HIDUP ADALAH UJIAN

SELAMAT DATANG DI BLOG " KHAIRUL IKSAN "- Phone : +6281359198799- e-mail : khairul.iksan123@gmail.com

Jumat, 29 Juli 2022

Upaya Meningkatkan Proses dan Hasil Belajar IPA Pada KD “Proses Daur Ulang Air” Melalui Penggunakan Media Pembelajaran Faktual Pada Siswa Kelas V di SDN Rombuh 1 Kecamatan Palengaan Kabupaten Palengaan

 

BAB I

PENDAHULUAN

  

1.1  Latar Belakang Masalah

 

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri sendiri dan alam sekitar dengan belajar IPA. IPA juga merupakan salah satu disiplin ilmu yang berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan dan memiliki sifat ilmiah. Pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung dan pemahaman untuk mengembangkan kompetensi siswa agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pembelajaran IPA merupakan suatu wahana untuk mengembangkan siswa berpikir rasional dan ilmiah. Pembelajaran IPA dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman lebih mendalam tentang alam sekitar. Siswa wajib untuk mempelajari Ilmu Pengetahuan Alam terutama siswa Sekolah Dasar.

 

Pelajaran IPA di tingkat Sekolah Dasar merupakan mata pelajaran yang mencakup materi cukup luas. Guru diharuskan menyelesaikan target ketuntasan belajar siswa, sehingga perlu perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan metode, media atau alat peraga dan strategi belajar yang tepat. Guru harus mampu menciptakan suasana pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Selain penggunaan metode dan strategi yang tepat, guru juga harus mampu memahami karakteristik siswa dan memberikan rangsangan kepada siswa agar bersemangat dalam mengikuti proses pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Ilmu Pengetahuan Alam untuk siswa SD berisi ide-ide dan konsep-konsep yang disederhanakan sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang betul-betul terjadi atau sudah pernah dialami. Siswa mendapatkan pengetahuan melalui praktek, meneliti secara langsung, dan bereksperimen terhadap objek-objek yang akan dipelajari, sehingga pembelajaran akan lebih bermanfaat dan efektif.

 

Guru diharapkan mampu menciptakan kegiatan pembelajaran yang menyenangkan dengan menggunakan metode yang bervariasi, pendekatan pembelajaran yang tepat, dan media pembelajaran yang relevan dengan materi IPA yang akan diajarkan. Siswa belajar IPA dengan mencoba dan membuktikan sendiri, sehingga siswa akan merasa tertarik dan dapat memperkuat kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor serta tujuan pembelajaran IPA di Sekolah Dasar dapat tercapai. Bentuk program pembelajaran IPA di Sekolah Dasar kini menempatkan siswa sebagai pembangun pengetahuan dari pengalamannya sendiri, baik melalui pengalaman mengerjakan sesuatu maupun berfikir. Proses pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) diharapkan adanya partisipasi aktif dari seluruh siswa. Kegiatan belajar berpusat pada siswa (student centered learning), sedangkan guru sebagai motivator dan fasilitator, sehingga suasana kelas lebih hidup.

 

Hasil pengamatan awal yang dilakukan penulis diperoleh informasi bahwa pembelajaran IPA di kelas V SDN Rombuh 1 Kecamatan Palengaan masih dititikberatkan pada penguasaan konsep saja. Proses pembelajaran di kelas kurang meningkatkan kreativitas siswa, terutama dalam pembelajaran IPA. Proses pembelajaran masih dominan menggunakan metode konvensional secara monoton di kelas, sehingga suasana belajar terkesan kaku dan didominasi oleh guru (teacher centered learning). Proses pembelajaran yang dilakukan cenderung pada pencapaian target materi kurikulum (subject centered design), dan lebih mementingkan pada penghafalan konsep bukan pada pemahaman. Guru menyampaikan materi dengan metode ceramah, dimana siswa hanya duduk, mencatat, dan mendengarkan apa yang disampaikannya, sehingga ketika siswa diminta untuk bertanya oleh guru banyak yang tidak melakukannya. Hal ini karena siswa kurang termotivasi untuk lebih aktif mengutarakan pendapat, ide, gagasan, pertanyaan dan kesulitan-kesulitan maupun hal-hal yang belum dipahami selama pelajaran berlangsung. Suasana pembelajaran menjadi tidak kondusif, minat belajar dan aktifitas siswa dalam pembelajaran IPA masih sangat kurang, sehingga proses dan hasil belajar juga sangat rendah. Proses pembelajaran dan hasil belajar IPA yang sangat rendah merupakan suatu permasalahan yang harus segera diatasi.

 

Hasil analisis terhadap nilai ulangan harian dan ulangan akhir semester I tahun 2014/2015 siswa kelas V SDN Rombuh 1 Kecamatan Rombuh Kabupaten Palengaan pada mata pelajaran IPA belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan yaitu ≥ 65. Hasil Ulangan Akhir Semester I tahun 2014/2015 siswa kelas V SDN Rombuh 1 Kecamatan Palengaan Kabupaten Pamekasan, pada mata pelajaran IPA diperoleh nilai terendah 40, nilai tertinggi 90 dan nilai rata-rata 68. Dari 26 siswa yang mencapai KKM hanya 9 siswa. Rendahnya proses dan hasil belajar IPA siswa disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah :    

·         Pembelajaran IPA pada kelas V masih menggunakan metode konvensional.

·         Pemilihan pendekatan dan strategi pembelajaran belum sesuai dengan tujuan pembelajaran.

·         Kurangnya kreasi guru dengan membuat media pembelajaran sederhana dan nyata yang bisa digunakan dalam pembelajaran.

·         Belum terlibatnya siswa di saat proses pembelajaran secara aktif,  kreatif, efektif, dan menyenangkan.

·         Belum adanya kesadaran bagi siswa untuk bekerja secara kelompok pada saat pembelajaran.

·         Nilai hasil belajar IPA belum memuaskan.

 

Oleh karena itu diperlukan adanya beberapa solusi pembelajaran yang tepat, baik pada aspek proses pembelajaran maupun penggunaan media pembelajaran. Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan di atas, peneliti akan memberikan batasan masalah sebagai ruang lingkup dari penelitian ini, yaitu “Kurangnya kreasi guru dengan membuat media pembelajaran sederhana dan nyata yang bisa digunakan dalam pembelajaran”.

Media Pembelajaran adalah solusi yang harus dilakukan untuk mengatasi permasalahan di kelas, karena selama ini siswa mendapatkan pengetahuannya secara konseptual  saja, sedangkan pengalaman nyata dengan penggunaan media real sangat kurang. Oleh karena itu penulis harus membuat media Pembelajaran faktual (real) agar tidak terjadi verbalisme dalam pemahaman siswa. Media Faktual yang dimaksudkan oleh penulis adalah alat yang dibuat dari bahan-bahan yang mudah didapat serta disesuaikan dengan tingkat perkembangan psikologis siswa, sehingga siswa dapat menangkap, memroses, dan menyusun kembali informasi yang diperolehnya secara visual.

Media Pembelajaran Faktual yang dibuat oleh peneliti merupakan alat yang biasa dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari di sekolah maupun di rumah-rumah siswa, sehingga sudah tidak asing lagi bagi siswa. Tujuannya adalah agar siswa sudah mengenal betul alat tersebut dan mudah pula mengetahui kegunaannya kalau sudah dibuat menjadi media pembelajaran. Hal ini didasari oleh pendapat Briggs (1977) media pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi pembelajaran seperti : buku, film, video dan sebagainya. Kemudian menurut National Education Associaton(1969) mengungkapkan bahwa media pembelajaran adalah sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun pandang-dengar, termasuk teknologi perangkat keras.

Oleh karena itu, proses pembelajaran merupakan proses komunikasi dan berlangsung dalam suatu sistem, maka media pembelajaran menempati posisi yang cukup penting sebagai salah satu komponen sistem pembelajaran. Tanpa media, komunikasi tidak akan terjadi dan proses pembelajaran sebagai proses komunikasi juga tidak akan bisa berlangsung secara optimal. Media pembelajaran adalah komponen integral dari sistem pembelajaran.  

 

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka peneliti ingin melakukan penelitian tindakan kelas dengan judul “Upaya Meningkatkan Proses dan Hasil Belajar IPA Pada KD “Proses Daur Ulang Air” Melalui Penggunakan Media Pembelajaran Faktual Pada Siswa Kelas V di SDN Rombuh 1 Kecamatan Palengaan Kabupaten Palengaan”.

 

1.2  Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: ”Bagaimana meningkatkan proses dan hasil belajar IPA Melalui Penggunaan Media Pembelajaran Faktual pada siswa kelas V di SDN Rombuh 1 Kecamatan Palengaan Kabupaten Pamekasan ?”.

 

1.3  Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk Mendeskripsikan Penggunaan Media Pembelajaran Faktual dalam Meningkatkan proses dan hasil belajar IPA Pada KD “Proses Daur Ulang Air” pada siswa kelas V di SDN Rombuh 1 Kecamatan Palengaan Kabupaten Pamekasan.

1.4  Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut:

 

1.         Manfaat Teoritis

a.         Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan informasi mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan media pembelajaran faktual  dalam  meningkatkan proses dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA.

b.        Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pijakan dan pedoman untuk mengembangkan penelitian-penelitian yang menerapkan media pembelajaran faktual.

 

2.         Manfaat Praktis

a.         Bagi Peneliti

Sebagai bahan informasi seberapa besar peningkatan proses dan hasil belajar IPA melalui penggunaan media pembelajaran faktual.

b.        Bagi Guru

1)   Memberikan arahan dan pedoman dalam proses belajar mengajar yang berkaitan dengan variasi pembelajaran agar proses dan hasil belajar siswa baik.

2)   Sumbangan pemikiran dan pertimbangan dalam menentukan media pembelajaran dan pendekatan yang tepat.

3)   Membantu guru meningkatkan proses pembelajaran di kelasnya, sebagai upaya meningkatkan proses dan hasil belajar siswa.

4)   Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai gambaran bagaimana penerapan pembelajaran IPA melalui penggunaan Media Pembelajaran Faktual.

 

c.         Bagi Siswa

 

Dapat menambah dan memperluas wawasan dan pengalaman belajar bagi siswa kelas V SDN Rombuh 1 Kecamatan Palengaan Kabupaten Pamekasan.

d.        Bagi Sekolah

 

Sebagai sumbangan pemikiran untuk usaha-usaha peningkatan kualitas pembelajaran IPA di Sekolah Dasar, khususnya SDN Rombuh 1 Kecamatan Palengaan Kabupaten Pamekasan.

 

1.5  Indikator Keberhasilan

Indikator keberhasilan tindakan dalam penelitian ini membutuhkan acuan untuk mempertimbangkan hasil yang akan dicapai setelah dilakukan tindakan. Indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah:

a.       Terjadi peningkatan proses pembelajaran pada kumulatif indikator pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan dengan pencapaian 60% dari 100% target maksimal yang diharapkan.

b.      Terjadi peningkatan nilai rata-rata tes akhir siklus siswa dari tes akhir siklus I ke siklus selanjutnya.

  1. Ketuntasan belajar siswa dalam satu kelas telah memenuhi kriteria ketuntasan minimal, yaitu minimal 60% dari jumlah siswa dalam satu kelas telah mencapai ketuntasan belajar individu dan minimal dalam kategori tinggi.  Ketuntasan belajar individu yang telah ditetapkan SDN Rombuh 1 untuk mata pelajaran IPA, yaitu jika nilai siswa minimal 65.

BAB II

KAJIAN TEORI

 

2.1  Konsep Media Pembelajaran

2.1.1        Pengertian Media Pembelajaran

Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara atau pengantar. Dalam bahasa Arab media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerimapesan (Azhar Arsyad, 2014: 3). Menurut Gerlach dan Ely yang dikutip oleh Azhar Arsyad (2011:3), media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi dan kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, ketrampilan atau sikap.

Berikut ini Pengertian media menurut beberapa ahli :

“ (1) Teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran. Jadi media adalah perluasan dari guru (Schram, 1977), (2) Sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun audio visual, termasuk teknologi perangkat kerasnya (NEA, 1969), (3) Alat untuk memberikan perangsang bagi siswa supaya terjadi proses belajar (Briggs, 1970), (4) Segala bentuk dan saluran yang dipergunakan untuk proses penyaluran pesan (AECT, 1977), (5) Berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar (Gagne, 1970) (http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._GEOGRAFI/197210242001121BAGJA_WALUYA/MEDIA_PEMBEL.GEOGRAFI/Hakikat_Media_dalam_Pembelajaran.pdf)

 

Perumusan media yang menggambarkan pengertian yang cukup luas, mencakup berbagai bentuk perangsang belajar yang sering disebut sebagai audio visual aid, serta berbagai bentuk alat penyaji perangsang belajar, berupa alat-alat elektronika seperti mesin pengajaran, film, audio cassette, video cassette, televise, dan computer adalah pengertian yang dikemukakan Nana Saodih Sukmadinata (2011: 108) “Segala macam bentuk perangsang dan alat yang disediakan guru untuk mendorong siswa belajar”.

Belajar adalah proses yang kompleks dan unik; artinya, sesorang yang belajar melibatkan segala aspek kepribadiannya, baik fisik maupun mental. Keterlibatan dari semua aspek kepribadian ini akan nampak dari perilaku belajar orang itu. Perilaku belajar yang nampak adalah unik; artinya perilaku itu hanya terjadi pada orang itu dan tidak pada orang lain. Setiap orang memunculkan perilaku belajar yang berbeda.

Keunikan perilaku belajar ini disebabkan oleh adanya perbedaan karakteristik yang menentukan perilaku belajar, seperti: gaya belajar (visual vs auditif), gaya kognitif (field independent vs field dependent), bakat, minat, tingkat kecerdasan, kematangan intelektual, dan lainnya yang bisa diacukan pada karakteristik individual siswa.

Perilaku belajar siswa yang kompleks dan unik ini menuntut layanan dan perlakuan pembelajaran yang kompleks dan unik pula untuk setiap siswa.Komponen pembelajaran yang bertanggungjawab untuk menangani masalah ini adalah strategi penyampaian pembelajaran, lebih khusus lagi media pembelajaran.Strategi (media) pembelajaran haruslah dipilih sesuai dengan karakteristik individual siswa.Ia sedapat mungkin harus memberikan layanan pada setiap siswa sesuai dengan karakteristik belajarnya. Umpamanya, siswa yang memiliki gayabelajar visual harus mendapatkan rangsangan belajar visual, seperti halnya siswa yang memiliki gaya auditif harus mendapatkan rangsangan belajar auditif.

Perubahan perilaku sebagai akibat dari belajar dapat dikelompokkan ke dalam 3 aspek, yaitu: kognitif, sikap, dan keterampilan. Setiap aspek menuntut penggunaan media pembelajaran yang berbeda.Artinya, belajar kognitif memerlukan media yang berbeda dibandingkan siswa yang belajar aspek lainnya.Atas dasar ini, diperlukan strategi penyampaian yang menggunakan multimedia untuk memenuhi tuntutan belajar aspek yang berbeda-beda.

Kajian psikologi menyatakan bahwa anak akan lebih mudah mempelajari hal yang konkrit ketimbang yang abstrak. Berkaitan dengan kontinum konkrit-abstrak dan kaitannya dengan penggunaan media pembelajaran, ada beberapa pendapat. Pertama, Jerome Bruner, mengemukakan bahwa dalam proses pembelajaran hendaknya menggunakan urutan dari belajar dengan gambaran atau film (iconic representation of experiment) kemudian ke belajar dengan simbol, yaitu menggunakan kata-kata (symbolic representation). Menurut Bruner, hal ini juga berlaku tidak hanya untuk anak tetapi juga untuk orang dewasa. Kedua, Charles F. Haban, mengemukakan bahwa sebenarnya nilai dari media terletak pada tingkat realistiknya dalam proses penanaman konsep, ia membuat jenjang berbagai jenis media mulai yang paling nyata ke yang paling abstrak. Ketiga, Edgar Dale, membuat jenjang konkrit-abstrak dengan dimulai dari siswa yang berpartisipasi dalam pengalaman nyata, kemudian menuju siswa sebagai pengamat kejadian nyata, dilanjutkan ke siwa sebagai pengamat terhadap kejadian yang disajikan dengan media, dan terakhir siswa sebagai pengamat kejadian yang disajikan dengan simbol.

Berbagai temuan penelitian menunjukkan bahwa ada interaksi anatara penggunaan media pembelajaran dan karakteristik belajar siswa dalam menentukan hasil belajar siswa. Artinya, bahwa siswa akan mendapat keuntungan yang signifikan bila ia belajar dengan menggunakan media yang sesuai dengan karakteristiknya. Siswa yang memiliki gaya belajar visual akan lebih mendapatkan keuntungan dari menggunakan media visual, seperti film, video, gambar atau diagram. Sedangkan siswa yang memiliki gaya belajar auditif lebih mendapatkan keuntungan dari penggunaan media pembelajaran auditif, seperti rekaman suara , radio atau ceramah dari guru/ pengajar. Akan lebih tepat dan menguntungkan siswa dari kedua tipe belajar tersebut jika menggunakan media audio-visual.Berdasarkan landasan rasional empiris tersebut, maka pemilihan media pembelajaran hendaknya jangan atas dasar kesukaan guru, tetapi harus mempertimbangkan kesesuaian antara karakteristik pebelajar, karakteristik materi pelajaran, dan karakteristik media itu sendiri. Atas dasar ini, maka prinsip penyesuaian jenis media yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran dengan karakteristik individual siswa menjadi semakin mantap. Pemilihan dan penggunaan media hendaknya jangan didasarkan pada kesukaan atau kesenanangan pengajar, tetapi dilandaskan pada kecocokan media itu dengan karakteristik siswa, disamping kriteria lain yang telah disebutkan sebelumnya.

Ada suatu pandangan, bahwa dengan digunakannya berbagai jenis media hasil teknologi baru di dalam kelas, akan berakibat proses pembelajaran yang kurang manusiawi. Dengan kata lain, penerapan teknologi dalam pembelajaran akan terjadi dehumanisasi. Benarkah pendapat tersebut? Bukankah dengan adanya berbagai media pembelajaran justru siswa dapat mempunyai banyak pilihan untuk digunakan media yang lebih sesuai dengan karakteristik pribadinya? Dengan kata lain, siswa dihargai harkat kemanusiaannya diberi kebebasan untuk menentukan pilihan, baik cara maupun alat belajar sesuai dengan kemampuannya. Dengan demikian, penerapan teknologi tidak berarti dehumanisasi. Sebenarnya perbedaan pendapat tersebut tidak perlu muncul, yang penting bagaimana pandangan guru terhadap siswa dalam proses pembelajaran. Jika guru menganggap siswa sebagai anak manusia yang memiliki kepribadian, harga diri, motivasi, dan memiliki kemampuan pribadi yang berbeda dengan yang lain, maka baik menggunakan media hasil teknologi baru atau tidak, proses pembelajaran yang dilakukan akan tetap menggunakan pendekatan humanis.

Dengan memperhatikan kompleks dan uniknya proses belajar, maka ketepatan pemilihan media dan metode pembelajaran akan sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Di samping itu, persepsi siswa juga sangat mempengaruhi hasil belajar. Oleh sebab itu, dalam pemilihan media, di samping memperhatikan kompleksitas dan keunikan proses belajar, memahami makna persepsi serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penjelasan persepsi hendaknya diupayakan secara optimal agar proses pembelajaran dapat berangsung secara efektif. Untuk maksud tersebut, perlu: (1) diadakan pemilihan media yang tepat sehingga dapat menarik perhatian siswa serta memberikan kejelasan obyek yang diamatinya, (2) bahan pembelajaran yang akan diajarkan disesuaikan dengan pengalaman siswa.

    Ada beberapa konsep atau definisi media pendidikan atau media pembelajaran. Molenda, dkk (1996: 8) mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah seluruh alat dan bahan yang dapat dipakai untuk mencapai tujuan pendidikan seperti radio, televisi, buku, koran, majaah dan sebagainya. Menurut Molenda alat-alat semacam radio dan televisi kalau digunakan dan diprogram untuk pendidikan maka merupakan media pembelajaran.

   Namun demikian, media bukan hanya berupa alat atau bahan saja akan tetapi hal-hal lain yang memungkinkan siswa dapat memperoleh pengetahuan. Gerlach dan Ely (1980: 244) menyatakan : A medium, conceived is any peron, material or event that establishs condition which enable the learner to acquire knowledge, skill, and attitude.. Menurut Gerlach secara umum media itu meliputi orang, bahan, peralatan, atau kegiatan yang menciptakan kondisi yang memungkinkan  siswa memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Jadi, dalm pengertian ini media bukan hanya alat  seperti TV, radio, slide, bahan cetakan, tetapi meliputi orang sebagai sumber belajar atau juga berupa kegiatan semacam diskusi, seminar, karya wisata, simulasi, dan lain sebagainya yang dikondisikan untuk menambah pengetahuan dan wawasan, mengubah sikap siswa atau untuk menambah keterampilan.

   Dari dua pengertian di atas, maka tampak pengertian terakhir yang dikemukakan Gerlach lebih luas dibandingkan dengan pengertian yang pertama. Selain pengertian di atas, ada juga yang berpendapat bahwa media pengajaran meliputi perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software). Hardware adalah alat-alat yang dapat mengantarkan pesan seperti overhead projector (OHP), radio, televisi, dan sebagainya. Sedangkan software adalah isi program yang mengandung pesan seperti informasi yang terdapat pada transparasi atau buku dan bahan-bahan cetakan lainnya, cerita yang terkandung dalam film atau materi yang disuguhkan dalam bentuk bagan, grafik, diagram, dan lain sebagainya.

   Rasional proses komunikasi yang menggunakan media, sebagai berikut:

a.       Dalam proses komunikasi / informasi, maka informasi masuk dalam diri seseorang melaui pancaindra (penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan dan pengecapan); b) Penggunaan lebih dari satu media akan membantu efektivitas proses komunikasi. Prioritas banyaknya informasi yang masuk ke dalam diri seseorang adalah indra penglihatan (maka media visual amat penting), lalu pendengaran (maka media audio juga penting), indra lain sebagai pendukung.

Dalam media pembelajaran (Molenda, 1996) dikenal istilah P0BATEL, maksudnya:

P : pesan, dalam pendidikan adalah materi pelajaran,

0 : orang, yaitu subyek pengguna media, yaitu guru, dosen, dll.

B : bahan dapat berupa sofware seperti CD, buku, film, flash disc, dll.

A : alat, dapat berupa hardware, seperti komputer, LCD, dll.

TE : teknik, yaitu metode mengajar, strategi, pendekatan pembelajaran, dl

L : lingkungan, seperti ruang kelas, perpustakaan, laboratorium, sekolah, masyarakat, dll.

   POBARTEL  adalah  ruang  lingkup  yang  harus  diperhatikan  oleh  pengajar  jika  ingin mengembangkan komunikasi dengan menggunakan media secara utuh dan lengkap. Model komunikasi menurut Berlo (Molenda, dkk.1996:27-28)

Sumber (source)

= S

Pesan (message)

= P

Saluran

(channel)

= C

Penerima (receiver)

= R

Effektif

(effective)

=E

I

 

II

 

III

 

IV

 

V

                                                                          

2.1.2        Pentingnya Media Pembelajaran

Mengajar  dapat  dipandang  sebagai  usaha  yang  dilakukan  guru  agar  siswa  belajar. Sedangkan, yang dimaksudkan dengan belajar itu sendiri adalah proses perubahan tingkah laku melalui pengalaman. Pengalaman itu dapat berupa pengalaman langsung ataupun pengalaman tidak langsung. Pengalaman langsung adalah pengalaman yang diperoleh melalui sendiri pada situasi yang sebenarnya. Misalnya, bagaimana siswa mengoperasikan computer, demikian juga memberikan pengalaman bemain gitar, mengetik,   dll.

Namun demikian pada kenyataannya tidak semua bahan pelajaran dapat disajikan secara langsung. Untuk mempelajari bagaimana kehidupan kahkluk hidup di laut, tidak mungkin guru membimbing siswa langsung menyelam di dasar laut, atau membelah dada manusia hanya untuk mempelajari cara kerja jantung, paru-paru. Untuk memberikan pengalaman belajar semacam itu, guru memerlukan alat Bantu seperti film atau foto-foto dan lain sebagainya. Demikian juga untuk mempunyai keterampilan membedah atau melakukan operasi pada manusia, pertama kali tidak perlu melakukan pembedahan langsung, akan tetapi dapat menggunakan benda semacam boneka yang mirip dengan manusia. Atau untuk memperoleh keterampilan mengemudikan pesawat ruang angkasa, dalam proses pembelajarannya dapat melakukan simulasi terlebih dahulu dengan pesawat yang mirip dan memiliki karakterisktik yang sama. Alat yang dapat membantu proses belajar ini dinamkan media atau alat Bantu peraga pembelajaran.

Untuk memahami peranan media dalam proses mendapatkan pengalaman belajar bagi siswa, Edgar Dale ( Molenda, dkk,1996: 16) melukiskannya dalam sebuah kerucut yang kemudian dinamakan kerucut pengalaman (cone of experience). Kerucut pengalaman Edgar Dale ini pada saat ini dianut secara luas untuk menentukan alat Bantu atau media apa yang sesuai agar siswa memperoleh pengalaman belajar secara mudah.

Kerucut pengalaman yang dikemukan oleh Edgar Dale itu memberikan gambaran bahwa pengalaman belajar yang diperoleh siswa dapat melalui proses perbuatan atau mengalami sendiri apa yang dipelajari, proses mengamati dan mendengarkan melalui media tertentu dan proses mendengarkan melalui bahasa. Semakin  konkret  siswa  mempelajari  bahan  pengajaran, contohnya melalui pengalaman langsung, maka semakin banyaklah pengalaman yang diperoleh siswa. Sebaliknya, semakin abstrak siswa memperoleh pengalaman, contohnya hanya mengandaikan bahasa verbal, maka semakin sedikit pengalaman yang akan diperoleh siswa.

Teori kerucut Edgar Dale (Schramm, 1984:101-102; Molenda, dkk,1996: 16),sbb: . Kerucut pengalaman (pengalaman tersusun dari yang paling abstrak pada no 12, yang paling atas dan sampai pada yang paling kurang abstrak pada no 1, yaitu paling bawah)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Kerucut pengalaman yang dikemukakan oleh Edgar Dale itu memberikan gambaran bahwa pengalaman  belajar  yang  diperoleh  siswa  dapat  melalui  proses  perbuatgan  atau  mengalami sendiri apa yang dipelajari, proses mengamati dan mendengarkan melaui media tertentu dan proses mendengarkan melaui bahasa. Semakin konkret siswa mempelajari bahan pengajaran, contohnya memalui pengalaman langsung, maka semakin banyaklah pengalaman yang diperoleh siswa. Sebaliknya semakin abstrak siswa memperoleh pengalaman, contohnya hanya mengandalkan bahasa verbal, maka semakin sedikit pengalaman yang akan diperoleh siswa.

Selanjutnya uraian setiap pengalaman belajar seperti yang digambarkan dalam kerucut Dale tersebut akan dijelaskan berikut ini:

1.      Pengalaman  langsung  merupakan  pengalaman  yang  diperoleh  siswa  sebagai  hasil  dari aktivitas sendiri. Siswa mengalami, merasakan sendiri segala sesuatu yang berhubungan dengan pencapaian tujuan. Siswa berhubungan langsung dengan objek yang hendak dipelajari tanpa menggunakan  perantara.  Karena  diperoleh  siswa  secara  langsung  maka  menjadi  konkret sehingga akan memiliki ketepatan yang tinggi.

2.      Pengalaman  tiruan  adalah pengalaman  yang  diperoleh melalui  benda atau kejadian  yang dimanipulasi agar mendekati keadaan yang sebenarnya. Pengalaman tiruan sudah bukan pengalaman angsung lagi sebab objek yang dipelajari bukan yang asli atau yang sesunggguhnya, melainkan benda tiruan yang menyerupai  benda aslinya. Mempelajari objek tiruan sangat besar manfaatnya terutama untuk menghidari terjadinya verbalisme. Misalnya siswa akan mempelajari kanguru. Oleh karena binatang itu sulit diperoleh apalagi dibawa ke dalam kelas, maka untuk mempelajarinya dapat menggunakan model binatang dengan wujud yang sama namun terbuat dari plastik.

3.      Pengalaman melalui drama, yaitu pengalaman yang diperoleh dari kondisi dan situasi yang diciptakan melalui drama (peragaan) dengan menggunakan skenario yang sesuai dengan tujuan yang  hendak  dicapai.  Walaupun  siswa  tidak  mengalami  secara  langsung  terhadap  kejadian, namun melalui drama, siswa akan lebih menghayati berbagai peran yang disuguhkan.

4.      Pengalaman  melalui  demontrasi  adalah  teknik  penyampaian  informasi  melalui  peragaan. Kalau dalam drama siswa terlibat secara langsung dalam masalah yang dipelajari walaupun bukan dalam situasi nyata, maka pengalaman melalui demontrasi siswa hanya melihat peragaan orang lain.

5.      Pengalaman wisata, yaitu pengalaman yang diperoleh melalui kunjungan siswa ke suatu objek yang ingin dipelajari. Melalui wisata siswa dapat mengamati secara langsung, mencatat, dan bertanya tentang hal-hal yang dikunjungi.

6.      Pengalaman melalui pameran. Pameran adalah usaha untuk menunjukkan hasil karya. Melalui pameran siswa dapat mengamati hal-hal yang ingin dipelajari seperti karya seni (lukis, pahat,dll), dan hasil teknologi dengan berbagai cara kerjanya. Pameran lebih abstrak sifatnya dibandingkan karya wisata, sebab pengalaman yang diperoleh hanya terbatas pada kegiatan mengamati wujud benda itu sendiri.

7.      Pengalaman melalui telivisi merupakan pengalaman tidak langsung, sebab televisi merupakan perantara. Melalui elevisi siswa dapat menyaksikan berbagai peristiwa yang ditayangkan dari jarak jauh sesuai dengan program yang dirancang.

8.      Pengalaman melalui gambar hidup dan film merupakan pengalaman dengan melihat serangkaian  gambar mati  yang diproyeksikan pada layar dengan kecepatan tinggi,  sehingga menampilkan seakan-akan nyata, dengan mengamati film siswa dapat belajar sendiri, walaupun bahan pelajaranna terbatas sesuai dengan naskah yang disusun.

9.      Gambar mati atau slide adalah gambar yang diproyeksikan dengan sinar lampu sehingga gambar ditampilkan lagi seperti apa adanya. Siswa dapat belajar dari gambar sesuai dengan keadaan sebenarnya kendati amat terbatas. Gambar dapat dua dimensi atau tiga dimensi, tergantung dari kecanggihan alat photonya. Siswa dengan kejelihan penglihatannya mampu menangkap sebagaian dari kenyataan yang sesungguhnya.

10.  Pengalaman melalui radio dan rekaman adalah pengalaman pendengaran atas informasi yang disampaikan lewat suara tidak disertai gambar yang konkret. Pengalaman melalui media ini sifatnya lebih abstrak dibandingkan dengan pengalaman melalui gambar hidup atau gambar mati sebab hanya mengandalkan pendengarannya saja.

11.  Pengalaman melalui lambang visual seperti grafik, bagan, peta, dll. dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas kepada siswa. Untuk memahami media ini siswa perlu dibkali konsep-konsep untuk melakukan penafsiran atas lambang-lambang visual.

12.  Pengalaman melalui lambang verbal, merupakan pengalaman yang sifatnya lebih abstrak dibandingan pengalaman-pengalaman yang lain. Siswa hanya memperoleh pengalaman berdasarkan  bahasa baik  lisan  maupun tulisan,  dan  ada kemungkinan  terjadinya  verbalisme sangat tinggi sebab pengetahuan didasarkan atas konsep dan bukan berdasarkan kenyataan konkret. Untuk mengurangi bahaya verbalisme maka pembelajaran sebaiknya dilengkapi dengan penggunaan media lain.

Edgar Dale dengan kerucut pengalamannya ingin  menandaskan bahwa pengetahuan manusia, pertama-tama dibentuk lewat penangkapan objek konkret oleh pancindra, baru diabstraksi oleh akal budi. Maka media yang paling efektif untuk ditangkap oleh pancaindra adalah Pengalaman langsung, sebab ini yang paling konkret. Baru kemudian secara bertahap meningkat menuju objek yang makin abstrak dan menurut Edgar Dale yang paling abstrak adalah lambang verbal. Pembuatan media jika ingin efektif harus mempertimbangan kerucut pengalaman Dale ini.

2.1.3        Fungsi dan Manfaat Media Pembelajaran

Pengalaman sebagaimana dijelaskan oleh Edgar Dale menunjukkan bahwa pengetahuan akan semakin abstrak dan semakin sulit dipahami siswa jika hanya disampakan melalui bahasa verbal. Di pihak lain memberikan pengalaman langsung kepada siswa bukan suatu hal yang mudah. Oleh karena itu peranan media pembelajaran sangat diperlukan dalam kegiatan belajar-mengajar. Guru dapat menggunakan berbagai bentuk media yang dapat memberi informasi yang lebih baik dan lengkap kepada siswa. Melalui media pembelajaran hal-hal yang abstrak dapat dibuat lebih konkret.

Dengan memperhatikan hal-hal di atas maka media pembelajaran mempunyai fungsi dan mafaat yang besar, sedangkan masalah-masalah komunikasi termasuk dalam proses belajar mengajar adalah: (1) kesulitan bahasa; (2) lupa, tidak tahan lama; (3) distorsi (gangguan suara/suara luar masuk); (4) suara: terlalu kecil/ terlalu besar; terlalu jauh jaraknya; (5) obyeknya abstrak, kompleks (misal materi terlalu rumit).

Adapun fungsi dan manfaat media pembelajaran adalah sbb ;

a)      Fungsi media dalam memecahkan masalah-masalah komunikasi adalah: (1) Memperjelas (terutama konsep) materi ajar yang disampaikan guru kepada siswa, sehingga siswa dapat menangkap maksud guru secara utuh (demokrasi, kejujuran,dll); (2) Menjauhkan yang dekat ( pori-pori kulit kita), atau mendekatkan yang jauh (bintang-bintang atau benda-benda ruang angkasa); (3) Memperbesar  yang kecil  (bakteri, virus,dll), atau mengecilkan  yang besar (seperti  bencana alam, gunung meletus, dll); (4) Mempercepat (proses terjadinya janin, evolusi, dll)  atau memperlambat proses terjadinya suatu peristiwa ( jatuhnya benda, meledaknya bom, dll); (5) Menyederhanakan suatu objek yang terlalu kompleks  ( Indonsia dengan peta, kota dengan denah, dunia dengan globe, dll).

b)      Manfaat media pembelajaran: (1) Media dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki siswa; (2) Media dapat mengatasi keterbatasan ruang kelas; (3) Media memungkinkan terjadinya interaksi langsung antara peserta dengan lingkungan; (4) Media dapat menghasilkan keseragaman  pengamatan  dan pemahaman; (5) Media dapat membantu menanamkan konsep-konsep yang benar, nyata dan tepat; (6) Media dapat membangkitakan motivasi dan merangsang peserta untuk belajar dengan baik; (7) Media dapat membangkitkan keinginan dan minat baru; (8) Media dapat mengntrol kedepatan belajar siswa; (9) Media  dapat  memberikan  pengalaman  yang  menyeluruh  dari  mhal-hal  yang konkret sampai yang abstrak.

2.1.4        Klasifikasi Media Pembelajaran

   Pengklasifikasian media pembelajaran dapat dibuat tergantung dari sudut pandang mana kita melihatnya.

a.       Dilihat dari sifatnya, media dapat diklasifikasikan menjadi:

1)      Media auditif, yaitu media yang hanya dapat didengarkan saja, atau media yang memiliki unsur suara, seperti radio, rekaman suara, dll.

2)      Media visual,  yaitu media yang hanyan dapat  dilihat saja, tidak mengandung unsur suara. Yang termasuk di dalamnya adalah film slide, foto, transparansi, lukisan, gambar dan berbagai bahan cetak seperti media grafis dan lain sebainya.

3)      Media audiovisual, yaitu media yang mengandung unsur suara dan unsur gambar sekaligus, misalnya rekaman video, film, slide bersuara, dll. Kemampuan audiovisual lebih baik dan menarik daripada audio atau visual saja.

4)      multimedia adalah media yang menggabungkan audiovisual dengan perangkat media yang lain seperti komputer, LCD sebagai satu kesatuan.

a)      Multimedia  adalah  media  yang  jumlahnya  lebih  dari  satu  dan  digunakan  secara serentak.

b)      Multimedia amat penting dalam proses pembelajaran, apalagi untuk PKN, karena:

·         perkembangan ilmu amat cepat, apa lagi ilmu-ilmu sosial berkembang amat dinamis baik jumlah maupun kualitasnya;

·         ditinjau dari materi dan tujuan pembelajaran, maka menjadi amat jelas media yang canggih dibutuhkan untuk memperlancar proses pembelajaran agar efektif.

b. Dilihat dari kemampuan jangkauannya, media dapat dibagi menjadi:

1)      Media yang memiliki daya liput yang luas dan serentak seperti radio dan TV. Melalui media ini siswa dapat mempelajari hal-hal atau kejadian-kejadia aktual secara serentak tanpa harus menggunakan ruangan khusus.

2)      Media yang mempunyai daya liput yang terbatas oleh ruang dan waktu seperti film slide, film, video dll.

c. Dilihat dari teknik pemakaiannya, media dapat dibagi:

a.       Media yang diproyeksikan seperti film, slide, film strip, transparansi, dll. Jenis media yang demikian memerlukan alat proyeksi khusus seperti film projector, slide projector, OHP. (2) Media yang tidak diproyeksikan seperti gambar, foto, lukisan, radio, dll.

d.    Dilihat dari ukurannya, maka media menurut Wilbur Schramn( 1984:166) , dapat dibagi menjadi media besar dan media kecil sbb:

·         (Media besar, contohnya: televisi dan film; sedangkan media kecil, contohnya: slide,filmstrip,tape audio,dll.

   Berdasarkan contoh tersebut di atas, maka klasifikasi tersebut didasarkan atas besar kecilnya ongkos/biaya produksi dan besar kecilnya peralatan yang terkait. Media besar, disebut demikian karena biaya produksinya relatif besar, dan perlengkapan yang dihasilnya juga besar ukurannya (memerlukan tempat/ruang yang besar; dan cukup berat); sedangkan media kecil, disebut demikian karena biaya produksi relatif sedikit dan peralatan yang dihasilkan juga ukurannya relatif kecil (memerlukan tempat kecil).

e. Klasifikasi media menurut Molenda, dkk (1996) (1) media audio ; (2) media visual; (3) media audio-visual; (4) media yang diproyeksikan; (5) media yang tidak diproyeksikan; (6) media berbasis computer; (7) media berbasis non komputer

Dalam memanfaatkan komputer sebagai dasar media, maka perlu dipahami, hal-hal berikut:

a)      Computer multimedia: penggunaan dua media atau lebih dengan memanfaatkan komputer secara terpadu. Contohnya: penjelasan dengan power point, perlu komputer dan viewer.

b)      hypermedia: perangkat lunak komputer yang berisi kumpulan dokumen, teks, grafik, video dan audio yang dihubungkan satu sama lain dengan komputer sehingga dapat mengeksplorasi berbagai informasi untuk berbagai tujuan. Contohnya: wibe side; email,dll.

c)      video interaktif: video yang digabungkan dengan komputer untuk keperluan pembelajaran sehingga siswa tidak saja mendengar dan melihat gambar-gambar tetapi siswa juga dapat menanggapinya   /   meresponnya   secara   aktif   dalam   proses   pembelajaran.   Contohnya: pembelajaran dengan animasi gambar lewat komputer.

d)     CD-ROM:  ialah  sistem  penyimpanan  yang  menggunakan  compact  disc  yang  hanya berdiameter 12 cm (4,72 inchi), namun mempunyai kapasitas penyimpanan yang cukup besar yaitu  lebih  dri  650  megabytes  baik  data,  grafik  maupun suara.  Hal  ini  amat  praktis  untuk keperluan pembelajaran.

e)      DVI: (digital video interacitive) terdiri dari sebuah komputer dengan CD_ROM player, sedangkan CDI (Compact disc interactive) yaitu compact disc yang dapat dihubungkan dengan pesawat televisi. Contohnya: penampilan teks, gambar yang disertai suara/bunyi dengan menggunakan komputer.

f)       Virtual Reality: adalah salah satu aplikasi terbaru berbasis teknologi komputer yang dapat menghasilkan gambar tiga dimensi, sehingga gambar itu seperti kenyataan yang sebenarnya. Contohnya film kartun.

g)      Computer based media amat relevan untuk pembelajaran IPS Terpadu karena amat sesuai dengan sifat materinya, yaitu sebagai perpaduan dari sejumlah ilmu-ilmu sosial yang begitu kompleks. Kompleksitas materi tersebut akan lebih mudah dijelaskan jika menggunakan multimedia yang berbasis komputer.

2.1.7        Prinsip-prinsip Penggunaan Media (Wina Sanjaya, 2008: 173)

Agar media pembelajaran benar-benar bermanfaat dalam pembelajaran maka ada sejumlah prinsip yang harus diperhatikan oleh guru, sbb:

a.       Media yang akan digunakan guru harus sesuai dan diarahkan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Jadi media yang disajikan benar-benar harus membantu siswa untuk dapat lebih mudah memahami dan memaknai bahan pelajaran.

b.      Media yang akan digunakan harus sesuai dengan materi pembelajaran. Setiap materi pembelajaran memiliki kekhasan dan kekomplekannya sendiri-sendiri, Media yang digunakan harus sesuai dengan ciri khas dan kekompleksitasan materi pembelajaran.

c.       Media pembelajaran harus sesuai dengan minat, kebutuhan, dan kondisi siswa. Siswa yang memiliki kemampuan mendengarkan kurang baik, akan sulit memahami pelajaran manakala digunakan media yang bersifat auditif; demikian pula sebaliknya, siswa yang memiliki kemampuan penglihatan yang kurang, akan sulit menangkap bahan pelajaran yang disajikan melalui media visual. Jadi guru perlu memperhataikan setiap kemampuan dan gaya belajar siswa.

d.      Media  yang akan digunakan harus memperhatikan efektifitas dan  efisiensi. Media yang memerlukan peralatan yang mahal belum tentu efektif untuk mencapai tujuan tertentu; atausebaliknya media yang sangat sederhana dapat saja sangat efektif. Setiap media yang dirancang guru perlu memperhatikan efektifitas penggunaannya.

e.       Media yang digunakan harus sesuai dengan kemampuan guru dalam mengoperasikannya. Sering media yang konpleks seperti multimedia tersedia di kelas, tetapi jika guru tidak sanggup mengoperasikannya maka media itu tidak berguna. Oleh sebab itu guru harus melihat kemampuannya mengoperasikan mdia, sebelum menentukan pilihannya, jangan sampai terjadi kontra produktif.

2.1.6        Sumber Belajar

   Menurut Malonda, dkk secara umum sumber belajar terdiri dari:

a)      by design, yaitu sumber belajar yang dirancang/direncanakan seperti modul, TV, radio, ruang kelas, laboratorium, dll.

b)      by utilization, yaitu sumber belajar karena dimanfaatkan  atau segala sesuatu yang bisa dimanfaatkan untuk belajar, seperti pengadilan untuk mahasiswa hukum, kebun binatang untuk mahasiswa biologi, hutan untuk mahasiswa kehutanan, DPRD,kantor kelurahan,dll untuk siswa SLTA/SLTP

   Tetapi jika sumber belajar yang dimaksudkan adalah segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan oleh siswa untuk mempelajari bahan dan pengalaman belajar sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, maka sumber belajar termasuk di dalamnya:

a) Manusia

Manusia merupakan sumber utama dalam proses pembelajaran. Dalam usaha mencaapai tujuan pembelajaran, guru dapat memanfaatkan dalam setting proses belajar mengajar. Misalnya, untuk menjelasakan undang-undang lalu lintas, guru dapat mengundang polisi lalu lintas; untuk menerangkan anatomi tubuh manusia, guru dapat mengundang dokter; untuk menjelaskan sistem pemerintahan desa, guru dapat mengundang kepala desa, dll.

b)      Alat dan bahan pengajaran

Alat adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk membantu guru;sedangkan bahan pengajaran adalah segala sesuatu yang mengandung pesan yang akan disampaikan kepada siswa. Alat dan bahan biasanya menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Yang menjadi bahan pelajaran di antaranya, adalah buku-buku, majalah, koran, dan bahan cetak lainnya, transparansi yang telah berisi pesan yang akan disampaikan, film slide, foto, gambar, dll. Sedangkan yang termasuk alat adalah OHP, slide projector, tape, video player, kased video, komputer, laptop, dll. c) Berbagai aktivitas dan kegiatan

Yang dimaksudkan aktivitas adalah segala perbuatan yang sengaja dirancang oleh guru untuk memfasilitasi kegiatan  belajar siswa seperti kegiatan diskusi, demonstrasi, simulasi, melakukan percobaan, dll.

d) Lingkungan atau setting

Lingkungan  adalah  segala  sesuatu  yang  dapat  memungkinkan  siswa  belajar.  Misalnya, gedung sekolah, perpustakaan, laboratorium, taman, kantin sekolah, dll

2.1.7        Langkah-langkah Pengembangan dan Produksi Multimedia

Langkah-langkah pengembangan dan Produksi Multimedia (Molenda, dkk,1996: 309-319)

a.       Langkah pertama membuat design, mencakup:

1)      Identifikasi  masalah  atau  kebutuhan:  permasalahan  atau  kebutuhan  apa  saja  yang  ingin dijawab dalam proses pembelajaran dan memerlukan media apa saja;

2) Analisis setting: keadaan tempat di mana akan digunakannya media;

3) Pengelolaan: siapa team pengembangnya.

b.      Langkah kedua adalah membuat develop, yang mencakup:

1)      merumuskan secara jelas tujuan atau fungsi media;

2)      menentukan strategi yang akan dipilih;

3)      pembuatan proto tipe (draf) media;

c.       Langkah ketiga adalah evaluate , yaitu langkah:

1)      menguji prototipe media yang telah dibuat dengan mengkonsultasikannya pada konsultan ahli, baru diadakan uji coba di lapangan;

2)      setelah prototip diuji coba, lalu hasilnya dianalisis; dan akhirnya

3)      dan terakhir: diimplementasikan di lapangan.

2.2  Media Pembelajaran Faktual

   Prinsip pemanfaatan sumber dan media pembelajaran terdekat dengan kehidupan siswa adalah terkait dengan filosofi bahwa pendidikan adalah “bermodus menjadi”, bukan “bermodus memiliki”, jika sebuah pendidikan bermodus “memiliki”, milik itu bisa hilang. Jika pembelajaran dilakukan dengan tujuan agar peserta didik memiliki pengetahuan, pengetahuan itu bisa hilang, namanya lupa atau lepas dari peserta didik. Akan tetapi jika pembelajaran dilakukan agar peserta didik menjadi seperti apa yang dipelajari, berarti pengetahuan itu berubah wujud menjadi diri atau kepribadian peserta didik, sehingga ia tidak lepas, tetapi menyatu dalam diri peserta didik menjadi suatu cirri pribadi (Sa’dun Akbar, 2013:112-113).

  Dalam pembelajaran IPA, konsepsi anak sebagai hasil konstruksi tentang alam sekitarnya berbeda dengan konsepsi ilmiah. Oleh karena itu ada yang memberi nama “miskonsepsi” pada konsepsi anak ini. Dalam pustaka pendidikan sains, Osborne (1985) (dalam Wilis Dahar, 2011:153) memberikan beberapa nama, yaitu ada yang menyebutnya “Children’s science”, “misconception”,” alternative framework”, “alternative conception”, atau “children’s idea”.

 Terjadinya miskonsepsi pada siswa manakala seorang guru dalam pembelajaran hanya menggunakan metode ceramah, atau gambar sekalipun, mendorong peneliti untuk membuat media pembelajaran yang mempermudah siswa dalam memahami proses daur ulang air dengan cara mengamati dan mengalami langsung melalui panca inderanya, sehingga siswa akan mengetahui bagaimana proses daur ulang air itu terjadi.

Media pembelajaran yang dimaksudkan penulis diberi nama “Media Pembelajaran Faktual”. Tujuan dibuatnya media ini adalah untuk menciptakan sebuah pembelajaran yang bisa menjembatani konsep tentang “daur ulang air” yang masih berbentuk penjelasan teks dengan pemikiran siswa sekolah dasar, yang berumur antara 7 sampai dengan 11 tahun, yang masih berada pada tahap operasional konkret (Hergenhahn, 2012:320), sehingga siswa dapat menangkap, memroses, dan menyusun kembali informasi yang diperolehnya secara visual dan pengalaman langsung dalam mempraktekkan media pembelajaran tersebut.

Media Pembelajaran Faktual yang dibuat oleh peneliti berasal dari sumber/bahan yang biasa dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari di sekolah maupun di rumah-rumah siswa, sehingga sudah tidak asing lagi bagi siswa. Tujuannya adalah agar siswa sudah mengenal betul alat tersebut dan mudah pula mengetahui kegunaannya kalau sudah dibuat menjadi media pembelajaran. Hal ini didasari oleh pendapat Briggs (1977) media pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi pembelajaran, seperti buku, film, video dan sebagainya. Kemudian menurut National Education Associaton(1969), media pembelajaran adalah sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun pandang-dengar, termasuk teknologi perangkat keras.

Oleh karena itu, proses pembelajaran merupakan proses komunikasi dan berlangsung dalam suatu sistem, maka media pembelajaran menempati posisi yang cukup penting sebagai salah satu komponen sistem pembelajaran. Tanpa media, komunikasi tidak akan terjadi dan proses pembelajaran sebagai proses komunikasi juga tidak akan bisa berlangsung secara optimal. Oleh karena itu, media pembelajaran dinyatakan sebagai komponen integral dari sistem pembelajaran.  


BAB III

METODE PENELITIAN

 

3.1  Lokasi, Ruang Lingkup, dan Subyek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada siswa-siswi Kelas V di SD Negeri Rombuh 01 Kecamatan Palengaan Kabupaten Pamekasan, pada tanggal 9 sampai dengan 21 April 2015.

o   Siklus pertama, dilaksanakan pada tanggal, 9 sampai dengan 15 April 2015.

o   Siklus kedua, dilaksanakan pada tanggal, 15 sampai dengan 21 April 2015.

 

3.2  Desain Penelitian

3.2.1 Desain Pelaksanaan Siklus 1

A.  Perencanaan (9-10 April 2015)

o   Menyusun rencana perbaikan pembelajaran (terlampir) yang memberikan kesempatan siswa untuk mengamati gambar tentang siklus air yang ditampilkan oleh guru di papan tulis, sehingga siswa lebih aktif melakukan pengamatan dalam proses pembelajaran.

o   Menyiapkan alat dan sumber belajar.

o   Menyiapkan lembar observasi.

o   Menyiapkan tes akhir pelajaran dan daftar nilai.

B. Pelaksanaan (11 April 2015)

o   Memotivasi siswa dengan memberikan pertanyaan tentang hal-hal yang berhubungan dengan proses daur ulang air.

o   Membagi siswa dalam 4 kelompok, masing-masing 5 orang dan 6 orang.

o   Menggambar peta konsep di papan tulis, yang berisi sketsa tentang proses daur ulang air sebagaimana yang dijelaskan di buku siswa.

o   Secara kelompok, siswa untuk menyebutkan dan menjelaskan tentang proses daur ulang air sesuai dengan peta konsep yang telah digambar di papan tulis.

o   Melaksanakan post test.

C.     Pengamatan (11 April 2015)

o   Data dikumpulkan bersama oleh penulis dan teman sejawat selama pelaksanaan perbaikan pembelajaran siklus I, mencakup data aspek proses dan hasil pembelajaran.

o   Data proses mencakup data Pengamatan yang terdiri dari indikator pembelajaran Inquiri, Kreatifitas, Kerjasama (sosial), dan aktifitas sebagai instrumen pengumpulan data untuk proses pembelajaran, dikumpulkan menggunakan  Lembar Pengamatan Pembelajaran di Kelas.

o   Data hasil ketercapaian perbaikan pembelajaran atau ketercapaian ketuntasan pemahaman siswa tentang proses Daur Air dan kegiatan manusia yang dapat mempengaruhinya. Data ini dikumpulkan menggunakan Lembar Tes Akhir.

D. Refleksi (12-15 April 2015)

        Refleksi dilakukan oleh penulis pada setiap pertemuan/siklus perbaikan pembelajaran untuk mengetahui informasi tentang kelemahan atau kekurangan dan kelebihan pada prosedur perbaikan pembelajaran yang telah dilaksanakan. Refleksi ini dilakukan berdasarkan data-data temuan yang direkam oleh penulis di dalam instrumen penelitian yang digunakan (lembar observasi, LKS, dan hasil lembar tes tertulis). Hasil refleksi ini oleh penulis dijadikan sebagai bahan kajian untuk melakukan perencanaan dan pelaksanaan perbaikan pembelajaran pada siklus ke II.

3.2.2 Desain Pelaksanaan Siklus 2

A.  Perencanaan (15-17 April 2015)

            Dengan berdasarkan refleksi dan analisis dari pelaksanaan perbaikan pembelajaran pada siklus ke I, serta setelah ditemukannya permasalahan pada siklus ke I, maka selanjutnya penulis melakukan perencanaan perbaikan pembelajaran pada siklus ke II sebagai berikut :

o   Menyusun rencana perbaikan pembelajaran (terlampir) yang memberikan kesempatan siswa untuk belajar mengalami, dengan cara mengamati dan mempraktekkan langsung penggunaan media pembelajaran factual secara perkelompok, sehingga siswa lebih aktif, kreatif, dan merasakan kenyamanan dalam proses pembelajaran.

o   Menyiapkan media pembelajaran faktual.

o   Menyiapkan lembar observasi.

o   Menyiapkan tes akhir pelajaran dan daftar nilai.

o   Merencanakan kriteria standar ketuntasan minimal perbaikan pembelajaran, yaitu 60 % untuk keaktifan siswa, 60 % untuk LKS, dan 60 % untuk tes tertulis.

B. Pelaksanaan (18 April 2015)

o   Memotivasi siswa dengan memberikan pertanyaan tentang hal-hal yang berhubungan dengan proses daur ulang air.

o   Membagi siswa dalam 4 kelompok, masing-masing 5 orang dan 6 orang.

o   Mengamati cara penggunaan media faktual.

o   Meminta siswa untuk mempraktekkan penggunaan media pembelajaran factual dan melaporkan secara kelompok tentang proses daur ulang air berdasarkan pengalamannya pada saat menggunakan media pembelajaran faktual.

o   Melaksanakan post test.

C.     Pengamatan (18 April 2015)

o   Data dikumpulkan bersama oleh penulis dan teman sejawat selama pelaksanaan perbaikan pembelajaran siklus II, mencakup data aspek proses dan hasil pembelajaran.

o   Data proses mencakup data Pengamatan yang terdiri dari indikator pembelajaran Inquiri, Kreatifitas, Kerjasama (sosial), dan aktifitas sebagai instrumen pengumpulan data untuk proses pembelajaran, dikumpulkan menggunakan  Lembar Pengamatan Pembelajaran di Kelas.

o   Data hasil ketercapaian perbaikan pembelajaran atau ketercapaian ketuntasan pemahaman siswa tentang proses Daur Air dan kegiatan manusia yang dapat mempengaruhinya. Data ini dikumpulkan menggunakan Lembar Tes Akhir.

C. Refleksi (19-21 April 2015)

        Refleksi dilakukan oleh penulis pada setiap pertemuan/siklus perbaikan pembelajaran untuk mengetahui informasi tentang kelemahan atau kekurangan dan kelebihan pada prosedur perbaikan pembelajaran yang telah dilaksanakan. Refleksi ini dilakukan berdasarkan data-data temuan yang direkam oleh penulis di dalam instrumen penelitian yang digunakan (lembar observasi, LKS, dan hasil lembar tes tertulis). Hasil refleksi ini oleh penulis dijadikan sebagai bahan kajian untuk melakukan perencanaan dan pelaksanaan perbaikan pembelajaran pada siklus berikutnya..

 

3.3  Teknik Pengumpulan Data

            Data dikumpulkan melalui 2 cara, yaitu :

1)      Data aktifitas dan partisipasi siswa selama proses perbaikan pembelajaran, digunakan melalui lembar pengamatan.

2)      Data berupa lembaran kerja siswa (LKS), digunakan untuk mengetahui sikap cermat, teliti, dan hati-hati dari siswa dalam menggunakan media pembelajaran faktual.

3)      Tes tertulis, berupa pertanyaan untuk mengukur pengetahuan siswa sebagai bentuk keberhasilannya dalam membangun pengetahuannya berdasarkan pengalaman mengamati dan mempraktekkan bagaimana proses daur ulang air dengan menggunakan media pembelajaran faktual.

 

3.4  Teknik Analisa Data

Analisis merupakan usaha untuk memilih, memilah, membuang, menggolongkan, serta menyusun ke dalam kategorisasi, mengklasifikasi data untuk menjawab pertanyaan pokok; (1) tema apa yang dapat ditemakan pada data, (2) seberapa jauh data dapat mendukung tema/ arah/ tujuan penelitian (Supardi, 2009: 132).            

Teknik analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis statistik deskriptif, yakni berupa data persentase keberhasilan proses pembelajaran dan hasil belajar sebagaimana yang telah dijelaskan pada teknik pengumpulan data.


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

 

4.1  Deskripsi  Hasil Perbaikan Siklus I  dan Siklus  II

Dari hasil observasi pada siklus I dan Siklus  II diperoleh data sebagai berikut :

A. Tabel  I

Data Hasil Pengamatan Pembelajaran Siklus I

NO

Nama

L/P

SIKLUS 1

1

ANISA

P

50

2

ARIN

P

57,1

3

FAEZAL EFINDI

L

57,1

4

FATIM

P

50

5

HASBULLA

L

78,6

6

HASIYAH

P

57,1

7

HOSNAINI

L

57,1

8

KURROTUL UYUN

P

64,3

9

MALIKATUL JANNAH

P

57,1

10

MOH SAMSUL

L

50

11

RIDWAN

L

57,1

12

RISKY RAMADHAN

L

42,9

13

RUSTINI

P

57,1

14

SARIFATUL LAILA

P

57,1

 

Tabel diatas menunjukkan bahwa 12 (85,71%) siswa belum menunjukkan kumulatif indikator sikap aktif, kreatif, dan menyenangkan serta efektifitas dalam proses pembelajaran. Sedangkan 2 (14,29 %) sudah menunjukkan kumulatif indikator sikap aktif, kreatif, dan menyenangkan serta efektifitas dalam proses pembelajaran. Secara keseluruhan hasil pengamatan terhadap kumulatif indikator sikap aktif, kreatif, dan menyenangkan serta efektifitas dalam proses pembelajaran siswa masih berada dibawah standar minimal yang diharapkan, yaitu 60 % dari 100 % target maksimal yang diharapkan.

           

B. Tabel  II

Data hasil pengamatan Proses Pembelajaran siklus II

NO

Nama

L/P

SIKLUS 2

1

ANISA

P

71,4

2

ARIN

P

85,7

3

FAEZAL EFINDI

L

85,7

4

FATIM

P

78,6

5

HASBULLA

L

78,6

6

HASIYAH

P

71,4

7

HOSNAINI

L

78,6

8

KURROTUL UYUN

P

85,7

9

MALIKATUL JANNAH

P

71,4

10

MOH SAMSUL

L

71,4

11

RIDWAN

L

85,7

12

RISKY RAMADHAN

L

71,4

13

RUSTINI

P

78,6

14

SARIFATUL LAILA

P

78,6

 

Tabel diatas menunjukkan bahwa 14 (100 %) siswa sudah menunjukkan kumulatif indikator sikap aktif, kreatif, dan menyenangkan serta efektifitas dalam proses pembelajaran. Dengan demikian, secara keseluruhan hasil pengamatan terhadap kumulatif indikator sikap aktif, kreatif, dan menyenangkan serta efektifitas dalam proses pembelajaran sudah mencapai batas standar yang diharapkan, yaitu 60 % dari 100 % target maksimal yang diharapkan.

 

 

C. Tabel  III

Data Hasil Tes Pembelajaran Siklus I dan Siklus II

NO

Nama

L/P

SIKLUS 1

SIKLUS 2

1

ANISA

P

63

72

2

ARIN

P

57

68

3

FAEZAL EFINDI

L

55

77

4

FATIM

P

56

85

5

HASBULLA

L

64

77

6

HASIYAH

P

70

75

7

HOSNAINI

L

62

87

8

KURROTUL UYUN

P

60

91

9

MALIKATUL JANNAH

P

54

86

10

MOH SAMSUL

L

61

72

11

RIDWAN

L

70

86

12

RISKY RAMADHAN

L

58

72

13

RUSTINI

P

63

86

14

SARIFATUL LAILA

P

60

79

           

       Tabel diatas merupakan hasil tes belajar siswa setelah berakhirnya pembelajaran pada siklus 1. Berdasarkan nilai yang diperoleh siswa menunjukkan bahwa pada siklus I hanya ada 2 (14,29 %) siswa yang mendapatkan nilai di atas 65, sedangkan yang lain masih bervariasi antara 54 sampai dengan 64. Sehingga hasil perolehan ini belum mencapai standar minimal yang diharapkan, yaitu 60 % siswa mencapai prestasi belajar 65 keatas. 

       Kemudian setelah penulis mengadakan refleksi dengan teman sejawat setelah siklus 1, maka pada siklus kedua sebagaimana yang terdapat pada table III, menunjukkan bahwa pada siklus II sudah ada 14 (100 %) siswa sudah mencapai nilai 65 keatas. Hasil perolehan ini sudah mencapai standar minimal yang diharapkan, yaitu 60 % dari jumlah siswa dalam satu kelas telah mencapai ketuntasan belajar jika nilainya minimal 65.

4.2  Pembahasan.

Setelah dilaksanakan perbaikan pembelajaran baik pada siklus ke I maupun pada siklus ke II, ternyata guru tidak hanya tertumpu pada penggunaan cara-cara lama, tetapi sudah menggunakan berbagai cara, seperti menggunakan Media Pembelajaran Faktual yang dikombinasikan dengan pendekatan pembelajaran PAKEM. Penggunaan pendekatan pembelajaran PAKEM betul-betul mengaktifkan siswa untuk belajar sehingga dari hasil  evaluasi akan meningkat.

Dengan demikian penggunaan Media Pembelajaran Faktual yang dikombinasikan dengan pendekatan pembelajaran PAKEM dapat meningkatkan kumulatif indikator sikap aktif, kreatif, dan menyenangkan serta efektifitas dalam proses pembelajaran. Karena siswa terlibat langsung dalam pembelajaran yang pada akhirnya akan pula meningkatkan hasil nilai pengamatan oleh guru, dan hasil test yang dilakukan dibandingkan sebelum menggunakan media pembelajaran faktual.


BAB V

SIMPULAN DAN SARAN 

1. Simpulan

Dari tindakan perbaikan pembelajaran dengan menggunakan Media Pembelajaran Faktual yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut :

a.       Pemahaman siswa terhadap "proses daur ulang air" dengan pembelajaran yang menggunakan Media Pembelajaran Faktual serta dikombinasikan dengan pendekatan PAKEM dapat meningkatkan kumulatif indikator sikap aktif, kreatif, dan menyenangkan serta efektifitas dalam proses pembelajarandibandingkan dengan sebelumnya.

b.      Dengan menggunakan Media Pembelajaran Faktual serta dikombinasikan dengan pendekatan PAKEM siswa lebih aktif belajar dan terlibat langsung dalam proses pembelajaran sehingga lebih meningkatkan daya ingat dan pemahaman siswa yang pada akhirnya meningkatkan hasil evaluasi yang dilakukan oleh guru.

 

2. Saran dan Tindak Lanjut

Dalam setiap pembelajaran perlu digunakan sarana dan prasarana yang dikombinasikan dengan metode yang cenderung melibatkan siswa secara aktif serta disesuaikan dengan materi yang akan disampaikan.

Disamping hal tersebut di atas, berdasarkan pengalaman melaksanakan perbaikan pembelajaran melalui Penelitian Tindakan Kelas, kiranya perlu adanya kelompok kerja guru (KKG)  untuk selalu bertukar pikiran dan pengalaman berkenaan dengan masalah dan tugas mengajar sehari-hari.

Hasil penelitian ini tidak dapat digenerelisasikan begitu saja, tetapi paling tidak dapat memberi gambaran untuk dapat memperbaiki proses belajar mengajar.


DAFTAR PUSTAKA

 


Afrizal Fadhilah ,(2008), Hakekat Pembelajaran, (http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._GEOGRAFI/197210242001121-BAGJA_WALUYA/MEDIA_PEMBEL.GEOGRAFI/Hakikat_ Media_ dalam_Pembelajaran.pdf) (online) diakses pada tgl  5 April 2015  Jam 21.11 WIB.

 

Akbar, Sa’dun, (2013) Instrumen Perangkat Pembelajaran, Cetakan kedua, Bandung, PT Remaja Rosdakarya

 

Ayşe OĞUZ-ÜNVER & bSertaç ARABACIOĞLU, ,(2015), OVERVIEWS ON INQUIRY BASED AND PROBLEM BASED LEARNING METHODS, (http://webb.deu.edu.tr/baed/giris/baed/ozel_sayi/303-310.pdf) diakses pada tgl  10 April 2015  Jam 20.11 WIB.

 

Arsyad,Azhar (2011). Media Pembelajaran, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.

Briggs, leslie.1977. Instructional Desain Principles and Aplication. New Jersey: Educational Technology Publication.

Collete, T.A. & Chiappetta, L. E. 1994. Science Instruction In The Middle And Secondary Schools, Third Edition. New York: Macmillan Publising Company

Dahar, Ratna Wilis. (2011) Teori-teori Belajar & Pembelajaran, Erlangga, Jakarta.

Dale, Edgar, 1969, Belajar untuk Hidup: Pendidikan Hari Ini dan Hari      Esok, Jakarta: Bhatara Karya Aksara.

Gerlach Venon S., Donald P. Ely, & Rob Melnick. (1980). Teaching and Media a

systematic approach.New Jersey: Prentice -Hall, Inc.

Molenda M, Pershing JAand Reigeluth CM (1966), Designing Instructional Systems, New York, NY McGraw-Hill.

Niamwh, (2010), landasan penggunaan media pembelajaran ttps://niamw.wordpress.com/2010/04/30/landasan-penggunaan-media-pembelajaran/), (Online) diakses pada tgl 9 April 2014 jam 21.00 WIB.

Hergenhahn, B.R, Olson, H, Matthew, (2012). Theories Of Learning (Teori Belajar), Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Keiichi Takaya, (2008), Jerome Bruner’s Theory of Education: From Early Bruner to Later Bruner,( http://ocw.metu.edu.tr/pluginfile.php/8931/ mod_resource/content/1/7su.pdf) (Online) diakses pada tgl  8 April 2015  Jam 21.11 WIB.

Nana Syaodih Sukmadinata, (2011), Pengembangan Pengembangan Kurikulum Teori Dan Praktek, Bandung, PT Remaja Rosdakarya.

Trowbridge & Bybee. (1990). Becoming A Secondary School Science Teacher 5th ed. USA: Merill Publishing Company

Wina Sanjaya, (2008), Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta : Kencana.

Comments
0 Comments

Tidak ada komentar: