suatu teori yang disebut teori relativitas. Secara sederhana teori ini menyebutkan bahwa kecepatan/laju suatu benda amat tergantung pada keadaan si pengamat atau benda lain yang menjadi pembandingnya. Kecepatan tank T-72 yang dikendarai tentara Garda Republik saat perang Irak akan mempunyai angka yang berbeda jika dilihat dari helikopter Apache yang terbang diam di dekatnya dan jika dilihat dari pesawat tempur F-16 yang sedang memburunya.

Amrozi Cs ngebom sana-sini, ratusan orang tewas, ratusan orang pula kehilangan orang-orang tersayangnya. Apa yang ia katakan “saya melakukan ini karena saya yakin hal ini benar”. Cuiiihh…lihat…orang gila yang kini di neraka itu mengatakan bahwa dirinya melakukan sesuatu yang benar. Ya….kebenaran memang subjektif, relatif, tergantung pada persepsinya masing-masing.

Tidak ada yang betul-betul salah atau benar mengenai apapun. Apa yang mungkin “benar bagi Anda” tidak berarti “benar bagi saya.”

 

Kebenaran Objektif

Kebenaran objektif adalah kebenaran apa adanya tanpa melibatkan persepsi pengamatnya. Kebenaran ini melibatkan persesuaian antara apa yang diketahui dengan fakta sebenarnya. Umpamanya, binatang kaki seribu memiliki kaki 1000. Setelah diteliti ternyata binatang kaki seribu hanya memiliki 666 kaki, karena pengetahuan tidak sesuai dengan obyek maka pernyataan dianggap keliru. Namun saat dinyatakan binatang kaki seribu memiliki kaki 666, maka pernyataan dianggap benar.

Menurut ilmu fisika, kecepatan cahaya di ruang hampa akan selalu sama dari sudut manapun seorang pengamat melihatnya. Kecepatan cahaya tidak pernah relatif dan selalu terhadap pengamat. Kecepatan cahaya selalu benar dari sudut mana pun seorang pengamat melihatnya. Begitu pula dengan hukum-hukum fisika lainnya, ia berlaku sama di manapun dan kapanpun di alam semesta ini dan tidak bergantung pada persepsi pengamatnya. Ini adalah contoh kebenaran objektif.

Matematika dan sains mendekati kebenaran objektif, maka orang sering menyebutnya dengan ilmu pasti. Saya katakan mendekati, karena terkadang unsur subjektivitas tetap ada. Misalnya, bila ditanyakan berapa 2 ditambah 2 pasti spontan dijawab 4, namun justru ada beberapa jenis soal yang sebaiknya 2 ditambah 2 tidak dijawab 4 namun hasil mutlak dari akar 16. Hal ini ditujukan supaya soal dapat dikerjakan dengan efisien.

Berikut ini adalah contoh lain yang tidak serius, misal: bagi tukang cuci-cetak foto lain lagi. Jika ditanya 2 x 3 berapa hasilnya? Jawabnya ada yang mengatakan Rp 500, Rp 1.000, Rp 2.000. Padahal, dalam ilmu pasti hasil perkalian 2 x 3 sama dengan 6. Di beberapa swalayan bahkan jika Rp 10.000 uang yang kita miliki dibelikan Rp 9.500 untuk harga sebungkus roti bagelen hasilnya bisa berupa sebungkus roti bagelen dan 3 buah permen. Padahal yang benar adalah si pembeli mendapat sebungkus roti bagelen dan uang kembalian Rp 500. Objektif yang menjadi subjektif bukan?

Jadi, suatu objek dapat didekati secara subjektif, bahkan di ranah kebenaran objektif sekalipun. Begitulah, semua objek bisa dipersepsi secara berbeda. Objeknya sama, tetapi persepsinya yang berbeda. Dulu matahari dianggap mengelilingi bumi, tetapi kemudian ilmu pengetahuan menjelaskan bahwa bumi-lah yang mengelilingi matahari. Objeknya sama, faktanya sama, tidak berubah, dan itu-itu saja, hanya persepsinya yang berubah.

Kalau begitu relativitas bisa menimbulkan kekacauan atau ketidakpastian, karena masing-masing orang sangat mungkin memiliki persepsi atau pemahaman yang berbeda, misalnya dalam norma-norma sosial?

Betul.

Lalu, apa yang kita perlukan dalam ketidakpastian ini?

Jawabnya: menetapkan konsensus bersama.

Ya acuan. Jika kita berpegang pada acuan yang telah menjadi kesepakatan bersama, saya pastikan tidak akan terjadi kekacauan. Konsensus dalam bernegara adalah undang-undang, atau dalam tingkat internasional ada Piagam HAM atau perjanjian antarnegara, itulah yang harus jadi acuan. Sepanjang Anda tidak melanggar undang-undang yang telah ditetapkan, seharusnya setiap tindakan Anda tak perlu dipermasalahkan.

Misal, perkara seks pranikah banyak pendapat yang pro dan kontra. Ya ….kita kembalikan saja pada acuan yang telah disepakati bersama, yaitu undang-undang. Adakah KUHP mengatur hal ini? Adakah KUHP menyebutnya sebagai pelanggaran hukum? Tidak ada. Selesai toh.

Instrumen undang–undang dibuat untuk menyamakan persepsi masyarakat agar mendekati hanya satu persepsi saja. Tapi, harus diingat pula bahwa yang membuat undang-undang adalah manusia juga yang memiliki subjektivitas, sehingga sangat mungkin suatu undang-undang dibuat dalam kondisi subjektif sehingga terkadang menjadi bias dan multiinterpretasi. Tetapi, minimal kita telah memiliki acuan yang telah disepakati bersama.

Lalu, bagaimana dengan kitab suci, apakah bisa menjadi acuan? Dalam kultur masyarakat yang homogen satu keyakinan mungkin bisa diterapkan, tetapi dalam kultur masyarakat yang heterogen dengan keyakinan yang beragam tidak mungkin dilakukan. Hal ini karena hanya akan menimbulkan anak emas bagi satu keyakinan dan diskriminasi bagi penganut keyakinan lainnya. Lihat saja, kitab suci dianggap sebagai kebenaran hanya oleh penganutnya. Di luar penganutnya, semua yang tertera dalam kitab suci akan dianggap sebagai dongeng, yang sama nilainya dengan isi novel Harry Potter.

Perbedaan persepsi dalam memandang kebenaran suatu objek pada hakikatnya bukanlah suatu pembeda yang saling menghancurkan satu sama lain, namun merupakan pelengkap yang saling menyempurnakan. Berpikir positif, saling menghargai, toleransi, dan rasa kebersamaan akan meminimalisir akibat dari perbedaan persepsi atas suatu objek. Kuncinya? Kembali kita harus mengacu pada acuan yang telah disepakati bersama.

Tak Ada Kebenaran Mutlak: All is Relative.

Oh ya, ….opini ini pun relative, iya toh?

 

Ikhwal Kebenaran dalam Nalar Politik dan Kekuasaan

Oleh: M. Risfan Sihaloho

Ikhwal kebenaran dalam konteks politik adalah sesuatu yang absurd. Artinya, kebenaran politik itu sangat musykil untuk diukur objektivitas dan validitasnya. Kecendrungan ini boleh jadi disebabkan nalar politik yang memproduksi kebenaran itu memang cenderung bersifat relativistik dan pragmatistik.

Bila dicermati, tradisi politik praktis itu memang sering diidentikkan dengan ikhwal “kepentingan” belaka. Karenanya wajar kemudian kebenaran politik hanya semata dianggap sebagai hasil representasi dari kepentingan politik. Kebenaran politik yang disajikan tidak akan pernah lepas dan bebas dari nilai kepentingan politik. Sebagai implikasinya, muncul adagium yang memandang kebenaran dalam politik itu “tidak selalu harus benar” dan begitu juga kesalahan “tidak pula melulu mesti salah”.

Tentang hal ini, filsuf eksistensialis Prancis, Jean Paul Satre dengan sinis pernah menyebut politik tidak lain adalah sebuah ilmu yang memungkinkan pemiliknya (politisi) dapat menunjukkan bahwa dirinyalah yang paling benar, sedangkan orang lain salah.

Dengan demikian, wajar saja jika kemudian tindakan dan prilaku politik bisa menjadi “serba benar” atau “serba tidak keliru”, meskipun sebelumnya pandangan umum sudah menganggapnya sebagai sesuatu yang salah, kontroversial dan irrasional.

Begitulah. Dalam politik yang sering dilakukan oleh para politisi sebenarnya bukan memihak kepada kebenaran sejati, melainkan berpihak kepada kebenaran subjektif yang tidak lain merupakan cerminan dari kepentingan politik.

Monopoli Kebenaran

Mencari kebenaran itu lebih bernilai dibandingkan menguasainya  (Albert Einstain)

Bagi dunia filsafat  dan  ilmu pengetahuan, aforisma  yang dilontarkan ilmuan besar dunia  Albert Einstain di atas memang  adalah prinsip ideal yang seharusnya dipraktikkan. Tujuan ideal ilmu itu adalah mencari kebenaran.

Tetapi sepertinya itu tidak relevan — bahkan boleh jadi dianggap sesuatu yang  naïf – dilakukan di dalam dunia politik dan kekuasaan. Dalam logika politik dan kekuasan,  justru  ikhtiar mencari  kebenaran bukanlah suatu yang penting,  dan sama sekali bukan menjadi tujuan. Bagi politisi dan penguasa yang terpenting  adalah bagaimana menguasai dan mengendalikan kebenaran. Karena dengan mengendalikan dan menguasai kebenaran, akan membantu dan memudahkan politisi atau penguasa memenangkan kepentingannya.

Kalaupun ada  ruang untuk kebenaran, lebih sering itu hanya sebentuk bunga-bunga kata yang mekar di mulut mereka yang sebenarnya pendusta.  Jarang sekali kebenaran jadi bagian dari dedikasi dan komitmen mereka.

Dan biasanya, pihak yang paling potensial untuk menguasai kebenaran adalah mereka yang sedang memegang kekuasaan. Semakin besar kekuasaan yang digenggam, maka semakin besar peluang memenangkan pertarungan untuk menguasai kebenaran.

Dalam konteks politik dan kekuasaan, makna menguasai kebenaran adalah bagaimana penguasa menggunakan segenap kekuasaan yang dimilikinya secara optimal untuk selalu merasionalisasi dan membenarkan setiap perilaku dan kebijakan yang dikeluarkannya.

Tentunya kita masih ingat, di masa pemerintahan Orde Baru, bangsa ini pernah mengalami masa dimana telah terjadi monopoli kebenaran oleh rezim penguasa. Atas nama negara, penguasa otoritarian saat itu tampil sebagai pembuat sekaligus penafsir tunggal kebenaran politik untuk mengamankan status-quo kekuasaannya.

Dalam segala hal pihak penguasa selalu memaksakan semua yang dilakukannya harus dianggap dan diamini sebagai sesuatu kebenaran yang tidak pernah salah. Dan jika ada pihak-pihak yang berupaya menginterupsi atau mengoreksinya, maka itu akan dianggap sebagai tindakan subversif yang kemudian pantas untuk dibungkam secara represif.

Terbukti, tidak sedikit tokoh, kelompok dan media massa yang mencoba nekat menyuarakan dan memperjuangkan kebenaran yang berbeda dengan kebenaran pemerintah telah menjadi korban kelaliman penguasa pada waktu itu.

Namun setelah rezim Orba runtuh dan bangsa ini memasuki era reformasi, kondisi pun berubah drastis. Kehadiran gerakan reformasi sebagai antitesa dari Orba telah membawa angin perubahan yang cukup radikal bagi bangsa ini. Salah satu implikasi yang paling menonjol dari kehadiran gerakan reformasi adalah terbukanya kran kebebasan ditengah-tengan kehidupan bernegara, termasuk dalam sektor kehidupan politik.

Tak ayal, eforia pun melanda sebagian besar anak bangsa menyambut era kebebasan tersebut. Tiba-tiba siapapun tidak tabu lagi untuk bersuara memuntahkan aspirasinya. Begitu juga terkait kebenaran politik, negara bukan lagi jadi satu-satunya penguasa tunggal kebenaran politik yang dominan. Setiap orang atau kelompok kepentingan bebas memiliki klaim kebenaran politik masing-masing.

Politik Pembenaran

Dalam perkembangan selanjutnya, meskipun determinasi negara terhadap kebenaran politik sudah berkurang sedemikian rupa, sesungguhnya bukan berarti syahwat penguasa untuk menguasai kebenaran politik mengalami stagnasi.

Seperti yang terlihat belakangan ini, sebenarnya gelagat hasrat pihak penguasa untuk menguasai kebenaran politik masih cukup besar. Namun masalahnya, rezim penguasa di zaman reformasi tidak menguasai kebenaran politik dengan cara kursif seperti yang dipraktikkan oleh rezim penguasa orba. Oleh karenanya pilihan yang paling efektif diambil penguasa adalah dengan cara memaksimalkan hegemoni kekuasaan yang dimilikinya.

Dalam konteks hegemoni, pihak penguasa dengan segenap instrumen kekuasaannya dituntut mampu lebih moderat untuk “memaksakan” versi kebenaran politiknya. 

Politik Kebenaran

Jika kebenaran politik begitu musykil untuk dipercaya, maka sesungguhnya masih ada bentuk representasi lain yang justru penting untuk selalu diperjuangkan dan ditradisikan, yakni “politik kebenaran”. Apa itu politik kebenaran?

Secara sederhana, politik kebenaran itu dapat diartikan dengan politik ketulusan. Artinya, politik dan kekuasan harus selalu dijalankan dengan etos  ketulusan dalam rangka memperjuangkan kemaslahatan bersama (bonum commune). Seorang politisi atau penguas yang menganut ideologi politik kebenaran akan senantiasa menjadikan dunia politik dan kekuasaan sebagai instrumen perjuangan untuk mewujudkan kebenaran dan kebaikan.

Dalam konteks kehidupan bernegara, secara konseptual kebenaran itu adalah nilai-nilai ideal yang telah disusun dan dirumuskan dalam dasar negara.

Di Indonesia, konsep aksioma kebenaran itu tak lain terkandung dalam Pancasila dan UUD1945. Keduanya menjadi postulat dan standar rujukan kebenaran bagi segenap komponen bangsa yang harus senantiasa diamalkan dalam kehidupan bernegara.

Akan tetapi, sepertinya bagi politisi hal ini bukanlah sesuatu yang mudah dan menguntungkan untuk dilakukan dalam kultur politik pragmatis. Karena dunia politik adalah kumpulan fakta dan realitas yang syarat kebohongan dan kemunafikan. Seperti pernah diungkapkan George RR Martin dalam bukunya “A Clash of Kings” (1998); “orang sering mengklaim rasa lapar akan kebenaran, tapi jarang menyukai rasa itu saat disajikan“.

Dan perlu dipahami, politik kebenaran tidak sama dengan politik pembenaran. Politik kebenaran adalah bentuk praksis dari tradisi politik adiluhung (high politic), sedangkan politik pembenaran merupakan praktik politik murahan (low-politic) yang ditujukan untuk membenarkan perilaku busuk politik.

Penutup

Boleh jadi, bagi sebagian orang gagasan politik kebenaran mungkin dianggap sebagai sesuatu yang utopis dan tidak realistik. Namun meskipun demikian, jangan sampai hal itu membuat kita pesimis dan melemahkan iktikad kita untuk terus berusaha menyirami konstelasi dunia politik kita yang begitu kering-kerontang dari nilai-nilai kebenaran, kejujuran dan ketulusan.

Kita berharap masih ada —walaupun segelintir – politisi di negeri ini yang masih memiliki hati yang bersih untuk ikhlas memperjuangkan politik kebenaran dan punya nyali untuk mengatakan seperti yang pernah dinyatakan oleh Umar bin Khattab; “Jika ada seribu orang yang membela kebenaran, aku berada diantaranya. Jika ada seratus orang yang membela kebenaran, aku berada diantaranya. Jika ada sepuluh orang pembela kebenaran, aku tetap ada di barisan itu. Dan jika hanya ada satu orang yang tetap membela kebenaran, maka akulah orangnya.”. Semoga (*)

Sumber Tulisan dan Tulisan Terkait Islam, Politik dan Kebenaran :

1)      Ikhwal Kebenaran dalam Nalar Politik dan Kekuasaan – TAJDID.ID

2)      Ada Dua Macam Kebenaran - Kompasiana.com

3)      Einstein taught us: It’s all ‘relative’ (snexplores.org)

4)      Questions for ‘Einstein taught us: It’s all relative’ | Science News Explores (snexplores.org)

5)      Einstein explains: It's all relative | Science in the Classroom

6)      When Einstein said that everything is relative, did he mean that the absolute doesn't exist? - Quora

7)      Everything Is Relative: A Powerful Perspective on Life (tomaslau.com)

8)      Albert Einstein and the Theory of Relativity (rochester.edu)

9)      Theory of relativity - Wikipedia

10)  Ep. 9: Einstein's Theory of Special Relativity | Astronomy Cast

11)  Explaining Einstein's Theory of Special Relativity (wondriumdaily.com)

12)  Jenis Kebenaran, Teori Kebenaran dan Sifat Kebenaran – Universitas Islam An Nur Lampung (an-nur.ac.id)

13)  62067-ID-teori-kebenaran-perspektif-filsafat-ilmu.pdf (neliti.com)

14)  PowerPoint Presentation (kemdikbud.go.id)

15)  Kebenaran - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

16)  DASAR PENGETAHUAN (uns.ac.id)

17)  HAKIKAT DAN TEORI-TEORI KEBENARAN (gurusiana.id)

18)  Memahami Filsafat: Teori-Teori Kebenaran - Bengkel Narasi

19)  Kebenaran Ilmiah.pdf (ar-raniry.ac.id)

20)  View of KEBENARAN DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT SERTA AKTUALISASINYA DALAM MEN-SCREENING BERITA (undiksha.ac.id)

21)  Arti dan Makna Kebenaran.pdf (uin-antasari.ac.id)

22)  22.Muchammad Iksan.pdf;sequence=1 (ums.ac.id)

23)  KEBENARAN ILMU, FILSAFAT DAN AGAMA | Wiharto | Forum Ilmiah (esaunggul.ac.id)

24)  Microsoft Word - Jurnal Peniel01 (sttjaffray.ac.id)

25)  (99+) Kebenaran dan Politik (Hannah Arendt) | Reza W Martunus - Academia.edu

26)  (99+) BAHASA PENCITRAAN DALAM WACANA IKLAN KAMPANYE CALON ANGGOTA LEGISLATIF | kasma wati - Academia.edu

27)  (99+) Geliat Media Massa dan Partai Politik Menuju Pemilu 2014 Oleh: Vinna Waty Sutanto | Vinna Sutanto - Academia.edu

28)  (99+) Strategi Komunikasi Online Parpol: Struktur-struktur di balik praktek | GILANG D E S T I PARAHITA and Nella Puspitasari - Academia.edu

29)  (99+) PERAN PARTAI POLITIK DALAM MOBILISASI PEMILIH PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU POLITIK PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2009 | Ahmadsyah Mas'ud - Academia.edu

30)  (99+) Modalitas dan Profesionalisasi Tim Pemenangan Dalam Pileg 2014 di Jawa Tengah, Indonesia | David Efendi - Academia.edu

31)  (99+) PERIHAL KAMPANYE | August Mellaz and Fritz -Hurriyah - Academia.edu

32)  (99+) Partai Politik, Sistem Proporsional Terbuka, dan Pembiayaan Kampanye Pada Pileg 2014 | Ahsanul Minan - Academia.edu

33)  (99+) Politik Uang di Pemilu 2019. Mitos atau Realitas? | Dian Permata - Academia.edu

34)  (99+) Pemilu Berkualitas dan Legitimasi Pemerintahan Hasil Pemilu Oleh : Arif Nurul Imam | Arif Nurul Imam - Academia.edu

35)  (99+) Muslim Visioner | Amang Syafrudin - Academia.edu

36)  Politik Kebenaran - Banjarmasinpost.co.id (tribunnews.com)

37)  Mempertaruhkan kebenaran faktual dalam politik - ANTARA News

38)  Kebenaran Politik Adalah Mencintai Rakyat! Kurang Tepat dan Terlalu Generalisasi - Galeri Sumba

39)  Media dan Politik Pascakebenaran - Kompas.id

40)  Pers Pilar Penegak Kebenaran - Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (jatengprov.go.id)

41)  Sistem Demokrasi: Marketing Politik dan Jaminan Kebenaran Informasi - Neliti

42)  Kementerian Komunikasi dan Informatika (kominfo.go.id)

43)  View of Politisasi Agama di Tahun Politik: Politik Pasca-Kebenaran di Indonesia dan Ancaman bagi Demokrasi (uin-suka.ac.id)

44)  Michel Foucault: Kuasa/Pengetahuan, (Rezim) Kebenaran, Parrhesia | Adlin | Jaqfi: Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam (uinsgd.ac.id)

45)  Kebijakan AS terhadap China: Ketika Kebenaran Dikorbankan demi Keuntungan Politik (sindonews.com)

46)  Kebenaran yang Terbelah : Populisme Islam dan Disinformasi Politik Elektoral | Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (lipi.go.id)

47)  Pasca-Kebenaran di Tahun Politik (nu.or.id)

48)  STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK DIGITAL PASCA-KEBENARAN | Mustaqim | Jurnal Dakwah Risalah (uin-suska.ac.id)

49)  Zainul Maarif, Lima Tesis tentang Politik Pasca Kebenaran (Five Theses on Post-Truth Politics) - PhilPapers

50)  Philosophy of Political Science - Bibliography - PhilPapers

51)  Frieder Vogelmann, The Problem of Post-Truth. Rethinking the Relationship between Truth and Politics - PhilPapers

52)  Michael P. Lynch, Truth Pluralism, Truth Relativism and Truth-aptness - PhilPapers

53)  Artikel Otto Gusti Demokrasi dan Kebenaran.pdf (iftkledalero.ac.id)

54)  Gubernur Lemhannas RI: Era Post Truth, Kebenaran Bisa Tumbang oleh Kebohongan

55)  Peran Media Semakin Relevan Suarakan Kebenaran - Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (perludem.org)

56)  Menilik Kebenaran dari Sesuatu yang Dibenar-benarkan – UPN NEWS (pers-upn.com)

57)  View of Bahasa dan Narasi Politik Kreatif; Kontestasi Merebut Kebenaran Islam dalam Demokrasi Digital 2019 di Indonesia (kopertais4.or.id)

58)  Demokrasi dan Kebenaran (mediaindonesia.com)

59)  Modul Fasilitasi Kelas Politik Cerdas Berintegritas (PCB) Bagi Politisi - ACLC KPK

60)  Politik Kekuasaan atau Kebenaran? | kumparan.com

61)  View of Kebenaran Yang Terbelah: Populisme Islam dan Disinformasi Politik Elektoral (jurnal-maarifinstitute.org)

62)  Diskusi Bulanan KOMAKO: Betapa Susah Mencari Kebenaran di Era Modern – Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (ugm.ac.id)

63)  Politik Sebagai Puisi Dan Ruang Kebenaran Yang Hampa (zonautara.com)

64)  Filsafat politik: Plato Aristoteles Augustinus Machiavelli | Perpustakaan Komnas Perempuan

65)  View of Politik Hukum Pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Aceh (uii.ac.id)

66)  berebut citra menjauhkan kebenaran - DATATEMPO

67)  Ruang_Untuk_Memperjuangkan_Kepentingan_Politik.pdf (undip.ac.id)

68)  Pendidikan-Politik-Upload.pdf (uny.ac.id)

69)  Pembusukan Demokrasi di Era Pasca Kebenaran | Batamnews.co.id

70)  Politik Kuasa Media - Perpustakaan Amir Machmud (kemendagri.go.id)

71)  Hasto: Hendaknya Rapimnas untuk Menyampaikan Politik Kebenaran (carapandang.com)

72)  Partai Politik Alternatif dan Pemilu – Referensi HAM (elsam.or.id)

73)  Apa itu Kebenaran Politik? – Artikel Hiham.id (hisham.id)

74)  Kekuatan, Keadilan, dan Kebenaran Hukum Menentukan Masa Depan Bangsa - UPN Veteran Jakarta (upnvj.ac.id)

75)  Diskusi Pemikiran Bung Karno Hasto Sebut Mahfud MD Pejuang Politik Kebenaran (rm.id)

76)  Agama Dan Hegemoni Politik Kebenaran - nuruljadid.net

77)  Format Partai Politik dalam Sejarah Politik Islam | Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (walisongo.ac.id)

78)  Dampak Sistim Multipartai dalam Kehidupan Politik Indonesia (kemenkumham.go.id)

79)  Kebebasan, Alat Kekuasaan Bukan Penyangga Demokrasi (sulselprov.go.id)

80)  Sistim Demokrasi: Marketing Politik dan Jaminan Kebenaran Informasi | Poerwadi | Paradigma: Jurnal Masalah Sosial, Politik, dan Kebijakan (upnyk.ac.id)

81)  Isi_Artikel_246635672250.pdf (mercubuana.ac.id)

82)  Masa Politik Pasca-kebenaran (inews.id)

83)  Official Website Persatuan Jaksa Indonesia (kejaksaan.go.id)

84)  Munarman Dipolisikan, FPI Sebut Hukum Jadi Alat Politik Membungkam Kebenaran : Okezone Nasional

85)  Arteria Dahlan: Kebenaran akan Menemukan Jalannya Sendiri - DW Tempo.co

86)  Tiga Macam Kebenaran – PMNA Balecatur

87)  Kebenaran Segera Terkuak, Kejahatan Politik kah? - www.tilik.id

88)  Realitas, Politik, dan Pragmatisme - (lsfcogito.org)

89)  “Bolehkah Gereja Berpolitik?” – Character Building (binus.ac.id)

90)  BAPPerbandinganPolitik.pdf (uki.ac.id)

91)  Kebenaran dan Politik | RUMAH OPINI (wordpress.com)

92)  Politik Kebenaran vs Politik Kepalsuan: Sekjen PAN Kota Baubau “Tersenyum” Bukan Politik Pembenaran | Koran Sultra

93)  Paradigma Politik Muhammadiyah: Epistemologi Cara Berpikir dan Bertindak Kaum Reformis – PSM UMY

94)  Akal Politik Muhammadiyah: Skripturalis-Rasional vs Substansialis-Pragmatis (mediaindonesia.com)

95)  (99+) BUKU MUHAMMADIYAH | POLITIK ELIT MUHAMMADIYAH | Irwan P. Ratu Bangsawan - Academia.edu

96)  (99+) Politik Inklusif Muhammadiyah Narasi Pencerahan Islam untuk Indonesia Berkemajuan | Irwan P. Ratu Bangsawan - Academia.edu

97)  (99+) Kosmopolitanisme Islam Berkemajuan: Catatan Kritis Muktamar Teladan ke-47 Muhammadiyah di Makasar 2015 | Azaki Khoirudin - Academia.edu

98)  (99+) Pergumulan Islam dan Politik di Indonesia.pdf | Taufani Taufani - Academia.edu

99)  (99+) ISI BUKU PARTAI POLITIK4 | eka ekaseptiya - Academia.edu

100)           (99+) Partai Politk Islam : Masalah dan Tantangan Partai Politik Islam Pada Saat Ini | Ahmad Idham Aziz - Academia.edu

101)           (99+) Dilema Partai Politik Islam: Terpuruk dalam Kegagalan atau Menjawab Tantangan? | Ahmad Fuad Fanani - Academia.edu

102)           (99+) Islam dan Masa Lalu yang Membelenggu: Refleksi Pemikiran Ahmad Syafii Maarif | Dwi Wahyuni and Indah Fajar Rosalina - Academia.edu

103)           (99+) Politik Identitas dan Masa Depan Pluralisme Kita | Abdul Wele - Academia.edu

104)           (99+) Arah Baru Politik Islam di Indonesia: Dari Nalar Syariatik Menuju Islam Partisipatoris- Transformatif | Andar Nubowo - Academia.edu

105)           (99+) Menakar Urgensi Sistem Khilafah di Indonesia | Donald Q . Tungkagi - Academia.edu

106)           (99+) Khilafah: Ajaran Islam atau kepentingan politik? | Syarifah NurAini - Academia.edu

107)           (99+) Pertarungan Elite Politik.pdf | Mang Fwu Hamed - Academia.edu

108)           (99+) Klanisasi Demokrasi: Politik Klan Qahhar Mudzakkar di Sulawesi Selatan | Haryanto Musi - Academia.edu

109)           (99+) POLITIK DINASTI DAN PELEMBAGAAN PARTAI POLITIK | Abu Bakar - Academia.edu

110)           (99+) Soliditas Partai Islam: Pengalaman PKS di Pemilu 2014 | Ridho Al-Hamdi - Academia.edu

111)           (99+) Ambang Batas Pemilu: Pertarungan Partai dan Pudarnya Ideologi di Indonesia | Ridho Al-Hamdi - Academia.edu

112)           (99+) Ideologisasi Partai Islam Masyumi di Indonesia | Gili Argenti - Academia.edu

113)           (99+) Islam Politik Era Reformasi Pergulataan Ideologi Partai Politik Islam Antara Formalis dan Subtansi | Gili Argenti and Maulana Rifai - Academia.edu

114)           (99+) PERAN ASAS TUNGGAL PANCASILA DALAM MEMBENDUNG GERAKAN IDEOLOGI ISLAM GARIS KERAS | fikri rizka - Academia.edu

115)           (99+) Kearifan dalam “Persalinan” Pancasila (Suatu Dekonstruksi Historis Tarik-Ulur Hingga Kompromi antara Kalangan Nasionalis Sekuler dengan Nasionalis Muslim) | Arie Hendrawan - Academia.edu

116)           (99+) KASMAN SINGODIMEDJO PEMIKIRAN DAN PERGERAKAN | David Efendi - Academia.edu

117)           (99+) Islam dan Pancasila Pandangan Politik Kenegaraan Kasman Singodimedjo | David Efendi - Academia.edu

118)           (99+) ISLAM DAN SEBUAH IDENTITAS IDEOLOGIS (Membicarakan Kembali Percaturan Dalam Majelis Konstituante Tahun 1956-1959) | Fauzan Sandiah - Academia.edu

119)           (99+) Negara Pancasila vis-a-vis Negara Islam | PEPEN I R P A N FAUZAN - Academia.edu

120)           (99+) M. Natsir Politik Santun Diantara Dua Rezim | Aqil Aziz - Academia.edu

121)           (99+) Pemikiran dan Perjuangan M. Natsir | Aqil Aziz - Academia.edu

122)           (99+) Persis dan Politik Sejarah Pemikiran dan Aksi Politik | PEPEN I R P A N FAUZAN - Academia.edu

123)           (99+) SEJARAH PANCASILA SEBELUM KEMERDEKAAN | Firda Nisa Syafithri - Academia.edu

124)           (99+) SYARIAT ISLAM DALAM NEGARA HUKUM | Syamsuddin Radjab - Academia.edu

125)           (99+) ISLAM DAN NEGARA ;PEMIKIRAN ABU BAKAR BA'ASYIR | Bilqis 1104 - Academia.edu

126)           (99+) Salah Kaprah Khilafah | Azizul Ghofar - Academia.edu

127)           (99+) Perkembangan Paham Keagamaan Transnasional di Indonesia | Muhammad Sila - Academia.edu

128)           (99+) Gerakan Islam Transnasional : Ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir Indonesia, Salafi dan Jamaah Tabligh | Miftah Nazafa - Academia.edu

129)           (99+) Majalah Asy Syariah-Mengapa Teroris Tidak Pernah Habis | Tugas Kuliah 2014 - Academia.edu

130)           (99+) Buku ISIS dan WAHABISME SAUDI ARABIA.pdf | Ahmad Samantho - Academia.edu

131)           (99+) Laporan Penelitian - Politik Luar Negeri Arab Saudi dan Ajaran Salafi-Wahhabi di Indonesia.pdf | hasbi aswar - Academia.edu

132)           (99+) Pemikiran Wahabi & Salafi (Nofia & Dona) | nofia fitri and Mouliza Sweinstani - Academia.edu

133)           (99+) Ilusi Negara Islam - Gus Dur | Delapan Enam - Academia.edu

134)           (99+) Islamku, Islam Anda, Islam Kita by Abdurrahman Wahid | Abu Misykat - Academia.edu

135)           (99+) Pluralisme | Abdul Wele - Academia.edu

136)           (99+) MENGELOLA NEGARA ALA PKS | AMIR HAMDANI NASUTION - Academia.edu

137)           (99+) Relasi Politik OMS dengan Partai Politik | Chairul Fahmi - Academia.edu

138)           (99+) PERIHAL PELAKSANAAN HAK POLITIK | Erik Kurniawan and delia wildianti - Academia.edu

139)           (99+) Strategi Pencegahan Politik Uang | Dian Permata - Academia.edu

140)           (99+) Desain Partisipasi Masyarakat Dalam Pemantauan Pemilu.pdf | khudrotun nafisah - Academia.edu

141)           (99+) Islam Isme-Isme Aliran dan Paham lslam di lndonesia | Syarif Hidayatullah - Academia.edu

142)           (99+) Islam dan Negara | Donald Q . Tungkagi - Academia.edu

143)           (99+) Politik Indonesia Tahun 1990-an: Kebangkitan Ideologi? | Saiful Mujani - Academia.edu

144)           (99+) DINAMIKA POLITIK ISLAM DI INDONESIA | Andi Saudu - Academia.edu

145)           (99+) BUKU: ISLAM DAN KEGAGALAN DEMOKRASI: Menelusuri Jejak Politik Indonesia Hingga Penghujung Era Orde Baru | Irfan Tamwifi - Academia.edu

146)           (99+) Manusia Indonesia dan Keterpenjaraannya: Meretorik Ulang Wacana Indonesia | Taum Y O S E P H Yapi - Academia.edu

147)           (99+) Kompilasi sejarah politik full | Yulia Siska - Academia.edu

148)           (99+) BENTURAN ESTETIS ANTARA LIBERALISME, SOSIALISME, DAN ISLAM | Deni Junaedi - Academia.edu

149)           (99+) GHAZWUL FIKRI; POLA BARU MENYERANG ISLAM | Havis Aravik - Academia.edu

150)           (99+) ISLAM LIBERAL (SEJARAH KONSEPSI PENYIMPANGAN DAN JAWABANNYA) by Adian Husaini, M.A. Nuim Hidayat | Aqil Aziz - Academia.edu

151)           (99+) Pengaruh Kristen Orientalis Terhadap Islam Liberal by Adnin Armas, MA | Aqil Aziz - Academia.edu

152)           (99+) Kritik Studi Al-Qur'an Liberal | Fahmi Salim, MA | Aqil Aziz - Academia.edu

153)           (99+) MENIMBANG PARADIGMA HERMENEUTIKA DALAM MENAFSIRKAN AL-QUR'AN | azka annisa - Academia.edu

154)           (99+) Epistemologi Islam: Kedudukan Wahyu Sebagai Sumber Ilmu | Anwar Mujahidin - Academia.edu

155)           (99+) ANEKA PENDEKATAN DALAM TAFSIR AL-QUR`AN: DARI KHAZANAH PEMIKIRAN ISLAM HINGGA BARAT | Wardani Wardani - Academia.edu

156)           (99+) KAJIAN AL-QUR`AN DAN TAFSIR DI PERGURUAN TINGGI KEAGAMAAN ISLAM: PERSPEKTIF INTEGRASI ILMU DAN BERBAGAI WACANA PENDEKATAN | Wardani Wardani - Academia.edu

157)           (99+) SOSIOLOGI AL-QUR`ÂN: MENUJU MASYARAKAT IDEAL BERBASIS SPIRITUALITAS, MODERASI, DAN BERPERADABAN MAJU | Wardani Wardani - Academia.edu

158)           (99+) MASYARAKAT UTAMA DALAM AL-QUR`AN: SEBUAH TELAAH TEMATIK | Wardani Wardani - Academia.edu

159)           (99+) ISLAM RAMAH LINGKUNGAN: DARI EKO-TEOLOGI AL-QUR`AN HINGGA FIQH AL-BI`AH | Wardani Wardani - Academia.edu

160)           (99+) STUDI KRITIS ILMU KALAM: BEBERAPA ISU DAN METODE | Wardani Wardani - Academia.edu

161)           (99+) "Studi Islam di Era Multikultural: Respons UIN terhadap Kebijakan Rumpun Ilmu Agama" | Toto Suharto, Muhammad aniq, and Sri Hidayati - Academia.edu

162)           (99+) IDENTITAS DAN GLOBALISASI Menakar Kesadaran Politik, Ekonomi, dan Budaya Masyarakat Muslim Indonesia | Andi Holilulloh - Academia.edu

163)           (99+) POLITISASI IDENTITAS DALAM KOMPETISI PEMILU DI INDONESIA PASCA 2014 | Ari Herdiansah - Academia.edu

164)           (99+) Komunikasi Politik di Dunia Virtual | Yusrin Ahmad Tosepu - Academia.edu


Comments
0 Comments

Tidak ada komentar: