BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan
salah satu mata pelajaran yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan
dapat mempelajari diri sendiri dan alam sekitar dengan belajar IPA. IPA juga
merupakan salah satu disiplin ilmu yang berhubungan dengan cara mencari tahu
tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan
pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja,
tetapi juga merupakan suatu proses penemuan dan memiliki sifat ilmiah.
Pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung dan pemahaman
untuk mengembangkan kompetensi siswa agar siswa mampu menjelajahi dan memahami
alam sekitar secara ilmiah. Pembelajaran IPA merupakan suatu wahana untuk
mengembangkan siswa berpikir rasional dan ilmiah. Pembelajaran IPA dapat
membantu siswa untuk memperoleh pemahaman lebih mendalam tentang alam sekitar.
Siswa wajib untuk mempelajari Ilmu Pengetahuan Alam terutama siswa Sekolah
Dasar.
Pelajaran IPA di tingkat Sekolah Dasar
merupakan mata pelajaran yang mencakup materi cukup luas. Guru diharuskan
menyelesaikan target ketuntasan belajar siswa, sehingga perlu perencanaan dan
pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan metode, media atau alat peraga dan
strategi belajar yang tepat. Guru harus mampu menciptakan suasana pembelajaran
yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Selain penggunaan metode dan strategi yang tepat, guru juga harus mampu memahami
karakteristik siswa dan memberikan rangsangan kepada siswa agar bersemangat
dalam mengikuti proses pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Ilmu Pengetahuan Alam
untuk siswa SD berisi ide-ide dan konsep-konsep yang disederhanakan sesuai
dengan peristiwa-peristiwa yang betul-betul terjadi atau sudah pernah dialami.
Siswa mendapatkan pengetahuan melalui praktek, meneliti secara langsung, dan
bereksperimen terhadap objek-objek yang akan dipelajari, sehingga pembelajaran
akan lebih bermanfaat dan efektif.
Guru diharapkan mampu menciptakan
kegiatan pembelajaran yang menyenangkan dengan menggunakan metode yang
bervariasi, pendekatan pembelajaran yang tepat, dan media pembelajaran yang
relevan dengan materi IPA yang akan diajarkan. Siswa belajar IPA dengan mencoba
dan membuktikan sendiri, sehingga siswa akan merasa tertarik dan dapat
memperkuat kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor serta tujuan pembelajaran
IPA di Sekolah Dasar dapat tercapai. Bentuk program pembelajaran IPA di Sekolah
Dasar kini menempatkan siswa sebagai pembangun pengetahuan dari pengalamannya
sendiri, baik melalui pengalaman mengerjakan sesuatu maupun berfikir. Proses
pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) diharapkan adanya
partisipasi aktif dari seluruh siswa. Kegiatan belajar berpusat pada siswa
(student centered learning), sedangkan guru sebagai motivator dan fasilitator,
sehingga suasana kelas lebih hidup.
Hasil pengamatan awal yang dilakukan penulis
diperoleh informasi bahwa pembelajaran IPA di kelas V SDN Rombuh 1 Kecamatan Palengaan masih dititikberatkan pada penguasaan
konsep saja. Proses pembelajaran di kelas kurang meningkatkan kreativitas
siswa, terutama dalam pembelajaran IPA. Proses pembelajaran masih dominan menggunakan
metode konvensional secara monoton di kelas, sehingga suasana belajar terkesan
kaku dan didominasi oleh guru (teacher centered learning). Proses pembelajaran
yang dilakukan cenderung pada pencapaian target materi kurikulum (subject
centered design), dan lebih mementingkan pada penghafalan konsep bukan pada
pemahaman. Guru menyampaikan materi dengan metode ceramah, dimana siswa hanya
duduk, mencatat, dan mendengarkan apa yang disampaikannya, sehingga ketika
siswa diminta untuk bertanya oleh guru banyak yang tidak melakukannya. Hal ini
karena siswa kurang termotivasi untuk lebih aktif mengutarakan pendapat, ide,
gagasan, pertanyaan dan kesulitan-kesulitan maupun hal-hal yang belum dipahami
selama pelajaran berlangsung. Suasana pembelajaran menjadi tidak kondusif,
minat belajar dan aktifitas siswa dalam pembelajaran IPA masih sangat kurang,
sehingga proses dan hasil belajar juga sangat rendah. Proses pembelajaran dan
hasil belajar IPA yang sangat rendah merupakan suatu permasalahan yang harus
segera diatasi.
Hasil analisis terhadap nilai ulangan
harian dan ulangan akhir semester I tahun 2014/2015 siswa kelas V SDN Rombuh 1
Kecamatan Rombuh Kabupaten Palengaan pada mata pelajaran IPA belum mencapai
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan yaitu ≥ 65. Hasil Ulangan
Akhir Semester I tahun 2014/2015 siswa kelas V SDN Rombuh 1 Kecamatan Palengaan
Kabupaten Pamekasan, pada mata pelajaran IPA diperoleh nilai terendah 40, nilai
tertinggi 90 dan nilai rata-rata 68. Dari 26 siswa yang mencapai KKM hanya 9
siswa. Rendahnya proses dan hasil belajar IPA siswa disebabkan oleh beberapa
faktor diantaranya adalah :
·
Pembelajaran IPA
pada kelas V masih menggunakan metode konvensional.
·
Pemilihan
pendekatan dan strategi pembelajaran belum sesuai dengan tujuan pembelajaran.
·
Kurangnya kreasi
guru dengan membuat media pembelajaran sederhana dan nyata yang bisa digunakan
dalam pembelajaran.
·
Belum
terlibatnya siswa di saat proses pembelajaran secara aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.
·
Belum adanya
kesadaran bagi siswa untuk bekerja secara kelompok pada saat pembelajaran.
·
Nilai hasil
belajar IPA belum memuaskan.
Oleh karena itu diperlukan adanya beberapa
solusi pembelajaran yang tepat, baik pada aspek proses pembelajaran maupun
penggunaan media pembelajaran. Berdasarkan identifikasi masalah yang telah
diuraikan di atas, peneliti akan memberikan batasan masalah sebagai ruang
lingkup dari penelitian ini, yaitu “Kurangnya kreasi guru dengan membuat media
pembelajaran sederhana dan nyata yang bisa digunakan dalam pembelajaran”.
Media Pembelajaran adalah
solusi yang harus dilakukan untuk mengatasi permasalahan di kelas, karena
selama ini siswa mendapatkan pengetahuannya secara konseptual saja, sedangkan pengalaman nyata dengan
penggunaan media real sangat kurang. Oleh karena itu penulis harus membuat
media Pembelajaran faktual (real) agar tidak terjadi verbalisme dalam pemahaman
siswa. Media Faktual yang dimaksudkan oleh penulis adalah alat yang dibuat dari
bahan-bahan yang mudah didapat serta disesuaikan dengan tingkat perkembangan
psikologis siswa, sehingga siswa dapat menangkap, memroses, dan menyusun
kembali informasi yang diperolehnya secara visual.
Media Pembelajaran Faktual
yang dibuat oleh peneliti merupakan alat yang biasa dipergunakan dalam
kehidupan sehari-hari di sekolah maupun di rumah-rumah siswa, sehingga sudah
tidak asing lagi bagi siswa. Tujuannya adalah agar siswa sudah mengenal betul
alat tersebut dan mudah pula mengetahui kegunaannya kalau sudah dibuat menjadi
media pembelajaran. Hal ini didasari oleh pendapat Briggs (1977) media
pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi
pembelajaran seperti : buku, film, video dan sebagainya. Kemudian menurut National
Education Associaton(1969) mengungkapkan bahwa media
pembelajaran adalah sarana komunikasi dalam bentuk
cetak maupun pandang-dengar, termasuk teknologi perangkat keras.
Oleh karena itu, proses
pembelajaran merupakan proses komunikasi dan berlangsung dalam suatu
sistem, maka media pembelajaran menempati posisi yang cukup penting
sebagai salah satu komponen sistem pembelajaran. Tanpa media, komunikasi
tidak akan terjadi dan proses pembelajaran sebagai proses komunikasi juga
tidak akan bisa berlangsung secara optimal. Media pembelajaran adalah
komponen integral dari sistem pembelajaran.
Berdasarkan latar belakang
masalah diatas, maka peneliti ingin melakukan penelitian tindakan kelas dengan
judul “Upaya Meningkatkan Proses dan Hasil Belajar IPA Pada KD “Proses Daur
Ulang Air” Melalui Penggunakan Media Pembelajaran Faktual Pada Siswa
Kelas V di SDN Rombuh 1 Kecamatan Palengaan Kabupaten Palengaan”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi
masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: ”Bagaimana
meningkatkan proses dan hasil belajar IPA Melalui Penggunaan
Media Pembelajaran Faktual pada siswa kelas V di SDN Rombuh 1 Kecamatan Palengaan
Kabupaten Pamekasan ?”.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk Mendeskripsikan
Penggunaan Media Pembelajaran Faktual dalam Meningkatkan
proses dan hasil belajar IPA Pada KD “Proses Daur Ulang Air” pada siswa kelas V
di SDN Rombuh 1 Kecamatan Palengaan Kabupaten Pamekasan.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan
dapat bermanfaat sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
a.
Hasil penelitian
ini diharapkan mampu memberikan sumbangan informasi mengenai berbagai hal yang
berkaitan dengan media pembelajaran faktual dalam meningkatkan proses dan hasil belajar siswa
dalam pembelajaran IPA.
b.
Hasil penelitian
ini dapat digunakan sebagai pijakan dan pedoman untuk mengembangkan
penelitian-penelitian yang menerapkan media pembelajaran faktual.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti
Sebagai bahan informasi seberapa besar peningkatan
proses dan hasil belajar IPA melalui penggunaan media pembelajaran faktual.
b. Bagi Guru
1)
Memberikan
arahan dan pedoman dalam proses belajar mengajar yang berkaitan dengan variasi
pembelajaran agar proses dan hasil belajar siswa baik.
2)
Sumbangan
pemikiran dan pertimbangan dalam menentukan media pembelajaran dan pendekatan
yang tepat.
3)
Membantu guru
meningkatkan proses pembelajaran di kelasnya, sebagai upaya meningkatkan proses
dan hasil belajar siswa.
4)
Hasil penelitian
ini dapat digunakan sebagai gambaran bagaimana penerapan pembelajaran IPA
melalui penggunaan Media Pembelajaran Faktual.
c.
Bagi Siswa
Dapat menambah dan memperluas wawasan dan pengalaman
belajar bagi siswa kelas V SDN Rombuh 1 Kecamatan Palengaan Kabupaten Pamekasan.
d.
Bagi Sekolah
Sebagai sumbangan pemikiran untuk usaha-usaha
peningkatan kualitas pembelajaran IPA di Sekolah Dasar, khususnya SDN Rombuh 1
Kecamatan Palengaan Kabupaten Pamekasan.
1.5 Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan tindakan dalam
penelitian ini membutuhkan acuan untuk mempertimbangkan hasil yang akan dicapai
setelah dilakukan tindakan. Indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah:
a.
Terjadi
peningkatan proses pembelajaran pada kumulatif indikator pembelajaran aktif,
kreatif, efektif, dan menyenangkan dengan pencapaian 60% dari 100% target maksimal
yang diharapkan.
b.
Terjadi
peningkatan nilai rata-rata tes akhir siklus siswa dari tes akhir siklus I ke
siklus selanjutnya.
- Ketuntasan
belajar siswa dalam satu kelas telah memenuhi kriteria ketuntasan minimal,
yaitu minimal 60% dari jumlah siswa dalam satu kelas telah mencapai
ketuntasan belajar individu dan minimal dalam kategori tinggi. Ketuntasan belajar individu yang telah
ditetapkan SDN Rombuh 1 untuk mata pelajaran IPA, yaitu jika nilai siswa
minimal 65.
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Konsep Media
Pembelajaran
2.1.1
Pengertian
Media Pembelajaran
Kata media berasal dari bahasa latin medius
yang secara harfiah berarti tengah, perantara atau pengantar. Dalam bahasa
Arab media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerimapesan
(Azhar Arsyad, 2014: 3). Menurut Gerlach dan Ely yang dikutip oleh Azhar Arsyad
(2011:3), media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi dan
kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan,
ketrampilan atau sikap.
Berikut ini Pengertian media menurut
beberapa ahli :
“
(1) Teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan
pembelajaran. Jadi media adalah perluasan dari guru (Schram, 1977), (2) Sarana
komunikasi dalam bentuk cetak maupun audio visual, termasuk teknologi perangkat
kerasnya (NEA, 1969), (3) Alat untuk memberikan perangsang bagi siswa supaya
terjadi proses belajar (Briggs, 1970), (4) Segala bentuk dan saluran yang
dipergunakan untuk proses penyaluran pesan (AECT, 1977), (5) Berbagai jenis
komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar
(Gagne, 1970) (http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._GEOGRAFI/197210242001121BAGJA_WALUYA/MEDIA_PEMBEL.GEOGRAFI/Hakikat_Media_dalam_Pembelajaran.pdf)
Perumusan
media yang menggambarkan pengertian yang cukup luas, mencakup berbagai bentuk
perangsang belajar yang sering disebut sebagai audio visual aid, serta berbagai
bentuk alat penyaji perangsang belajar, berupa alat-alat elektronika seperti
mesin pengajaran, film, audio cassette, video cassette, televise, dan computer
adalah pengertian yang dikemukakan Nana Saodih Sukmadinata (2011: 108) “Segala
macam bentuk perangsang dan alat yang disediakan guru untuk mendorong siswa
belajar”.
Belajar
adalah proses yang kompleks dan unik; artinya, sesorang yang belajar melibatkan
segala aspek kepribadiannya, baik fisik maupun mental. Keterlibatan dari semua
aspek kepribadian ini akan nampak dari perilaku belajar orang itu. Perilaku
belajar yang nampak adalah unik; artinya perilaku itu hanya terjadi pada orang
itu dan tidak pada orang lain. Setiap orang memunculkan perilaku belajar yang
berbeda.
Keunikan
perilaku belajar ini disebabkan oleh adanya perbedaan karakteristik yang
menentukan perilaku belajar, seperti: gaya belajar (visual vs auditif), gaya
kognitif (field independent vs field dependent), bakat, minat, tingkat
kecerdasan, kematangan intelektual, dan lainnya yang bisa diacukan pada
karakteristik individual siswa.
Perilaku
belajar siswa yang kompleks dan unik ini menuntut layanan dan perlakuan
pembelajaran yang kompleks dan unik pula untuk setiap siswa.Komponen
pembelajaran yang bertanggungjawab untuk menangani masalah ini adalah strategi
penyampaian pembelajaran, lebih khusus lagi media pembelajaran.Strategi (media)
pembelajaran haruslah dipilih sesuai dengan karakteristik individual siswa.Ia sedapat
mungkin harus memberikan layanan pada setiap siswa sesuai dengan karakteristik
belajarnya. Umpamanya, siswa yang memiliki gayabelajar visual harus mendapatkan
rangsangan belajar visual, seperti halnya siswa yang memiliki gaya auditif
harus mendapatkan rangsangan belajar auditif.
Perubahan perilaku sebagai akibat dari belajar dapat
dikelompokkan ke dalam 3 aspek, yaitu: kognitif, sikap, dan keterampilan.
Setiap aspek menuntut penggunaan media pembelajaran yang berbeda.Artinya,
belajar kognitif memerlukan media yang berbeda dibandingkan siswa yang belajar
aspek lainnya.Atas dasar ini, diperlukan strategi penyampaian yang menggunakan
multimedia untuk memenuhi tuntutan belajar aspek yang berbeda-beda.
Kajian psikologi menyatakan bahwa anak akan lebih mudah
mempelajari hal yang konkrit ketimbang yang abstrak. Berkaitan dengan kontinum
konkrit-abstrak dan kaitannya dengan penggunaan media pembelajaran, ada
beberapa pendapat. Pertama, Jerome Bruner, mengemukakan bahwa dalam
proses pembelajaran hendaknya menggunakan urutan dari belajar dengan gambaran
atau film (iconic representation of experiment) kemudian ke belajar
dengan simbol, yaitu menggunakan kata-kata (symbolic representation).
Menurut Bruner, hal ini juga berlaku tidak hanya untuk anak tetapi juga untuk
orang dewasa. Kedua, Charles F. Haban, mengemukakan bahwa sebenarnya
nilai dari media terletak pada tingkat realistiknya dalam proses penanaman
konsep, ia membuat jenjang berbagai jenis media mulai yang paling nyata ke yang
paling abstrak. Ketiga, Edgar Dale, membuat jenjang konkrit-abstrak
dengan dimulai dari siswa yang berpartisipasi dalam pengalaman nyata, kemudian
menuju siswa sebagai pengamat kejadian nyata, dilanjutkan ke siwa sebagai
pengamat terhadap kejadian yang disajikan dengan media, dan terakhir siswa
sebagai pengamat kejadian yang disajikan dengan simbol.
Berbagai temuan penelitian menunjukkan bahwa ada interaksi
anatara penggunaan media pembelajaran dan karakteristik belajar siswa dalam
menentukan hasil belajar siswa. Artinya, bahwa siswa akan mendapat keuntungan
yang signifikan bila ia belajar dengan menggunakan media yang sesuai dengan
karakteristiknya. Siswa yang memiliki gaya belajar visual akan lebih
mendapatkan keuntungan dari menggunakan media visual, seperti film, video,
gambar atau diagram. Sedangkan siswa yang memiliki gaya belajar auditif lebih
mendapatkan keuntungan dari penggunaan media pembelajaran auditif, seperti
rekaman suara , radio atau ceramah dari guru/ pengajar. Akan lebih tepat dan
menguntungkan siswa dari
kedua tipe belajar tersebut jika menggunakan media audio-visual.Berdasarkan
landasan rasional empiris tersebut, maka pemilihan media pembelajaran hendaknya
jangan atas dasar kesukaan guru, tetapi harus mempertimbangkan kesesuaian
antara karakteristik pebelajar, karakteristik materi pelajaran, dan
karakteristik media itu sendiri. Atas dasar ini, maka prinsip penyesuaian jenis
media yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran dengan karakteristik
individual siswa menjadi semakin mantap. Pemilihan dan penggunaan media hendaknya
jangan didasarkan pada kesukaan atau kesenanangan pengajar, tetapi dilandaskan
pada kecocokan media itu dengan karakteristik siswa, disamping kriteria lain
yang telah disebutkan sebelumnya.
Ada suatu pandangan, bahwa dengan digunakannya berbagai jenis
media hasil teknologi baru di dalam kelas, akan berakibat proses pembelajaran
yang kurang manusiawi. Dengan kata lain, penerapan teknologi dalam pembelajaran
akan terjadi dehumanisasi. Benarkah pendapat tersebut? Bukankah dengan adanya
berbagai media pembelajaran justru siswa dapat mempunyai banyak pilihan untuk
digunakan media yang lebih sesuai dengan karakteristik pribadinya? Dengan kata
lain, siswa dihargai harkat kemanusiaannya diberi kebebasan untuk menentukan
pilihan, baik cara maupun alat belajar sesuai dengan kemampuannya. Dengan
demikian, penerapan teknologi tidak berarti dehumanisasi. Sebenarnya perbedaan
pendapat tersebut tidak perlu muncul, yang penting bagaimana pandangan guru
terhadap siswa dalam proses pembelajaran. Jika guru menganggap siswa sebagai
anak manusia yang memiliki kepribadian, harga diri, motivasi, dan memiliki
kemampuan pribadi yang berbeda dengan yang lain, maka baik menggunakan media
hasil teknologi baru atau tidak, proses pembelajaran yang dilakukan akan tetap
menggunakan pendekatan humanis.
Dengan
memperhatikan kompleks dan uniknya proses belajar, maka ketepatan pemilihan
media dan metode pembelajaran akan sangat berpengaruh terhadap hasil belajar
siswa. Di samping itu, persepsi siswa juga sangat mempengaruhi hasil belajar.
Oleh sebab itu, dalam pemilihan media, di samping memperhatikan kompleksitas
dan keunikan proses belajar, memahami makna persepsi serta faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap penjelasan persepsi hendaknya diupayakan secara optimal
agar proses pembelajaran dapat berangsung secara efektif. Untuk maksud
tersebut, perlu: (1) diadakan pemilihan media yang tepat sehingga dapat menarik
perhatian siswa serta memberikan kejelasan obyek yang diamatinya, (2) bahan
pembelajaran yang akan diajarkan disesuaikan dengan pengalaman siswa.
Ada beberapa
konsep atau definisi media
pendidikan atau media pembelajaran. Molenda, dkk (1996: 8) mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah seluruh alat dan bahan yang
dapat dipakai
untuk mencapai tujuan
pendidikan seperti
radio, televisi, buku, koran,
majaah dan sebagainya. Menurut Molenda alat-alat semacam radio dan televisi kalau digunakan dan
diprogram untuk
pendidikan maka merupakan media
pembelajaran.
Namun demikian, media
bukan hanya berupa alat atau bahan saja akan tetapi hal-hal lain yang
memungkinkan siswa dapat memperoleh pengetahuan. Gerlach dan Ely (1980: 244) menyatakan : “A medium, conceived is any
peron, material or event that establishs condition
which enable the learner to acquire knowledge, skill, and
attitude.”.
Menurut Gerlach secara
umum media itu meliputi orang, bahan, peralatan, atau kegiatan yang menciptakan kondisi yang
memungkinkan siswa memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Jadi, dalm pengertian ini media bukan hanya alat seperti TV, radio, slide, bahan cetakan, tetapi meliputi orang sebagai
sumber belajar atau juga berupa kegiatan semacam diskusi, seminar, karya wisata, simulasi, dan lain sebagainya yang
dikondisikan untuk menambah pengetahuan dan wawasan, mengubah sikap
siswa atau untuk menambah
keterampilan.
Dari dua pengertian di atas, maka tampak pengertian
terakhir yang dikemukakan Gerlach
lebih luas dibandingkan dengan pengertian
yang pertama. Selain pengertian di atas, ada juga
yang berpendapat bahwa media pengajaran meliputi perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak
(software). Hardware adalah alat-alat yang dapat mengantarkan pesan seperti overhead
projector (OHP), radio, televisi, dan sebagainya. Sedangkan software adalah isi
program yang mengandung pesan seperti informasi yang terdapat pada transparasi atau buku dan bahan-bahan
cetakan lainnya, cerita yang terkandung
dalam film atau materi yang
disuguhkan dalam bentuk bagan, grafik, diagram,
dan
lain sebagainya.
Rasional proses komunikasi yang menggunakan
media, sebagai berikut:
a.
Dalam proses komunikasi / informasi, maka informasi masuk dalam
diri seseorang
melaui pancaindra (penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan dan pengecapan); b)
Penggunaan
lebih dari satu media akan membantu efektivitas proses komunikasi. Prioritas banyaknya
informasi yang masuk ke dalam
diri seseorang adalah
indra penglihatan (maka media visual
amat penting),
lalu pendengaran
(maka media audio juga penting), indra lain sebagai
pendukung.
Dalam
media pembelajaran (Molenda,
1996)
dikenal istilah
P0BATEL, maksudnya:
P : pesan, dalam
pendidikan adalah
materi pelajaran,
0 : orang, yaitu subyek
pengguna media, yaitu guru, dosen,
dll.
B : bahan dapat
berupa sofware seperti
CD, buku, film, flash disc,
dll.
A : alat,
dapat
berupa hardware,
seperti komputer, LCD, dll.
TE : teknik, yaitu metode
mengajar, strategi, pendekatan
pembelajaran,
dl
L : lingkungan, seperti ruang kelas,
perpustakaan, laboratorium,
sekolah, masyarakat, dll.
POBARTEL
adalah ruang lingkup
yang harus
diperhatikan oleh
pengajar
jika ingin
mengembangkan komunikasi dengan
menggunakan media
secara utuh dan lengkap. Model komunikasi
menurut
Berlo (Molenda, dkk.1996:27-28)
Sumber (source) = S |
|
Pesan
(message) = P |
|
Saluran (channel) = C |
|
Penerima (receiver) = R |
|
Effektif (effective) =E |
I |
|
II |
|
III |
|
IV |
|
V |
2.1.2
Pentingnya Media Pembelajaran
Mengajar dapat dipandang sebagai
usaha
yang dilakukan
guru
agar siswa
belajar. Sedangkan, yang dimaksudkan dengan belajar itu sendiri adalah proses perubahan tingkah laku melalui pengalaman. Pengalaman itu dapat berupa
pengalaman langsung ataupun pengalaman
tidak langsung. Pengalaman langsung
adalah pengalaman yang diperoleh melalui sendiri pada situasi yang sebenarnya. Misalnya, bagaimana siswa mengoperasikan computer, demikian juga
memberikan pengalaman bemain gitar, mengetik, dll.
Namun demikian pada
kenyataannya tidak semua bahan pelajaran dapat disajikan secara
langsung. Untuk mempelajari bagaimana kehidupan kahkluk hidup di laut, tidak mungkin guru
membimbing siswa langsung
menyelam di dasar laut, atau membelah dada manusia
hanya untuk mempelajari cara kerja
jantung, paru-paru. Untuk memberikan pengalaman belajar semacam itu, guru memerlukan alat Bantu seperti film atau foto-foto dan lain sebagainya. Demikian juga
untuk mempunyai keterampilan
membedah atau melakukan operasi pada manusia, pertama kali tidak perlu melakukan pembedahan langsung, akan tetapi dapat menggunakan benda
semacam boneka yang
mirip dengan manusia. Atau untuk memperoleh keterampilan mengemudikan
pesawat ruang angkasa, dalam proses pembelajarannya dapat melakukan simulasi
terlebih dahulu dengan pesawat yang mirip dan memiliki karakterisktik yang sama. Alat yang dapat membantu
proses belajar ini dinamkan media
atau alat Bantu peraga pembelajaran.
Untuk memahami peranan media dalam proses mendapatkan pengalaman belajar bagi siswa,
Edgar Dale ( Molenda, dkk,1996:
16) melukiskannya dalam sebuah kerucut yang kemudian dinamakan kerucut pengalaman (cone
of experience). Kerucut pengalaman Edgar Dale
ini pada
saat ini dianut secara luas untuk menentukan
alat Bantu atau media apa yang
sesuai agar siswa memperoleh pengalaman belajar
secara mudah.
Kerucut pengalaman yang dikemukan
oleh Edgar Dale
itu
memberikan gambaran bahwa pengalaman belajar yang diperoleh siswa dapat melalui proses perbuatan atau mengalami sendiri apa yang
dipelajari, proses mengamati dan mendengarkan melalui media tertentu dan proses
mendengarkan melalui
bahasa. Semakin konkret siswa
mempelajari
bahan
pengajaran,
contohnya melalui pengalaman langsung, maka semakin banyaklah pengalaman yang diperoleh siswa. Sebaliknya, semakin abstrak siswa
memperoleh pengalaman, contohnya hanya mengandaikan bahasa verbal, maka semakin
sedikit pengalaman yang akan diperoleh siswa.
Teori kerucut Edgar Dale (Schramm, 1984:101-102; Molenda, dkk,1996: 16),sbb:
. Kerucut pengalaman (pengalaman tersusun dari yang paling abstrak pada no 12, yang paling atas
dan sampai pada yang paling kurang
abstrak pada no
1, yaitu
paling bawah)
Kerucut pengalaman yang
dikemukakan oleh Edgar Dale itu memberikan gambaran bahwa pengalaman
belajar
yang diperoleh siswa dapat
melalui proses
perbuatgan atau
mengalami sendiri apa yang
dipelajari, proses mengamati dan mendengarkan melaui media tertentu dan
proses mendengarkan melaui bahasa. Semakin konkret siswa mempelajari bahan pengajaran,
contohnya memalui pengalaman langsung, maka semakin banyaklah pengalaman yang
diperoleh siswa. Sebaliknya
semakin abstrak siswa memperoleh pengalaman, contohnya
hanya mengandalkan bahasa verbal,
maka semakin sedikit pengalaman yang
akan diperoleh
siswa.
Selanjutnya uraian setiap pengalaman belajar seperti yang digambarkan dalam
kerucut Dale tersebut akan
dijelaskan berikut
ini:
1.
Pengalaman langsung merupakan
pengalaman
yang
diperoleh siswa
sebagai hasil
dari aktivitas sendiri.
Siswa mengalami, merasakan sendiri segala sesuatu yang berhubungan dengan
pencapaian tujuan. Siswa berhubungan langsung dengan objek yang hendak dipelajari tanpa menggunakan
perantara. Karena diperoleh
siswa secara langsung maka menjadi
konkret sehingga akan
memiliki ketepatan yang tinggi.
2.
Pengalaman
tiruan adalah pengalaman yang diperoleh melalui benda atau kejadian
yang dimanipulasi agar mendekati keadaan yang
sebenarnya. Pengalaman tiruan sudah bukan
pengalaman angsung lagi sebab objek yang dipelajari bukan yang asli atau yang
sesunggguhnya, melainkan
benda
tiruan yang menyerupai benda aslinya. Mempelajari objek tiruan sangat besar manfaatnya terutama untuk menghidari terjadinya verbalisme. Misalnya siswa
akan mempelajari kanguru. Oleh karena binatang
itu
sulit diperoleh apalagi dibawa ke dalam kelas, maka untuk
mempelajarinya dapat menggunakan model binatang dengan wujud yang sama namun terbuat dari
plastik.
3.
Pengalaman melalui drama, yaitu pengalaman yang diperoleh dari kondisi dan situasi yang
diciptakan melalui drama (peragaan) dengan menggunakan skenario yang
sesuai dengan tujuan yang hendak
dicapai. Walaupun siswa
tidak mengalami
secara
langsung
terhadap kejadian, namun
melalui
drama, siswa akan lebih menghayati berbagai
peran yang disuguhkan.
4.
Pengalaman
melalui demontrasi
adalah teknik penyampaian
informasi
melalui peragaan. Kalau dalam drama siswa terlibat secara langsung dalam masalah yang dipelajari walaupun
bukan dalam situasi nyata, maka pengalaman melalui demontrasi siswa hanya melihat peragaan orang lain.
5.
Pengalaman wisata, yaitu pengalaman yang diperoleh melalui kunjungan siswa ke suatu objek
yang ingin dipelajari. Melalui wisata siswa dapat mengamati secara langsung, mencatat, dan
bertanya tentang hal-hal yang dikunjungi.
6.
Pengalaman melalui pameran. Pameran adalah usaha
untuk menunjukkan hasil karya. Melalui
pameran siswa dapat mengamati hal-hal yang ingin dipelajari seperti karya seni (lukis,
pahat,dll), dan hasil teknologi dengan berbagai cara kerjanya.
Pameran lebih
abstrak sifatnya dibandingkan
karya wisata, sebab pengalaman yang diperoleh hanya terbatas pada
kegiatan mengamati wujud benda itu
sendiri.
7.
Pengalaman melalui telivisi merupakan pengalaman
tidak
langsung, sebab televisi merupakan
perantara. Melalui elevisi siswa dapat menyaksikan
berbagai peristiwa yang ditayangkan dari jarak
jauh sesuai dengan program yang dirancang.
8.
Pengalaman melalui gambar hidup dan film merupakan pengalaman
dengan melihat serangkaian gambar mati yang diproyeksikan pada layar dengan kecepatan tinggi,
sehingga menampilkan seakan-akan nyata, dengan mengamati film siswa
dapat belajar
sendiri, walaupun bahan
pelajaranna terbatas sesuai
dengan naskah yang disusun.
9.
Gambar mati atau slide adalah gambar yang diproyeksikan dengan sinar lampu sehingga gambar ditampilkan
lagi seperti apa adanya. Siswa
dapat belajar
dari
gambar sesuai dengan keadaan sebenarnya kendati amat terbatas. Gambar dapat dua dimensi atau
tiga dimensi, tergantung dari kecanggihan alat photonya. Siswa dengan kejelihan penglihatannya mampu
menangkap sebagaian
dari
kenyataan yang sesungguhnya.
10. Pengalaman melalui radio dan rekaman adalah pengalaman
pendengaran atas informasi yang disampaikan lewat suara tidak disertai gambar yang
konkret. Pengalaman melalui media ini
sifatnya lebih abstrak dibandingkan dengan pengalaman melalui gambar hidup atau
gambar mati sebab hanya mengandalkan
pendengarannya saja.
11. Pengalaman melalui lambang
visual seperti grafik, bagan, peta, dll. dapat memberikan
pengetahuan yang
lebih luas kepada siswa. Untuk memahami media ini siswa perlu dibkali konsep-konsep untuk melakukan penafsiran
atas lambang-lambang visual.
12. Pengalaman melalui lambang
verbal, merupakan pengalaman yang sifatnya lebih abstrak dibandingan pengalaman-pengalaman yang lain. Siswa hanya memperoleh pengalaman
berdasarkan bahasa baik lisan maupun tulisan, dan
ada kemungkinan
terjadinya verbalisme sangat tinggi sebab pengetahuan didasarkan atas
konsep dan bukan berdasarkan kenyataan konkret. Untuk mengurangi bahaya verbalisme maka pembelajaran sebaiknya dilengkapi dengan penggunaan media lain.
Edgar Dale dengan kerucut pengalamannya ingin
menandaskan
bahwa pengetahuan manusia, pertama-tama dibentuk lewat penangkapan objek konkret oleh pancindra, baru diabstraksi oleh
akal budi. Maka media yang paling
efektif untuk ditangkap oleh pancaindra adalah ”Pengalaman
langsung”, sebab ini yang paling konkret. Baru kemudian secara bertahap meningkat menuju
objek yang makin abstrak dan menurut Edgar Dale yang paling
abstrak adalah lambang
verbal. Pembuatan
media jika ingin efektif
harus mempertimbangan
kerucut pengalaman
Dale ini.
2.1.3
Fungsi
dan
Manfaat Media
Pembelajaran
Pengalaman sebagaimana dijelaskan oleh Edgar Dale menunjukkan bahwa pengetahuan akan
semakin abstrak dan semakin sulit dipahami siswa jika hanya
disampakan melalui bahasa verbal.
Di pihak lain memberikan pengalaman langsung kepada siswa bukan suatu hal yang mudah. Oleh karena itu peranan media
pembelajaran sangat diperlukan
dalam kegiatan belajar-mengajar. Guru dapat menggunakan berbagai bentuk media yang dapat memberi informasi yang lebih baik dan lengkap kepada
siswa. Melalui media pembelajaran hal-hal yang abstrak dapat dibuat lebih konkret.
Dengan memperhatikan hal-hal di atas maka
media pembelajaran mempunyai fungsi dan
mafaat yang besar,
sedangkan masalah-masalah
komunikasi termasuk dalam proses
belajar mengajar adalah:
(1)
kesulitan bahasa; (2)
lupa, tidak tahan lama; (3)
distorsi (gangguan suara/suara luar masuk); (4) suara: terlalu
kecil/ terlalu
besar; terlalu jauh jaraknya; (5) obyeknya abstrak, kompleks
(misal materi terlalu
rumit).
Adapun fungsi dan manfaat media
pembelajaran adalah sbb ;
a)
Fungsi media dalam memecahkan
masalah-masalah
komunikasi adalah: (1) Memperjelas (terutama konsep) materi ajar yang disampaikan guru kepada siswa, sehingga
siswa dapat menangkap maksud guru secara utuh (demokrasi,
kejujuran,dll); (2)
Menjauhkan yang dekat ( pori-pori kulit kita), atau mendekatkan yang jauh
(bintang-bintang atau
benda-benda ruang
angkasa); (3) Memperbesar yang kecil
(bakteri, virus,dll),
atau mengecilkan yang besar (seperti
bencana alam, gunung meletus, dll);
(4) Mempercepat (proses terjadinya janin, evolusi, dll) atau memperlambat proses terjadinya suatu peristiwa ( jatuhnya benda, meledaknya bom,
dll); (5) Menyederhanakan suatu objek yang terlalu kompleks ( Indonsia dengan peta,
kota dengan denah,
dunia dengan globe,
dll).
b)
Manfaat media pembelajaran:
(1) Media dapat mengatasi
keterbatasan
pengalaman yang dimiliki siswa;
(2) Media dapat mengatasi
keterbatasan
ruang kelas; (3) Media memungkinkan terjadinya interaksi langsung antara peserta dengan
lingkungan; (4) Media dapat menghasilkan keseragaman pengamatan dan
pemahaman;
(5) Media dapat membantu menanamkan konsep-konsep yang benar, nyata
dan
tepat; (6) Media dapat membangkitakan motivasi dan merangsang peserta untuk belajar dengan baik;
(7) Media dapat membangkitkan
keinginan dan
minat baru;
(8) Media dapat mengntrol
kedepatan
belajar siswa; (9) Media dapat
memberikan
pengalaman
yang menyeluruh
dari mhal-hal
yang konkret
sampai yang
abstrak.
2.1.4
Klasifikasi
Media
Pembelajaran
Pengklasifikasian media pembelajaran dapat dibuat tergantung dari sudut pandang mana kita
melihatnya.
a.
Dilihat
dari sifatnya, media dapat diklasifikasikan menjadi:
1)
Media auditif, yaitu media yang hanya dapat didengarkan saja, atau media yang memiliki unsur suara, seperti radio,
rekaman suara, dll.
2)
Media visual, yaitu media yang hanyan dapat
dilihat saja, tidak mengandung
unsur suara. Yang
termasuk di dalamnya adalah film slide, foto, transparansi, lukisan, gambar dan
berbagai bahan cetak
seperti media grafis dan
lain sebainya.
3)
Media audiovisual, yaitu media yang mengandung unsur suara dan unsur gambar
sekaligus, misalnya rekaman video, film, slide bersuara, dll.
Kemampuan audiovisual
lebih baik dan menarik
daripada audio atau
visual saja.
4)
multimedia adalah media yang menggabungkan audiovisual dengan perangkat media yang lain seperti
komputer, LCD
sebagai satu kesatuan.
a)
Multimedia adalah
media
yang jumlahnya
lebih
dari satu
dan
digunakan secara serentak.
b)
Multimedia
amat penting dalam
proses pembelajaran,
apalagi untuk
PKN,
karena:
·
perkembangan ilmu amat cepat, apa lagi ilmu-ilmu sosial berkembang amat dinamis baik
jumlah maupun kualitasnya;
·
ditinjau dari materi dan tujuan pembelajaran, maka menjadi amat jelas media
yang canggih dibutuhkan
untuk memperlancar proses
pembelajaran agar efektif.
b.
Dilihat dari kemampuan
jangkauannya,
media
dapat dibagi
menjadi:
1)
Media yang
memiliki daya liput yang luas dan serentak seperti radio dan TV. Melalui
media ini siswa dapat mempelajari hal-hal atau kejadian-kejadia aktual secara serentak tanpa harus
menggunakan
ruangan
khusus.
2)
Media yang mempunyai daya liput yang terbatas oleh ruang
dan waktu seperti film slide, film, video dll.
c. Dilihat dari teknik pemakaiannya,
media
dapat dibagi:
a.
Media yang diproyeksikan seperti film, slide, film strip,
transparansi, dll. Jenis media
yang demikian memerlukan alat
proyeksi
khusus seperti film projector,
slide projector, OHP. (2) Media yang tidak diproyeksikan
seperti gambar, foto,
lukisan, radio, dll.
d.
Dilihat dari ukurannya, maka media menurut Wilbur
Schramn(
1984:166) , dapat dibagi
menjadi media besar
dan
media kecil sbb:
·
(Media besar, contohnya:
televisi
dan
film; sedangkan media
kecil, contohnya:
slide,filmstrip,tape audio,dll.
Berdasarkan contoh tersebut di atas, maka
klasifikasi tersebut didasarkan atas besar kecilnya ongkos/biaya
produksi dan besar kecilnya
peralatan yang terkait. Media besar, disebut
demikian
karena
biaya
produksinya
relatif
besar, dan perlengkapan yang dihasilnya juga besar ukurannya (memerlukan tempat/ruang yang besar; dan cukup berat); sedangkan media kecil, disebut
demikian karena biaya produksi relatif sedikit dan peralatan yang dihasilkan juga ukurannya relatif kecil (memerlukan
tempat kecil).
e.
Klasifikasi media menurut
Molenda, dkk (1996)
(1)
media audio ; (2) media visual; (3) media
audio-visual;
(4)
media yang diproyeksikan;
(5)
media yang tidak diproyeksikan;
(6)
media berbasis computer;
(7)
media berbasis non komputer
Dalam memanfaatkan komputer
sebagai
dasar media,
maka perlu dipahami, hal-hal berikut:
a)
Computer multimedia: penggunaan dua
media atau lebih dengan memanfaatkan komputer secara terpadu.
Contohnya: penjelasan
dengan power point, perlu komputer dan viewer.
b)
hypermedia: perangkat lunak komputer yang berisi kumpulan dokumen, teks, grafik, video
dan
audio yang
dihubungkan satu sama lain dengan komputer sehingga dapat mengeksplorasi berbagai
informasi
untuk berbagai tujuan.
Contohnya: wibe side;
email,dll.
c)
video interaktif: video yang digabungkan dengan komputer untuk keperluan pembelajaran sehingga siswa
tidak saja mendengar
dan
melihat gambar-gambar
tetapi siswa juga dapat menanggapinya
/ meresponnya secara
aktif
dalam proses pembelajaran. Contohnya:
pembelajaran dengan animasi
gambar lewat
komputer.
d)
CD-ROM: ialah
sistem penyimpanan
yang menggunakan compact disc yang hanya berdiameter 12 cm (4,72 inchi), namun mempunyai kapasitas penyimpanan yang cukup besar yaitu lebih
dri 650 megabytes baik
data, grafik maupun suara.
Hal ini amat
praktis untuk keperluan
pembelajaran.
e)
DVI: (digital video interacitive)
terdiri dari sebuah komputer
dengan CD_ROM player,
sedangkan CDI (Compact disc interactive) yaitu compact disc yang dapat dihubungkan dengan pesawat televisi. Contohnya: penampilan teks, gambar yang disertai suara/bunyi dengan
menggunakan komputer.
f)
Virtual Reality: adalah salah satu aplikasi terbaru berbasis teknologi komputer yang dapat
menghasilkan gambar tiga dimensi, sehingga
gambar itu seperti kenyataan yang sebenarnya. Contohnya film kartun.
g)
Computer based
media amat relevan untuk pembelajaran IPS Terpadu karena
amat sesuai dengan sifat materinya, yaitu sebagai perpaduan dari sejumlah ilmu-ilmu sosial yang
begitu kompleks. Kompleksitas materi tersebut akan lebih mudah
dijelaskan jika menggunakan multimedia yang berbasis komputer.
2.1.7
Prinsip-prinsip Penggunaan Media (Wina Sanjaya, 2008:
173)
Agar media
pembelajaran benar-benar bermanfaat dalam pembelajaran maka ada sejumlah prinsip yang harus
diperhatikan
oleh guru, sbb:
a.
Media yang
akan digunakan guru harus sesuai dan diarahkan untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Jadi media yang disajikan benar-benar harus membantu siswa untuk dapat lebih mudah memahami dan
memaknai bahan pelajaran.
b.
Media yang akan digunakan harus sesuai dengan materi pembelajaran. Setiap materi
pembelajaran memiliki kekhasan dan kekomplekannya sendiri-sendiri,
Media yang digunakan harus
sesuai dengan ciri khas
dan kekompleksitasan materi
pembelajaran.
c.
Media pembelajaran harus sesuai dengan minat, kebutuhan, dan kondisi siswa. Siswa yang
memiliki kemampuan mendengarkan kurang baik, akan sulit memahami pelajaran manakala digunakan media yang bersifat auditif; demikian pula sebaliknya, siswa yang memiliki
kemampuan penglihatan yang kurang, akan sulit menangkap bahan pelajaran yang disajikan
melalui media visual. Jadi guru perlu
memperhataikan setiap kemampuan dan
gaya belajar
siswa.
d.
Media yang akan digunakan harus memperhatikan efektifitas dan efisiensi. Media yang memerlukan peralatan yang mahal belum tentu efektif untuk mencapai tujuan tertentu; atausebaliknya media yang
sangat sederhana dapat saja sangat efektif. Setiap media yang dirancang guru perlu memperhatikan efektifitas
penggunaannya.
e.
Media yang
digunakan harus sesuai dengan kemampuan guru dalam mengoperasikannya. Sering media yang
konpleks seperti multimedia tersedia di kelas, tetapi jika guru tidak sanggup mengoperasikannya maka media itu tidak berguna. Oleh sebab itu guru harus melihat kemampuannya mengoperasikan mdia, sebelum menentukan
pilihannya, jangan sampai terjadi kontra produktif.
2.1.6
Sumber Belajar
Menurut
Malonda, dkk secara umum sumber
belajar terdiri dari:
a)
by design, yaitu
sumber belajar yang dirancang/direncanakan
seperti
modul, TV, radio, ruang
kelas, laboratorium, dll.
b)
by utilization, yaitu
sumber belajar karena dimanfaatkan atau
segala
sesuatu yang bisa
dimanfaatkan untuk belajar,
seperti pengadilan untuk
mahasiswa hukum, kebun binatang untuk mahasiswa biologi, hutan untuk
mahasiswa kehutanan,
DPRD,kantor kelurahan,dll untuk
siswa SLTA/SLTP
Tetapi jika sumber belajar yang dimaksudkan adalah segala
sesuatu yang dapat
dimanfaatkan oleh siswa untuk mempelajari bahan
dan
pengalaman
belajar sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, maka sumber belajar termasuk
di dalamnya:
a) Manusia
Manusia
merupakan sumber utama
dalam proses
pembelajaran. Dalam usaha mencaapai tujuan pembelajaran, guru
dapat
memanfaatkan
dalam
setting proses belajar
mengajar. Misalnya,
untuk menjelasakan
undang-undang lalu lintas,
guru
dapat
mengundang polisi lalu lintas;
untuk menerangkan anatomi
tubuh manusia, guru dapat mengundang dokter; untuk
menjelaskan sistem pemerintahan
desa, guru dapat mengundang kepala desa, dll.
b)
Alat dan bahan
pengajaran
Alat adalah segala sesuatu yang
dapat digunakan untuk membantu guru;sedangkan bahan pengajaran adalah segala sesuatu yang
mengandung pesan yang akan disampaikan kepada siswa. Alat dan bahan biasanya menjadi satu kesatuan yang
tidak terpisahkan. Yang menjadi bahan
pelajaran di antaranya, adalah buku-buku, majalah, koran, dan bahan cetak lainnya, transparansi
yang telah berisi pesan yang akan disampaikan, film slide, foto, gambar, dll. Sedangkan yang
termasuk alat adalah
OHP, slide projector, tape,
video
player, kased video, komputer,
laptop, dll. c) Berbagai
aktivitas dan kegiatan
Yang dimaksudkan aktivitas adalah
segala perbuatan yang sengaja
dirancang oleh guru
untuk memfasilitasi kegiatan belajar
siswa seperti kegiatan
diskusi, demonstrasi, simulasi,
melakukan percobaan, dll.
d) Lingkungan atau
setting
Lingkungan adalah
segala
sesuatu yang
dapat
memungkinkan siswa
belajar.
Misalnya,
gedung sekolah,
perpustakaan, laboratorium,
taman, kantin sekolah, dll
2.1.7
Langkah-langkah Pengembangan dan Produksi Multimedia
Langkah-langkah pengembangan dan
Produksi Multimedia (Molenda, dkk,1996: 309-319)
a.
Langkah pertama
membuat design, mencakup:
1)
Identifikasi
masalah
atau kebutuhan:
permasalahan atau
kebutuhan apa
saja
yang ingin dijawab
dalam proses pembelajaran
dan
memerlukan media apa saja;
2) Analisis setting: keadaan tempat
di mana akan digunakannya media;
3) Pengelolaan:
siapa team
pengembangnya.
b.
Langkah
kedua adalah membuat develop, yang
mencakup:
1)
merumuskan
secara jelas tujuan
atau fungsi media;
2)
menentukan strategi yang akan dipilih;
3)
pembuatan
proto tipe (draf)
media;
c.
Langkah ketiga adalah evaluate
, yaitu langkah:
1)
menguji prototipe media
yang telah dibuat
dengan mengkonsultasikannya pada konsultan ahli, baru diadakan uji coba di lapangan;
2)
setelah prototip diuji coba, lalu hasilnya dianalisis;
dan akhirnya
3)
dan terakhir: diimplementasikan di lapangan.
2.2 Media Pembelajaran Faktual
Prinsip pemanfaatan sumber dan media pembelajaran terdekat dengan
kehidupan siswa adalah terkait dengan filosofi bahwa pendidikan adalah
“bermodus menjadi”, bukan “bermodus memiliki”, jika sebuah pendidikan bermodus
“memiliki”, milik itu bisa hilang. Jika pembelajaran dilakukan dengan tujuan
agar peserta didik memiliki pengetahuan, pengetahuan itu bisa hilang, namanya
lupa atau lepas dari peserta didik. Akan tetapi jika pembelajaran dilakukan
agar peserta didik menjadi seperti apa yang dipelajari, berarti pengetahuan itu
berubah wujud menjadi diri atau kepribadian peserta didik, sehingga ia tidak
lepas, tetapi menyatu dalam diri peserta didik menjadi suatu cirri pribadi
(Sa’dun Akbar, 2013:112-113).
Dalam
pembelajaran IPA, konsepsi anak sebagai hasil konstruksi tentang alam
sekitarnya berbeda dengan konsepsi ilmiah. Oleh karena itu ada yang memberi
nama “miskonsepsi” pada konsepsi anak ini. Dalam pustaka pendidikan sains,
Osborne (1985) (dalam Wilis Dahar, 2011:153) memberikan beberapa nama, yaitu
ada yang menyebutnya “Children’s science”, “misconception”,” alternative
framework”, “alternative conception”, atau “children’s idea”.
Terjadinya
miskonsepsi pada siswa manakala seorang guru dalam pembelajaran hanya
menggunakan metode ceramah, atau gambar sekalipun, mendorong peneliti untuk
membuat media pembelajaran yang mempermudah siswa dalam memahami proses daur
ulang air dengan cara mengamati dan mengalami langsung melalui panca inderanya,
sehingga siswa akan mengetahui bagaimana proses daur ulang air itu terjadi.
Media pembelajaran yang dimaksudkan
penulis diberi nama “Media Pembelajaran Faktual”. Tujuan dibuatnya media ini
adalah untuk menciptakan sebuah pembelajaran yang bisa menjembatani konsep tentang
“daur ulang air” yang masih berbentuk penjelasan teks dengan pemikiran siswa
sekolah dasar, yang berumur antara 7 sampai dengan 11 tahun, yang masih berada
pada tahap operasional konkret (Hergenhahn, 2012:320), sehingga
siswa dapat menangkap, memroses, dan menyusun kembali informasi yang
diperolehnya secara visual dan pengalaman langsung dalam mempraktekkan media
pembelajaran tersebut.
Media Pembelajaran Faktual
yang dibuat oleh peneliti berasal dari sumber/bahan yang biasa dipergunakan
dalam kehidupan sehari-hari di sekolah maupun di rumah-rumah siswa, sehingga
sudah tidak asing lagi bagi siswa. Tujuannya adalah agar siswa sudah mengenal
betul alat tersebut dan mudah pula mengetahui kegunaannya kalau sudah dibuat
menjadi media pembelajaran. Hal ini didasari oleh pendapat Briggs (1977) media
pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi
pembelajaran, seperti buku, film, video dan sebagainya. Kemudian menurut National
Education Associaton(1969), media
pembelajaran adalah sarana komunikasi dalam bentuk
cetak maupun pandang-dengar, termasuk teknologi perangkat keras.
Oleh karena itu, proses
pembelajaran merupakan proses komunikasi dan berlangsung dalam suatu
sistem, maka media pembelajaran menempati posisi yang cukup penting
sebagai salah satu komponen sistem pembelajaran. Tanpa media, komunikasi
tidak akan terjadi dan proses pembelajaran sebagai proses komunikasi juga
tidak akan bisa berlangsung secara optimal. Oleh karena itu, media pembelajaran
dinyatakan sebagai komponen integral dari sistem pembelajaran.
BAB
III
METODE
PENELITIAN
3.1 Lokasi, Ruang Lingkup, dan Subyek Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada
siswa-siswi Kelas V di SD Negeri Rombuh 01 Kecamatan Palengaan Kabupaten
Pamekasan, pada tanggal 9 sampai dengan 21 April 2015.
o
Siklus pertama, dilaksanakan
pada tanggal, 9 sampai dengan 15 April 2015.
o
Siklus kedua, dilaksanakan
pada tanggal, 15 sampai dengan 21 April 2015.
3.2 Desain Penelitian
3.2.1 Desain Pelaksanaan Siklus 1
A. Perencanaan (9-10 April 2015)
o
Menyusun rencana perbaikan
pembelajaran (terlampir) yang memberikan kesempatan siswa untuk mengamati
gambar tentang siklus air yang ditampilkan oleh guru di papan tulis, sehingga
siswa lebih aktif melakukan pengamatan dalam proses pembelajaran.
o
Menyiapkan alat dan sumber
belajar.
o
Menyiapkan lembar
observasi.
o
Menyiapkan tes akhir
pelajaran dan daftar nilai.
B. Pelaksanaan
(11 April 2015)
o
Memotivasi siswa dengan
memberikan pertanyaan tentang hal-hal yang berhubungan dengan proses daur ulang
air.
o
Membagi siswa dalam 4
kelompok, masing-masing 5 orang dan 6 orang.
o
Menggambar peta konsep di
papan tulis, yang berisi sketsa tentang proses daur ulang air sebagaimana yang
dijelaskan di buku siswa.
o
Secara kelompok, siswa
untuk menyebutkan dan menjelaskan tentang proses daur ulang air sesuai dengan
peta konsep yang telah digambar di papan tulis.
o
Melaksanakan post test.
C. Pengamatan (11 April 2015)
o
Data dikumpulkan bersama
oleh penulis dan teman sejawat selama pelaksanaan perbaikan pembelajaran siklus
I, mencakup data aspek proses dan hasil pembelajaran.
o
Data proses mencakup data Pengamatan yang terdiri
dari indikator pembelajaran Inquiri, Kreatifitas, Kerjasama (sosial), dan
aktifitas sebagai instrumen pengumpulan data untuk proses
pembelajaran, dikumpulkan
menggunakan Lembar Pengamatan
Pembelajaran di Kelas.
o
Data hasil ketercapaian perbaikan pembelajaran
atau ketercapaian ketuntasan pemahaman siswa tentang proses Daur Air dan
kegiatan manusia yang dapat mempengaruhinya. Data ini dikumpulkan menggunakan Lembar Tes Akhir.
D. Refleksi
(12-15 April 2015)
Refleksi dilakukan oleh penulis pada
setiap pertemuan/siklus perbaikan pembelajaran untuk mengetahui informasi
tentang kelemahan atau kekurangan dan kelebihan pada prosedur perbaikan
pembelajaran yang telah dilaksanakan. Refleksi ini dilakukan berdasarkan
data-data temuan yang direkam oleh penulis di dalam instrumen penelitian yang
digunakan (lembar observasi, LKS, dan hasil lembar tes tertulis). Hasil
refleksi ini oleh penulis dijadikan sebagai bahan kajian untuk melakukan
perencanaan dan pelaksanaan perbaikan pembelajaran pada siklus ke II.
3.2.2 Desain Pelaksanaan Siklus 2
A. Perencanaan (15-17 April 2015)
Dengan berdasarkan refleksi dan
analisis dari pelaksanaan perbaikan pembelajaran pada siklus ke I, serta
setelah ditemukannya permasalahan pada siklus ke I, maka selanjutnya penulis
melakukan perencanaan perbaikan pembelajaran pada siklus ke II sebagai berikut
:
o
Menyusun rencana perbaikan
pembelajaran (terlampir) yang memberikan kesempatan siswa untuk belajar mengalami,
dengan cara mengamati dan mempraktekkan langsung penggunaan media pembelajaran
factual secara perkelompok, sehingga siswa lebih aktif, kreatif, dan merasakan
kenyamanan dalam proses pembelajaran.
o
Menyiapkan media
pembelajaran faktual.
o
Menyiapkan lembar
observasi.
o
Menyiapkan tes akhir
pelajaran dan daftar nilai.
o
Merencanakan kriteria
standar ketuntasan minimal perbaikan pembelajaran, yaitu 60 % untuk keaktifan
siswa, 60 % untuk LKS, dan 60 % untuk tes tertulis.
B. Pelaksanaan
(18 April 2015)
o
Memotivasi siswa dengan
memberikan pertanyaan tentang hal-hal yang berhubungan dengan proses daur ulang
air.
o
Membagi siswa dalam 4
kelompok, masing-masing 5 orang dan 6 orang.
o
Mengamati cara penggunaan
media faktual.
o
Meminta siswa untuk mempraktekkan
penggunaan media pembelajaran factual dan melaporkan secara kelompok tentang
proses daur ulang air berdasarkan pengalamannya pada saat menggunakan media
pembelajaran faktual.
o
Melaksanakan post test.
C. Pengamatan (18 April 2015)
o
Data dikumpulkan bersama
oleh penulis dan teman sejawat selama pelaksanaan perbaikan pembelajaran siklus
II, mencakup data aspek proses dan hasil pembelajaran.
o
Data proses mencakup data Pengamatan yang terdiri
dari indikator pembelajaran Inquiri, Kreatifitas, Kerjasama (sosial), dan
aktifitas sebagai instrumen pengumpulan data untuk proses
pembelajaran, dikumpulkan
menggunakan Lembar Pengamatan
Pembelajaran di Kelas.
o
Data hasil ketercapaian perbaikan pembelajaran
atau ketercapaian ketuntasan pemahaman siswa tentang proses Daur Air dan
kegiatan manusia yang dapat mempengaruhinya. Data ini dikumpulkan menggunakan Lembar Tes Akhir.
C. Refleksi
(19-21 April 2015)
Refleksi dilakukan oleh penulis pada
setiap pertemuan/siklus perbaikan pembelajaran untuk mengetahui informasi
tentang kelemahan atau kekurangan dan kelebihan pada prosedur perbaikan
pembelajaran yang telah dilaksanakan. Refleksi ini dilakukan berdasarkan
data-data temuan yang direkam oleh penulis di dalam instrumen penelitian yang
digunakan (lembar observasi, LKS, dan hasil lembar tes tertulis). Hasil
refleksi ini oleh penulis dijadikan sebagai bahan kajian untuk melakukan
perencanaan dan pelaksanaan perbaikan pembelajaran pada siklus berikutnya..
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Data
dikumpulkan melalui 2 cara, yaitu :
1)
Data aktifitas dan partisipasi
siswa selama proses perbaikan pembelajaran, digunakan melalui lembar
pengamatan.
2)
Data berupa lembaran kerja siswa
(LKS), digunakan untuk mengetahui sikap cermat, teliti, dan hati-hati dari
siswa dalam menggunakan media pembelajaran faktual.
3)
Tes tertulis, berupa pertanyaan
untuk mengukur pengetahuan siswa sebagai bentuk keberhasilannya dalam membangun
pengetahuannya berdasarkan pengalaman mengamati dan mempraktekkan bagaimana proses
daur ulang air dengan menggunakan media pembelajaran faktual.
3.4 Teknik Analisa Data
Analisis
merupakan usaha untuk memilih, memilah, membuang, menggolongkan, serta menyusun
ke dalam kategorisasi, mengklasifikasi data untuk menjawab pertanyaan pokok;
(1) tema apa yang dapat ditemakan pada data, (2) seberapa jauh data dapat
mendukung tema/ arah/ tujuan penelitian (Supardi, 2009: 132).
Teknik
analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis statistik
deskriptif, yakni berupa data persentase keberhasilan proses pembelajaran dan
hasil belajar sebagaimana yang telah dijelaskan pada teknik pengumpulan data.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dari
hasil observasi pada siklus I dan Siklus
II diperoleh data sebagai berikut :
Data Hasil Pengamatan Pembelajaran Siklus I
NO |
Nama |
L/P |
SIKLUS 1 |
1 |
ANISA |
P |
50 |
2 |
ARIN |
P |
57,1 |
3 |
FAEZAL EFINDI |
L |
57,1 |
4 |
FATIM |
P |
50 |
5 |
HASBULLA |
L |
78,6 |
6 |
HASIYAH |
P |
57,1 |
7 |
HOSNAINI |
L |
57,1 |
8 |
KURROTUL UYUN |
P |
64,3 |
9 |
MALIKATUL JANNAH |
P |
57,1 |
10 |
MOH SAMSUL |
L |
50 |
11 |
RIDWAN |
L |
57,1 |
12 |
RISKY RAMADHAN |
L |
42,9 |
13 |
RUSTINI |
P |
57,1 |
14 |
SARIFATUL LAILA |
P |
57,1 |
Tabel diatas
menunjukkan bahwa 12 (85,71%) siswa belum menunjukkan kumulatif indikator sikap
aktif, kreatif, dan menyenangkan serta efektifitas dalam proses pembelajaran.
Sedangkan 2 (14,29 %) sudah menunjukkan kumulatif indikator sikap aktif,
kreatif, dan menyenangkan serta efektifitas dalam proses pembelajaran. Secara
keseluruhan hasil pengamatan terhadap kumulatif indikator sikap aktif, kreatif,
dan menyenangkan serta efektifitas dalam proses pembelajaran siswa masih berada
dibawah standar minimal yang diharapkan, yaitu 60 % dari 100 % target maksimal
yang diharapkan.
Data hasil pengamatan Proses Pembelajaran siklus II
NO |
Nama |
L/P |
SIKLUS 2 |
1 |
ANISA |
P |
71,4 |
2 |
ARIN |
P |
85,7 |
3 |
FAEZAL EFINDI |
L |
85,7 |
4 |
FATIM |
P |
78,6 |
5 |
HASBULLA |
L |
78,6 |
6 |
HASIYAH |
P |
71,4 |
7 |
HOSNAINI |
L |
78,6 |
8 |
KURROTUL UYUN |
P |
85,7 |
9 |
MALIKATUL JANNAH |
P |
71,4 |
10 |
MOH SAMSUL |
L |
71,4 |
11 |
RIDWAN |
L |
85,7 |
12 |
RISKY RAMADHAN |
L |
71,4 |
13 |
RUSTINI |
P |
78,6 |
14 |
SARIFATUL LAILA |
P |
78,6 |
Tabel diatas
menunjukkan bahwa 14 (100 %) siswa sudah menunjukkan kumulatif indikator sikap
aktif, kreatif, dan menyenangkan serta efektifitas dalam proses pembelajaran. Dengan
demikian, secara keseluruhan hasil pengamatan terhadap kumulatif indikator
sikap aktif, kreatif, dan menyenangkan serta efektifitas dalam proses
pembelajaran sudah mencapai batas standar yang diharapkan, yaitu 60 % dari 100
% target maksimal yang diharapkan.
Data Hasil Tes Pembelajaran Siklus I dan Siklus II
NO |
Nama |
L/P |
SIKLUS 1 |
SIKLUS 2 |
1 |
ANISA |
P |
63 |
72 |
2 |
ARIN |
P |
57 |
68 |
3 |
FAEZAL EFINDI |
L |
55 |
77 |
4 |
FATIM |
P |
56 |
85 |
5 |
HASBULLA |
L |
64 |
77 |
6 |
HASIYAH |
P |
70 |
75 |
7 |
HOSNAINI |
L |
62 |
87 |
8 |
KURROTUL UYUN |
P |
60 |
91 |
9 |
MALIKATUL JANNAH |
P |
54 |
86 |
10 |
MOH SAMSUL |
L |
61 |
72 |
11 |
RIDWAN |
L |
70 |
86 |
12 |
RISKY RAMADHAN |
L |
58 |
72 |
13 |
RUSTINI |
P |
63 |
86 |
14 |
SARIFATUL LAILA |
P |
60 |
79 |
Tabel diatas merupakan hasil tes belajar
siswa setelah berakhirnya pembelajaran pada siklus 1. Berdasarkan nilai yang
diperoleh siswa menunjukkan bahwa pada siklus I hanya ada 2 (14,29 %) siswa
yang mendapatkan nilai di atas 65, sedangkan yang lain masih bervariasi antara
54 sampai dengan 64. Sehingga hasil perolehan ini belum mencapai standar minimal
yang diharapkan, yaitu 60 % siswa mencapai prestasi belajar 65 keatas.
Kemudian setelah penulis mengadakan
refleksi dengan teman sejawat setelah siklus 1, maka pada siklus kedua
sebagaimana yang terdapat pada table III, menunjukkan bahwa pada siklus II
sudah ada 14
(100 %) siswa sudah mencapai nilai 65 keatas. Hasil perolehan ini sudah
mencapai standar minimal yang diharapkan, yaitu 60 % dari jumlah siswa dalam
satu kelas telah mencapai ketuntasan belajar jika nilainya minimal 65.
4.2 Pembahasan.
Setelah
dilaksanakan perbaikan pembelajaran baik pada siklus ke I maupun pada siklus ke
II, ternyata guru tidak hanya tertumpu pada penggunaan cara-cara lama, tetapi
sudah menggunakan berbagai cara, seperti menggunakan Media Pembelajaran Faktual
yang dikombinasikan dengan pendekatan pembelajaran PAKEM. Penggunaan pendekatan
pembelajaran PAKEM betul-betul mengaktifkan siswa untuk belajar sehingga dari
hasil evaluasi akan meningkat.
Dengan
demikian penggunaan Media Pembelajaran Faktual yang dikombinasikan dengan pendekatan
pembelajaran PAKEM dapat meningkatkan kumulatif indikator sikap aktif, kreatif,
dan menyenangkan serta efektifitas dalam proses pembelajaran. Karena siswa
terlibat langsung dalam pembelajaran yang pada akhirnya akan pula meningkatkan
hasil nilai pengamatan oleh guru, dan hasil test yang dilakukan dibandingkan
sebelum menggunakan media pembelajaran faktual.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
1. Simpulan
Dari tindakan
perbaikan pembelajaran dengan menggunakan Media Pembelajaran Faktual yang telah
dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut :
a. Pemahaman siswa terhadap
"proses daur ulang air" dengan pembelajaran yang menggunakan Media
Pembelajaran Faktual serta dikombinasikan dengan pendekatan PAKEM dapat
meningkatkan kumulatif indikator sikap aktif, kreatif, dan menyenangkan serta
efektifitas dalam proses pembelajarandibandingkan
dengan sebelumnya.
b.
Dengan menggunakan Media
Pembelajaran Faktual serta dikombinasikan dengan pendekatan PAKEM siswa lebih
aktif belajar dan terlibat langsung dalam proses pembelajaran sehingga lebih
meningkatkan daya ingat dan pemahaman siswa yang pada akhirnya meningkatkan
hasil evaluasi yang dilakukan oleh guru.
2. Saran dan Tindak Lanjut
Dalam setiap
pembelajaran perlu digunakan sarana dan prasarana yang dikombinasikan dengan
metode yang cenderung melibatkan siswa secara aktif serta disesuaikan dengan
materi yang akan disampaikan.
Disamping hal
tersebut di atas, berdasarkan pengalaman melaksanakan perbaikan pembelajaran
melalui Penelitian Tindakan Kelas, kiranya perlu adanya kelompok kerja guru
(KKG) untuk selalu bertukar pikiran dan
pengalaman berkenaan dengan masalah dan tugas mengajar sehari-hari.
Hasil
penelitian ini tidak dapat digenerelisasikan begitu saja, tetapi paling tidak
dapat memberi gambaran untuk dapat memperbaiki proses belajar mengajar.
DAFTAR PUSTAKA
Afrizal Fadhilah ,(2008), Hakekat Pembelajaran, (http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._GEOGRAFI/197210242001121-BAGJA_WALUYA/MEDIA_PEMBEL.GEOGRAFI/Hakikat_ Media_ dalam_Pembelajaran.pdf) (online) diakses
Akbar, Sa’dun, (2013) Instrumen Perangkat Pembelajaran, Cetakan kedua, Bandung, PT Remaja Rosdakarya
Ayşe OĞUZ-ÜNVER & bSertaç ARABACIOĞLU, ,(2015), OVERVIEWS ON INQUIRY BASED AND PROBLEM BASED
LEARNING METHODS, (http://webb.deu.edu.tr/baed/giris/baed/ozel_sayi/303-310.pdf)
Arsyad,Azhar
(2011). Media Pembelajaran, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.
Briggs,
leslie.1977. Instructional Desain Principles and Aplication. New Jersey:
Educational Technology Publication.
Collete, T.A. & Chiappetta, L. E. 1994. Science
Instruction In The Middle And Secondary Schools, Third Edition. New York:
Macmillan Publising Company
Dahar, Ratna Wilis. (2011) Teori-teori
Belajar & Pembelajaran, Erlangga, Jakarta.
Dale, Edgar, 1969, Belajar untuk
Hidup: Pendidikan Hari Ini dan Hari Esok,
Jakarta: Bhatara Karya Aksara.
Gerlach Venon S., Donald P. Ely, & Rob
Melnick. (1980). Teaching and Media a
systematic
approach.New Jersey: Prentice -Hall, Inc.
Molenda M, Pershing JAand Reigeluth CM (1966), Designing
Instructional Systems, New York, NY McGraw-Hill.
Niamwh,
(2010), landasan penggunaan media pembelajaran ttps://niamw.wordpress.com/2010/04/30/landasan-penggunaan-media-pembelajaran/),
(Online) diakses pada tgl 9 April 2014 jam 21.00 WIB.
Hergenhahn, B.R, Olson, H, Matthew, (2012).
Theories Of Learning (Teori Belajar), Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
Keiichi Takaya,
(2008), Jerome Bruner’s Theory of Education: From Early Bruner to Later
Bruner,( http://ocw.metu.edu.tr/pluginfile.php/8931/
mod_resource/content/1/7su.pdf)
Nana Syaodih Sukmadinata, (2011), Pengembangan Pengembangan
Kurikulum Teori Dan Praktek, Bandung, PT Remaja Rosdakarya.
Trowbridge
& Bybee. (1990). Becoming A Secondary School Science Teacher 5th
ed. USA: Merill Publishing Company
Wina
Sanjaya, (2008), Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan, Jakarta : Kencana.