HIDUP ADALAH UJIAN

SELAMAT DATANG DI BLOG " KHAIRUL IKSAN "- Phone : +6281359198799- e-mail : khairul.iksan123@gmail.com

Minggu, 29 Juli 2012

PENTINGNYA KOMPETENSI GURU DAN MOTIVASI BELAJAR BAGI PESERTA DIDIK


Perkembangan   suatu   bangsa   erat   hubungannya  dengan  masalah pendidikan. Pendidikan adalah sebuah proses dengan metode-metode  tertentu sehingga  orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan  cara bertingkahlaku yang sesuai dengan kebutuhan.  Pendidikan   diharapkan   mampu menghasilkan  output  yang  berkualitas dari  berbagai  macam  karakteristik input  yang masuk. Pendidikan tersebut mempunyai fungsi  yang harus diperhatikan. Fungsi tersebut dapat dilihat pada UU No.20 tahun 2003 Pasal 4 tentang sistem pendidikan nasional bahwa:
Pendidikan  nasional  berfungsi  mengembangkan  kemampuan  dan membentuk  watak serta peradaban bangsa yang  bermartabat  dalam rangka    mencerdaskan    kehidupan    bangsa,    bertujuan    untuk berkembangnya  potensi  peserta  didik  agar  menjadi  manusia  yang beriman  dan  bertaqwa  kepada  Tuhan  Yang  Maha  Esa,  berakhlak mulia,  sehat,  berilmu,  cakap,  kreatif,  mandiri  dan  menjadi  warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Untuk mengamankan, mendukung dan melaksanakan Undang-undang tersebut diperlukan kerja sama yang baik antara pemerintah (sekolah ), masyarakat dan keluarga, yang sering disebut Tiga Pusat Pendidikan. Tujuan tersebut bisa terwujud apabila ada keseriusan dari semua komponen yang terkait dalam pelaksanaannya, yaitu dari pemerintah sendiri, keluarga yang mempunyai anak, dan masyarakat. Pemerintah untuk melaksanakan UUSPN tersebut sudah berupaya mempersiapkan segala unsur pendukungnya antara lain. Kurikulum pendidikan disemua jenjang pendidikan diperbaharuhi sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan zaman, tenaga pengajar/guru ditingkatkan kemampuannya melalui pendidikan dan latihan/diklat dan penataran-penataran serta seminar-seminar pendidikan, buku-buku pegangan baik pegangan guru maupun pegangan murid diperbaharui dan didistribusikan ke sekolah-sekolah.
Ketika Ilmu Pengetahuan masih terbatas, ketika penemuan hasil-hasil teknologi belum berkembang hebat seperti sekarang ini, maka peran guru di sekolah adalah menyampaikan Ilmu Pengetahuan sebagai warisan kebudayaan masa lalu yang dianggap berguna sehingga harus dilestarikan. Dalam kondisi demikian guru berperan sebagai sumber belajar (learning resources) bagi siswa. Siswa akan belajar apa yang keluar dari mulut guru. Oleh karena itu, ada pepatah yang menyebutkan bagaimanapun pintarnya siswa, maka tidak mungkin dapat mengalahkan pintarnya guru. Pertanyaannya adalah, Apakah kondisi seperti ini masih tetap mau dipertahankan ? Apakah Ilmu Pengetahuan sebagai warisan masa lalu yang harus dikuasai itu hanya dapat dipelajari dari mulut guru ? Tentu saja tidak. Dalam abad teknologi dan informasi ini siswa dapat mempelajarinya dari berbagai sumber.
Saat ini, kita memasuki abad XXI, suatu era dengan tuntutan yang lebih rumit dan menantang, suatu era dengan spesifikasi tertentu yang ternyata sangat besar pengaruhnya terhadap segala aspek kehidupan manusia. Dunia Pendidikan mendapat sorotan yang sangat tajam berkaitan dengan tuntutan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang mampu hidup di era XXI. Tuntutan yang diarahkan ke dunia pendidikan ini, diakibatkan oleh perkembangan yang luar biasa dalam Ilmu Pengetahuan, khususnya dalam psikologi belajar/ pendidikan dan teknologi pendidikan. Dampaknya sangat nyata pada perubahan cara pandang manusia terhadap manusia, cara pandang terhadap pendidikan dan belajar, perubahan peran pendidik serta perubahan pola hubungan pendidik dan subyek didik. Sebagian ada yang berpacu dengan perubahan dan sebagian memutuskan untuk menjadi penonton saja, dengan resiko ditinggalkan oleh perubahan itu.
Sumber daya manusia yang bisa hidup di abad XXI adalah manusia yang benar-benar unggul. Manusia unggul yang dimaksud adalah manusia yang memiliki kompetensi yang dibutuhkan untuk memasuki kehidupan, khususnya dunia kerja di abad XXI. Menurut I Nyoman S. Degeng ( Degeng , 2005 ) Kompetensi yang harus dimiliki oleh manusia yang disebut unggul adalah : 1) Berpikir kreatif-produktif, 2) Pengambilan keputusan, 3) Pemecahan masalah, 4) Belajar bagaimana belajar, 5) Kolaborasi, 6) Pengelolaan diri.
Oleh karena itu, tujuan pendidikan dan sekaligus strategi pendidikan harus mengarah ke pembentukan kompetensi tersebut. Strategi pendidikan untuk menghasilkan manusia yang bisa hidup di abad XXI  haruslah yang berangkat dari landasan teoritik yang cocok, yaitu yang lebih memberi peluang setiap siswa dapat mengalami growt in learning.  Satu unsur penting yang berkaitan dengan strategi pendidikan ini adalah bagaimana menata lingkungan agar belajar benar-benar merupakan aktivitas yang menggairahkan.
Tetapi, kenyataannya menurut (http://edukasi.kompas.com/read /2011/03/02/18555569/Indeks pendidikan Indonesia menurun)  sebagaimana dijelaskan berikut ini ;:
“Indeks pembangunan pendidikan untuk semua atau education for all di Indonesia menurun. Jika pada 2010 lalu Indonesia berada di peringkat 65, tahun ini merosot ke peringkat 69.
Berdasarkan data dalam Education For All (EFA) Global Monitoring Report 2011: The Hidden Crisis, Armed Conflict and Education yang dikeluarkan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) yang diluncurkan di New York, Senin (1/3/201) waktu setempat, indeks pembangunan pendidikan atau education development index (EDI) berdasarkan data tahun 2008 adalah 0,934. Nilai itu menempatkan Indonesia di posisi ke-69 dari 127 negara di dunia.
EDI dikatakan tinggi jika mencapai 0,95-1. Kategori medium berada di atas 0,80, sedangkan kategori rendah di bawah 0,80.
Global Monitoring Report dikeluarkan setiap tahun yang berisi hasil pemonitoran reguler pendidikan dunia. Indeks pendidikan tersebut dibuat dengan mengacu pada enam tujuan pendidikan EFA yang disusun dalam pertemuan pendidikan global di Dakar, Senegal, tahun 2000.
Saat ini Indonesia masih tertinggal dari Brunei Darussalam yang berada di peringkat ke-34. Brunai Darussalam masuk kelompok pencapaian tinggi bersama Jepang, yang mencapai posisi nomor satu dunia.
Adapun Malaysia berada di peringkat ke-65 atau masih dalam kategori kelompok pencapaian medium seperti halnya Indonesia. Posisi Indonesia jauh lebih baik dari Filipina (85), Kamboja (102), India (107), dan Laos (109).
Total nilai EDI itu diperoleh dari rangkuman perolehan empat kategori penilaian, yaitu angka partisipasi pendidikan dasar, angka melek huruf pada usia 15 tahun ke atas, angka partisipasi menurut kesetaraan jender, dan angka bertahan siswa hingga kelas V sekolah dasar (SD).
Penurunan EDI Indonesia yang cukup tinggi tahun ini terjadi terutama pada kategori penilaian angka bertahan siswa hingga kelas V SD. Kategori ini untuk menunjukkan kualitas pendidikan di jenjang pendidikan dasar yang siklusnya dipatok sedikitnya lima tahun”.
Dari  data-data   diatas  dapat   dilihat   bahwa   kualitas   pendidikan mengalami  penurunan  yang  pada  tahun  2010  indeks pendidikan  Indonesia berada pada urutan 65 dan pada tahun 2011 Indonesia berada  pada urutan 69 dari  127 negara  yang  disurvei.  Indonesia masih tertinggal  dari Brunei yang berada di peringkat  ke-34  yang masuk kelompok pencapaian tinggi  bersama Jepang  yang  mencapai  posisi  nomor  satu  di  dunia.  Sementara  Malaysia berada di peringkat  ke-65. Posisi Indonesia jauh lebih baik dari Filipina (85), Kamboja (102),  India  (107), dan Laos (109).  Jepang yang  mencapai  posisi satu di dunia mengadopsi  pendidikan  berbasis teknologi  yang membedakan dengan Indonesia.
Sementara itu Prof. Dr. H. Nur Syam, M.Si. Rektor IAIN Sunan Ampel yang disinyalir dalam (http://sunan-ampel.ac.id/in/kolom-akademisi/1327-indeks-pendidikan-indonesia.html)  menjelaskan ;
“ Pencapaian angka EDI Indonesia ini tentu saja bukan sesuatu yang menggembirakan mengingat bahwa sebenarnya pemerintah Indonesia memiliki peluang yang besar untuk peningkatan EDI ini. Memang jika dibandingkan dengan beberapa negara Asia kita harus menyatakan kalah, sebab pada tahun 1995 saja anggaran pendidikan negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Thailand bahkan Filipina sudah berada jauh di atas anggaran pendidikan Indonesia. Kala itu anggaran pendidikan Indonesia baru sebesar 10,2 persen dari APBN, sementara Singapura sudah mencapai angka 21 persen.
Tetapi besaran anggaran bukanlah pengungkit utama di dalam perubahan pendidikan. Bagi bangsa Indonesia yang besar dengan jumlah pulau, penduduk  dan juga varian-varian suku dan sebagainya juga menjadi persoalan khusus di dalam peningkatan EDI ini. Jika di Jawa kita bisa melihat perkembangan pendidikan yang sangat baik, akan tetapi ketika kita  melihat kondisi pendidikan di daerah terpencil, maka kita harus menyatakan bahwa pendidikan Indonesia memang belum maju.
Kita masih melihat gap antara kualitas pendidikan di Jawa dengan wilayah lain. Pembangunan yang lebih terkonsentrasi di wilayah barat dengan berbagai dukungan potensi dan sumber daya mengakibatkan adanya kesenjangan tersebut. Dan akibatnya tentu saja EDI kita belum bisa masuk ke jajaran grade tinggi, sebab perimbangan kualitas pendidikan yang tidak balance. Jadi meskipun di wilayah barat maju akan tetapi di wilayah timur terpuruk. Akibatnya peringkatnya juga masih berada pada kategori medium.
Sesuai dengan konsepsi UNESCO, bahwa pembelajaran  adalah to know, to do, to be dan to live together. Artinya bahwa pendidikan tidak hanya untuk kepentingan meningkatkan pengetahuan dan bahkan kerja, akan tetapi lebih jauh adalah untuk kepentingan membangun hidup bersama. Itulah akhirnya diputuskan bahwa yang menjadi sasaran pendidikan bukan hanya kecerdasan intelektual, akan tetapi juga kecerdasan social dan kecerdasan spiritual. Pendidikan harus bisa mengarahkan anak didiknya untuk mencapai kecerdasan spiritual ini.
Pendidikan adalah modal bangsa untuk pembangunan berkelanjutan. Makanya, investasi pendidikan merupakan kemutlakan bagi bangsa ini jika ke depan ingin sejajar dengan bangsa-bangsa lain. Itulah sebabnya pendidikan harus dilakukan dengan kreatif dan inovatif. Untuk kepentingan ini maka perlu  dikembangkanlah pendidikan soft skill selain menempa aspek hard skill-nya.
Dari sisi hard skill, mungkin relevansinya  juga masih dipertanyakan, sebab kebanyakan lembaga pendidikan tinggi hanya mengusung dimensi kognitif di dalam proses pembelajaran, selain sentuhannya yang hanya bercorak teoretik. Di dalam hal ini, maka sesungguhnya diperlukan sinergi antara berbagai komponen agar tujuan pendidikan untuk mencetak manusia Indonesia yang professional dan paripurna akan dapat dicapai.  Program link and match yang pernah menjadi isu di dalam dunia pendidikan,  saya kira layak untuk dibuka kembali.
Saya terus terang menghargai inovasi yang dikembangkan misalnya oleh President University yang melakukan program link and match dengan dunia perusahaan yang ada di sekitarnya. Melalui kerjasama tersebut, maka gambaran tentang profesionalitas dan dunia kerja tersebut sudah ada di depan mata. Hanya yang perlu ditambahkan adalah soft skill, yaitu pendidikan yang mengarah kepada bagaimana living together dalam paket to live together bisa diarahkan” .
Menyadari kondisi di atas, pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mengembangkan standar kompetensi guru dan sertifikasi guru, antara lain dengan disahkannya undang-undang guru dan dosen yang ditindaklanjuti dengan peraturan pemerintah tentang guru dan dosen, yang kesemuanya itu dilakukan untuk meningkatkan profesionalisme dan kompetensi guru.
Guru sebagai ujung tombak pelaksanaan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional harus senantiasa berupaya meningkatkan kemampuan dirinya melalui Kelompok Kerja Guru (KKG), dimana dalam forum tersebut segala persoalan guru dalam bidang pendidikan diungkapkan, dimusyawarahkan, dicari pemecahan/solusinya serta diupayakan bagaimana penerapannya di sekolah. Di sekolah dalam kegiatan pembelajaran, guru menerapkan berbagai metode, menggunakan media pendidikan yang lengkap dan sesuai kebutuhan, tampil di depan siswanya dengan simpatik, bertutur kata yang baik yang mencerminkan seorang pendidik, memberikan pelajaran tambahan atau les bagi siswa yang membutuhkan, memberikan pelajaran perbaikan bagi siswa yang prestasinya rendah, memberikan pelajaran pengayaan bagi siswa yang prestasinya baik dan memberikan latihan ketrampilan sebagai langkah peningkatan penguasaan konsep dasar bagi siswanya serta berbagai upaya lainnya. Semua upaya yang dilakukan guru adalah dalam rangka melaksanakan layanan bimbingan belajar bagi siswanya agar siswa dengan mudah mampu menerima, memahami, dan menguasai materi pelajaran yang harus dikuasainnya, sehingga siswa akan mampu mengerjakan tugas-tugas atau soal-soal dengan baik. Harapan yang ingin dicapai oleh guru dengan semua upayanya tersebut adalah mewujudkan siswa yang berprestasi dalam belajarnya, yang diwujudkan dalam bentuk nilai yang tinggi, yang kelak dapat menjadi modal melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, sehingga para siswa dapat mencapai cita-citanya.
Dengan memiliki bekal ilmu pengetahuan yang luas siswa akan mampu menguasai teknologi yang sudah maju dengan pesatnya. Selain memberikan pendidikan umum, sekolah juga memberikan pendidikan agama. Diberikannya pendidikan agama di sekolah diharapkan para siswa kelak akan menjadi orang-orang yang beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehingga lengkaplah mereka akan menjadi orang yang menguasai IPTEK (ilmu pengetahuan dan teknologi) dan Imtak (iman dan takwa) sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Sistim Pendidikan Nasional.
Pendidikan   menurut   bentuknya   dibedakan   menjadi   dua,   yaitu pendidikan  formal  dan  pendidikan  non  formal.  Pendidikan  formal  adalah pendidikan     yang     berlangsung     secara     teratur,     bertingkat     dan berkesinambungan.  Sedangkan  pendidikan  non  formal  adalah  pendidikan yang dilakukan secara tertentu  tetapi  tidak mengikuti peraturan yang  ketat.
Sekolah  sebagai  lembaga  formal  yang  menyelenggarakan  pendidikan  bagi  siswa. Sebagai  penyelenggara   pendidikan  formal,   sekolah  mengadakan kegiatan secara  berjenjang dan berkesinam         bungan. Di  samping itu  sekolah sebagai  lembaga  pendidikan  formal  juga  berusaha  semaksimal  mungkin untuk  meningkatkan  prestasi  belajar  anak  didiknya.  Dalam  proses  belajar mengajar terdapat  banyak hal  yang mendukung dan saling berkaitan dalam dunia pendidikan dan proses belajar mengajar.
Keberhasilan  proses  belajar  mengajar  merupakan  hal  utama  yang didambakan  dalam  pelaksanaan  pendidikan  di   sekolah.  Tujuan  proses pembelajaran   diperolehnya   hasil   optimal   melalui   optimalisasi   proses pembelajaran  tersebut, diharapkan para  peserta didik dapat  meraih  prestasi belajar  yang  optimal  dan  memuaskan.  Keberhasilan  maupun  kegagalan belajar tersebut ditandai dengan prestasi belajar yang dicapai seseorang dalam suatu usaha belajar.
Salah  satu   indikator  untuk  melihat   kualitas pendidikan  diantaranya  dengan  melihat  prestasi  belajar  siswa.  Realisasinya adalah peningkatan prestasi belajar, baik ditingkat  dasar, sekolah menengah maupun  di sekolah tingkat  atas.  Banyak faktor yang  mempengaruhi  prestasi belajar, faktor-faktor itu dapat   berasal dari anak  sendiri (internal), misalnya daya  minat  siswa  atau  daya kreativitas siswa  itu  sendiri, sedangkan dari luar diri anak (eksternal) misalnya dari sekolah, media pengajaran  yang digunakan dalam  mendukung  peningkatan  prestasi  belajar  siswa.  Jadi  tidak  ada  faktor tunggal yang berdiri sendiri menentukan prestasi belajar seseorang.
Prestasi  belajar  merupakan  suatu  masalah  dalam  sejarah kehidupan manusia  menurut  bidang  dan  kemampuannya masing-masing.  Kata  prestasi belajar  berasal dari bahasa  Belanda "prestatic" yang berarti hasil usaha.  Dan Marhijanto  (2000:312),  menyatakan  Prestasi belajar sebagai bentuk penilaian yang diperoleh dari kegiatan persekolahan  yang bersifat kognitif dan biasanya ditentukan melalui pengukuran  dan penilaian.
Prestasi  belajar  merupakan  hasil  dari  usaha  belajar,  semakin  baik usahanya maka semakin baik pula prestasi yang diraih. Tirtonegoro (2001:43), menyatakan “Prestasi Belajar merupakan hasil dari pengukuran serta penilaian usaha belajar  yang  dinyatakan dalam bentuk  angka,  huruf,  maupun kalimat yang dapat  mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh setiap  siswa  dalam periode  tertentu”. Dan dapat  di simpulkan bahwa  prestasi belajar  merupakan hasil dari usaha belajar yang berupa nilai.
Keberhasilan  belajar  siswa  dapat  dilihat  dari  prestasi  belajarnya. Keunggulan  prestasi  belajar  selalu  menjadi  penilaian  utama  masyarakat terhadap suatu sekolah atau lembaga pendidikan.  Hal ini tidak terlepas dari  keberhasilan pelaksanaan proses belajar mengajar.
Prestasi belajar menentukan berhasil tidaknya pendidikan, karena  itu prestasi memiliki fungsi yang penting bagi siswa dalam proses belajar. Fungsi prestasi  juga  dapat  menentukan  suatu  kualitas  dalam  dunia  pendidikan, karena dengan prestasi akan dapat diketahui seberapa besar mutu dan kualitas yang dimiliki oleh siswa maupun sekolah.
Prestasi belajar  yang dicapai  oleh  siswa  menunjukkan  sejauh mana siswa mampu memahami dan menguasai bahan  pelajaran yang disampaikan oleh guru.  Dengan melihat prestasi  belajar  yang  dicapai siswa, maka dapat dilakukan  evaluasi  mengenai   hal-hal  yang   menyebabkan  siswa  kurang memahami  dan  menguasai  materi  pelajaran.  Prestasi  juga  sebagai tendensi keingintahuan yang merupakan  kebutuhan umum manusia.  Siswa yang ingin mencapai  kepuasan  belajar,  mereka  akan  mempeoleh  prestasi  belajar  yang lebih baik dengan cara yang tekun dan giat dalam belajar.
Prestasi belajar dapat dijadikan sebagai pendorong bagi siswa  dalam meningkatkan  ilmu  pengetahuan  dan  teknologi.  Selain  itu  prestasi  juga sebagai bahan evaluasi dalam  rangka meningkatkan mutu pendidikan karena prestasi yang telah  diraih oleh siswa digunakan sebagai tolok  ukur tingkat produktivitas suatu institusi pendidikan dan kesuksesan siswa dalam belajar.
Dalam  dunia  pendidikan  guru  memegang  peranan  penting,  karena guru terlibat langsung dalam pembentukan dan pengembangan intelektual dan kepribadian  siswa.  Oleh  karena  itu,  guru  sering  dijadikan  tokoh  teladan bahkan dijadikan tokoh identitas diri, dengan demikian guru  harus memiliki  perilaku   dan  kemampuan  yang  memadai  untuk  melaksanakan  tugasnya dengan baik. Untuk  mendapatkan  hasil  yang  optimal  khususnya  dalam  proses belajar  mengajar  yanng  berlangsung  di  sekolah  banyak  dipengaruhi  oleh komponen-komponen  guru  dalam  mengajar  tersebut.  Komponen  tersebut meliputi  keterampilan  membuka  pelajaran,  menggunakan  metode  yang bervariasi,  keterampilan dalam menggunakan media, keterampilan memberi  penguatan,  keterampilan  verbal  dan  non  verbal,  keterampilan  bertanya, melakukan  penjajagan  dan  menutup  pelajaran.  Hal  ini  akan  menunjukkan keterampilan guru dalam mengajar.  
Harapan tersebut dapat terwujud apabila siswa memiliki motivasi belajar yang tinggi. Teman-teman di sekolah yang baik juga bisa mempengaruhi motivasi belajar teman sekelasnya. Warga masyarakat yang berpendidikan, berwawasan luas dan memiliki cita-cita mmemajukan lingkungan khususnya dan bangsanya pada umumnya juga merupakan sumbangan yang tak ternilai bagi perkembangan kemajuan belajar para siswa, utamanya dalam mendorong para siswa untuk memiliki motivasi belajar yang tinggi. Sekolah yang berkualitas, guru-guru yang memiliki kompetensi dan komitmen yang tinggi dan disiplin terhadap tugasnya, teman-teman yang baik, orang tua yang berpendidikan dan berpandangan luas dan disiplin dalam mendidik anak, warga masyarakat yang mendukung belajar siswa dan berpandangan maju, merupakan dampak berhasilnya cita-cita lembaga pendidikan untuk mencapai tujuan nasional yang ingin dicapai sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional.
Persepsi  adalah  pengamatan  tentang objek  peristiwa  atau  hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan penafsiran kesan-kesan sehingga  pengamatan  dapat  dikatakan  sebagai  pintu  gerbang  masuknya pengaruh  dari  luar.  Suatu  interaksi  belajar  mengajar  didalamnya  terdapat partisipasi  siswa   yang  satu  dengan  yang  lain  berbeda-beda  dalam  hal keaktifannya.  hal ini disebabkan oleh  persepsi  siswa mengenai kompetensi  guru yang berbeda-beda pula. Ada sikap siswa yang terlibat aktif dalam suatu interaksi edukatif juga  ada pula siswa yang bersikap kurang aktif.  Siswa akan aktif  dalam proses belajar mengajar jika kemampuan gurunya  baik dan dan sikap kurang aktif dalam proses pembelajaran jika kemampuan gurunya tidak baik.
Dengan adanya  kompetensi  guru  yang baik maka  akan memberikan persepsi  siswa  yang  baik pula  sehingga  tercipta  keberhasilan  siswa  dalam belajar. Kompetensi menurut UU No. 14 tahun 2005  tentang guru dan dosen, bahwa   “kompetensi   adalah   seperangkat  pengetahuan,  ketrampilan,  dan perilaku   yang  harus  dimiliki,  dihayati   dan  dikuasai  oleh  guru   dalam melaksanakan   tugas   keprofesionalnya”.   Menurut   Muhibbin   (2004:30) “kompetensi  adalah  kemampuan,  kecakapan,  keadaan  berwenang,  atau memenuhi   syarat   menuntut   ketentuan   hukum”.   Guru   yang   memiliki kemampuan  atau   dengan  kata  lain  guru   yang  profesional  akan  dapat menyelenggarakan  proses  pembelajaran  dan  penilaian  objektif  bagi  siswa, sehingga dapat mendorong tumbuhnya kreatifitas belajar pada diri siswa. Jadi disini, persepsi siswa mengenai kompetensi guru adalah sejauh mana guru itu dapat  mencapai  keberhasilan  dalam  proses  belajar  mengajar.  Karena  akan menimbulkan persepsi siswa  terkait  dengan  penglihatanya terhadap  seorang guru. Faktor tersebut kemudian akan dirangsang dan menantang siswa untuk terlibat  penuh  dalam  proses  belajar  mengajar.  Sehingga  disini  pencapaian prestasi belajar tergantung pada  kompetensi yang dimiliki oleh seorang guru dalam  pembelajaran.  Jika  guru  mempunyai  kompetensi  yang  baik  maka, prestasi belajar siswa dapat berubah menjadi lebih baik lagi.