1. Landasan Penggunaan Media Pembelajaran
1.1
Landasan
Psikologis
Landasan psikologis penggunaan media
pembelajaran ialah alasan atau rasional mengapa media pembelajaran dipergunakan
ditinjau dari kondisi belajar dan bagaimana proses belajar itu terjadi.
Walaupun telah diketahui adanya pandangan yang berbeda tentang belajar dan
bagaimana belajar itu terjadi, namun dapat dikatakan bahwa belajar itu adalah
suatu proses yang mengakibatkan adanya perubahan perilaku oleh adanya
pengalaman. Perubahan perilaku itu dapat berupa bertambahnya pengetahuan,
diperolehnya keterampilan atau kecekatan dan berubahnya sikap seseorang yang
telah belajar.
Dengan memperhatikan kompleks dan
uniknya proses belajar, maka ketepatan pemilihan media akan sangat berpengaruh
terhadap hasil belajar siswa. Oleh sebab itu pemakaian media dalam pendidikan sangat
berkaitan dengan perkembangan psikologi belajar siswa. Pada hakikatnya, tujuan
pendidikan, termasuk pengajaran adalah diperolehnya perubahan tingkah laku
individu. Perubahan tingkah laku itu wujud dari hasil belajar.
Yang terpenting dalam proses belajar
siswa dilihat dari psikologis tentunya adanya keinginan atau motivasi dan
kebutuhan dari siswa itu sendiri. Selain, keinginan yang kuat, motivasi dalam
diri sendiri dan lingkunganya tentu akan menambah semangat peserta didik, serta
dengan adanya kesadaran kebutuhan bahwa pendidikan dalam hidup itu diperlukan.
Ciri tingkah
laku yang diperoleh dari hasil belajar diantaranya adalah terbentuknya tingkah
laku berupa kemampuan aktual dan potensial serta kemampuan baru yang yang
berlaku dalam waktu yang relatif lama. Studi yang mempelajari
tingkah laku adalah psikologi. Dan ada banyak cabang ilmu psikologi diantaranya
adalah psikologi belajar. Oleh karena itu, media pembelajaran sebagai upaya
membantu siswa mencapai tujuan- tujuan pendidikan dan pengajaran melalui
psikologi belajar. Dalam
perkembangannya, belajar tidak bisa dipisahkan dari aspek psikologis. Aspek
inilah yang akan sangat mempengaruhi belajar peserta didik secara intern,
karena meskipun faktor intern sangat mempengaruhi, namun dominasinya akan
kembali pada internal individu yang terlibat langsung proses tersebut (Latifatus Sifa, Landasan Penggunaan Media
Pembelajaran, http://syifajulia.blogspot.com, diakses tanggal 19 Mei
2014)
Sudah menjadi mafhum mukhalafah ketika
teori- teori belajar bertolak dari sudut pandang psikologi belajar tertentu.
Karena belajar merupakan bagian dari pendidikan maka psikologi pendidikan pun
menjadi teori belajar yang dapat diterapkan.
Ada beberapa aliran psikologi pendidikan
yang cukup populer antara lain ;
1)
Psikologi
Behavioristik, Tokoh- tokoh yang termasuk aliran ini antara lain J.B. Watson,
E.L Torndike dan B F. Skinner. Dalam eksperimenya terhadap tingkah laku
binatang berhasil merumuskan teori dengan menggeneralisasikan bahwa perilaku
atau tingkah laku menjadi indikator utama bagi seseorang melakukan kegiatan
(belajar). Ia tidak memperhatikan keadaan “dalam” seseorang ketika melakukan
kegiatan tersebut. Para behaviorist memandang orang yang memberikan responsnya
terhadap lingkunganya. Pengalaman lampau dan pemeliharaan akan membentuk
perilaku mereka. Perilaku binatang yang menjadi parameter dalam teorinya
seolah-olah manusia memiliki sifat seperti binatang, yang gampang terangsang
dan mengumbar hawa nafsunya. Oleh karena itu, karena teori ini hanya mengedepankan
tingkah laku sebagai indikator dalam belajar, maka muncullah teori baru yang
menolak, yaitu cognitifisme.
2)
Psikologi
Cognitifisme, Pendukung teori ini antara lain adalah J.Bunner, .Ausubel dan
Jean Piaget. Dalam teori ini ranah kognitif lebih merupakan faktor penggerak
utama seseorang melakukan kegiatan belajar. Faktor penggerak utama seseorang
melakukan kegiatan belajar. Memang kebanyakan orang mengandalkan
rasionalitasnya ketika berhadapan dengan kegiatan belajar. Tidak salah ketika
ada keluhan bahwa pelajaran tertentu telah menguras otak. Juga tidak keliru
ketika nilai matematika seseorang siswa sembilan dikatakan cerdas, otak encer
(orang yang intelejensinya tinggi). Namun kemudian tingkat kecerdasan seseorang
tidak bisa hanya dilihat dari satu sudut pandang saja. Orang sudah tidak bisa
lagi hanya mengandalkan
kemampuan kognitifnya saja untuk bisa menjadi lebih cerdas dalam dimensi yang
lain.
3)
Psikoogi
Humanistik, Teori ini merupakan gabungan dari teori Behaviorisme dan
cognitifistime.Tokohnya diantaranya maslow, JJ. Rousseau dan Carl Rogers.
Psikologi yang lebih tepat disebut sebagai gerakan, atau dalam bahasa Maslow “
a third force ” (dimensi ketiga) ini mengakar pada satu aliran filsafat modern,
yakni eksistensialisme yaitu menolak paham yang menempatkan manusia semata-
mata sebagai hasil bawaan ataupun lingkungan. Mereka percaya bahwa setiap
individu memiliki kebebasan untuk memilih tindakan, menentukan sendiri nasib
atau wujud dari keberadaanya,serta tanggung jawab atas pilihan dan keberadaanya
itu.
1.2 Landasan
Sosiologis
Pesatnya penggunaan teknologi di dalam
dunia pendidikan pada tahun 1950-an dikarenakan timbulnya kepercayaan terhadaap
ilmu pengetahuan sebagai cara untuk memperbaiki mutu kehidupan dan karena
ledakan penduduk usia sekolah yang makin banyak. Tantangan tersebut segera
memperoleh jawaban dari dunia perekonomian dengan menciptakan pelbagai
perangkat keras sebagai bantuan teknologis yang dirancang untuk tujuan
pengajaran yang lebih efektif serta ekonomis.
Sekalipun demikian, timbul sedikit
keragu-raguan terhadap kemungkinan pendayagunaan dalam jangka panjang dari
peralatan teknologi secara luas di kelas-kelas dan berbagai bentuk multimedia.
Dalam proses tersebut peranan komunikasi
sangat penting, sebab hakikat teknologi pengajaran adalah upaya guru
mempengaruhi siswa agar dapat mencapai tujuan penddikan . Oleh sebab itu,
landasan sosial teknologi pengajaran ada pada komunikasi insani.
Berkomunikasi merupakan kegiatan
manusia, sesuai dengan naluriahnya yang selalu ingin berhubungan satu sama
lain, saling berinteraksi dan saling membutuhkan. Keinginan untuk berhubungan
di antara sesamanya sesungguhnya merupakan naluri manusia yang ingin hidup
berkelompok atau bermasyarakat. Dengan adanya naluri tersebut, maka komunikasi
dapat dikatakan merupakan bagian hakiki dari kehidupanya yang senantiasa hidup
bermasyarakat. Dengan kata lain, manusia akan kehilangan hakekatnya sebagai
manusia bila ia tidak melakukan kegiatan komunikasi dengan sesamanya.
Dalam Proses belajar pada hakekatnya
adalah proses komunikasi, yaitu proses penyampaian pesan dari sumber pesan
melalui saluran atau media tertentu ke penerima pesan. Pesan, sumber pesan,
saluran atau media dan penerima pesan adalah komponen komponen komunikasi.
Pesan yang akan dikomunikasikan adalah isi ajaran atau didikan yang ada di
kurikulum, sumber pesan bisa guru, siswa, orang lain atau penulis buku dan
produser media, saluranya adalah media pendidikan dan penerima pesan adalah
siswa atau juga guru.
Proses
pengoperan dan penerimaan lambang- lambang yang mengandung makna dimaksudkan
bahwa makna lambang dalam perjanjian umum, baik oleh pihak pemakai lambang
(komunikator) maupun oleh penerima lambang (komunikan), diartikan sama. Dalam
hubungan ini Wilbur Schramm menjabarkan pengertian umum komunikasi itu ke dalam
tiga kategori pokok dengan beberapa istilah yaitu ;
1)
Enconder, yaitu
komunikator, guru yang mempunyai informasi tertentu dan benar, mampu
mengirimkan informasi tersebut secara tepat pada kecepatan optimal, dan sampai kepada penerima informasi, yaitu
para siswanya.
2)
Sign/ signal,
yaitu pesan, berita, atau pernyataan tertentu yang ditujukan kepada dan
diterima oleh seseorang atau kelompok orang penerima.
3)
Decoder, yaitu
komunikan yang dalam konteks pendidikan adalah siswa yang menerima pesan tertentu,
mampu memahami isi pesanya yang diterima.
1.3 Landassan
Teknologis
Sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, teknologi komunikasi dan informasi mengalami
kemajuan yang sangat pesat untuk selanjutnya berpengaruh terhadap pola komunikasi
di masyarakat. Tuntutan masyarakat yang semakin besar terhadap pendidikan serta
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, membuat pendidikan tidak mungkin lagi
dikelola hanya dengan pola tradisional, karena cara ini tidak sesuai lagi
dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat.
Hasil teknologi telah sejak lama
dimanfaatkan dalam pendidikan. Banyak yang dharapkan dari alat- alat teknologi
pendidikan yang membantu mengatasi berbagai masalah pendidikan sehingga dapat
membantu siswa belajar secara individual dengan efektif dan efisien.
Dalam konteks pendidikan yang lebih
umum, ataupun hanya proses belajar mengajar, teknologi pendidikan merupakan
pengembangan penerapan, dan penilaian sistem, teknik dan alat bantu untuk
memperbaiki dan meningkatkan kualitas belajar manusia. Dengan demikian, aspek-
aspeknya meliputi pertimbangan teoritik yang merupakan hasil penelitian,
perangkat dan peralatan teknis atau hardware, dan perangkat lunaknya atau
software.
Sasaran akhir
dari teknologi pembelajaran adalah memudahkan siswa belajar. Untuk mencapai
sasaran akhir ini, teknolog-teknolog di bidang pembelajaran mengembangkan
berbagai sumber belajar untuk memenuhi kebutuhan setiap siswa sesuai dengan
karakteristiknya.
Dalam upaya
itu, teknologi berkerja mulai dari pengembangan dan pengujian teori-teori
tentang berbagai media pembelajaran melalui penelitian ilmiah, dilanjutkan
dengan pengembangan disaignnya, produksi, evaluasi dan memilih media yang telah
diproduksi, pembuatan katalog untuk memudahkan layanan penggunaannya, mengembangkan
prosedur penggunaannya, dan akhirnya menggunakan baik pada tingkat kelas maupun
pada tingkat yang lebih luas lagi.
Semua kegiatan
ini dilakukan oleh para teknologi dengan berpijak pada prinsip bahwa suatu
media hanya memiliki keunggulan dari media lainnya bila digunakan oleh siswa
yang memiliki karakteristik sesuai dengan rangsangan yang ditimbulkan oleh
media pembelajaran itu. Dengan demikian, proses belajar setiap
siswa akan amat dimudahkan dengan hadirnya media pembelajaran yang sesuai
dengan karakteristik belajarnya.
1.4 Landasan
Filosofis
Konsep model pendidikan secara filosofis
mirip dengan model pendidikan klasikal, yaitu bertumpu pada asumsi bahwa model
pendidikan itu hendaknya merupakan suatu bentuk atau contoh utama dari
masyarakat yang lebih luas sebagai hasil karya pendidikan. Dengan demikian,
maka dalam konteks masyarakat yang lebih luas titik berat penekanannya
ditujukan kepada dimensi- dimensi, kecenderungan-kecenderungan untuk timbulnya
masyarakat teknologi.
Dalam kenyatannya,
perubahan ke masa
datang itu terlalu
cepat sehinggan dengan cepat
pula mempengaruhi kebudayaan dewasa ini. Perubahan tersebut terjadi karena
dipicu oleh kemampuan teknologi modern. Manusia dalam anggapan pendidikan
teknologis dipandang sebagai makhluk yang berperilaku lebih kompleks
dibandingkan dengan makhluk lainya.
Manusia
hidupnya diliputi oleh pelbagai pemikiran ilmiah dari keinginan serta tanggung
jawabnya bisa terbebas dari tindakan serta akibatnya. Segala perilakunya
dipengaruhi oleh lingkungannya.Begitupun dengan pengetahuan, tidak bisa
diperoleh begitu saja, harus melalui pengamatan dan data yang empiris dan dapat
diukur dan dibuktikan secara shahih.
Pendidikan
adalah modifikasi dari perilaku yang dicapai melalui aplikasi kondisi yang
diperkuat, melalui peralatan teknologi. Isi pelajaran dan metodologi pengajaran
ditetapkan dengan dukungan teknologi.
Secara
esensial mesin pengajarn menggantikan peranan guru, dan siswa berperan sebagai
trainee yang mempelajari semua data dan ketrampilan yang berguna bagi jabatan
atau kedudukannya di bidang teknologi di masa yang akan datang. Bantuan-bantuan
teknologi kepada manusia, memungkinkan manusia memahami tumbuhnya masyarakat
teknologis yang sangat kompleks. Teknologi di pandang sebagai suatu alat atau sarana
yang bebas nilai, bisa dipakai untuk kesejahteraan, atau sebaliknya bisa juga
dipergunakan untuk kebinasaan.
Kurikulum
teknologis berorientasi ke masa depan, yang mengandung teknologi sebagai dunia
yang dapat diamati serta diukur secara pasti. Oleh karena itu, dalam pendidikan
lebih mengutamakan penampilan lahiriyah atau eksternal denagn penerapan praktis
hasil penemuan-penemuan ilmiah yang secara karakteristik menuju kearah
komputerisasi program pengajaran ideal, sesuai dengan prinsip- prinsip cybernetic.
Dalam
proses belajar mengajar, model pendidikan teknologis lebih menitikberatkan
kemampuan siswa secara individual dimana materi pelajaran disusun ke tingkat
kesiapan siswa sehinggan siswa mampu mempertunjukan perilaku tertentu yang
diharapkan.
Manfaatnya
yang sangat besar dari model kurikulum teknologis ini adalah materi pelajaran
dapat di sajikan kepada siswa dalam pelbagai bentuk multimedia. Para siswa
meneriama karena pelajaran karena penyajian pelajaran seperti pada model
Pendidikan klasikal, tetapi para siswa lebih yakin dalam menangkap pelajaranya
karena penyajian pelajaran lebih hidup, lebih realistis, serta lebih impresif.
Para siswa menyerap sejumlah besar pola pikir dan materi pelajaran yang
kompleks secara efisien karena ketrampilan baru yang diperolehnya akan segera
bermanfaat bagi dirinya dalam masyarakat yang lebih luas.
1. 5 Landasan
Historis
Yang dimaksud dengan landasan historis
media pembelajaran ialah rasional penggunaan media pembelajaran yang ditinjau
dari sejarah konsep istilah media digunakan dalam pembelajaran. Untuk
mengetahui latar belakang sejarah penggunaan konsep media pembelajaran marilah
kita ikuti penjelasan berikut ini.
Perkembangan
konsep media pembelajaran sebenarnya bermula dengan lahirnya konsepsi
pengajaran visual atau alat bantu visual sekitar tahun 1923.Yang dimaksud
dengan alat bantu visual dalam konsepsi pengajaran visual ini adalah setiap
gambar, model, benda atau alat yang dapat memberikan pengalaman visual yang
nyata kepada siswa. Kemudian kosep
pengajaran visual ini berkembang menjadi “audio visual instruction” atau “audio
visual education” yaitu sekitar tahun 1940. Sekitar tahun 1945 timbul beberapa
variasi nama seperti “audio visual materials”, “audio visual methods”, dan
“audio visual devices”. Inti dari kosepsi ini adalah digunakannya berbagai alat
atau bahan oleh guru untuk memindahkan gagasan dan pengalaman siswa melalui
mata dan telinga. Pemanfaatan konsepsi audio visual ini dapat dilihat dalam
“Kerucut Pengalaman” dari Edgar Dale.
Perkembangan besar berikutnya adalah
munculnya gerakan yang disebut “audio visual communication” pada tahun 1950-an. Dengan diterapkannya konsep komunikasi
dalam pembelajaran, penekanan tidak lagi diletakkan pada benda atau bahan yang
berupa bahan audio visual untuk pembelajaran, tetapi dipusatkan pada
keseluruhan proses komunikasi informasi atau pesan dari sumber (guru, materi
atau bahan) kepada penerima (siswa).
Gerakan
komunikasi audio visual memberikan penekanan kepada proses komunikasi yang
lengkap dengan menggunakan sistem pembelajaran yang utuh. Jadi konsepsi audio
visual berusaha mengaplikasikan konsep komunikasi, sistem, disaign sistem
pembelajaran dan teori belajar dalam kegiatan pembelajaran Perkembangan
berikutnya terjadi sekitar tahun 1952 dengan munculnya konsepsi “instructional
materials” yang secara kosepsional tidak banyak berbeda dengan konsepsi
sebelumnya. Karena pada intinya konsepsi ini ialah mengaplikasikan proses
komunikasi dan sistem dalam merencanakan dan mengembangkan materi pembelajaran.
Beberapa
istilah merupakan variasi penggunaan penggunaan konsepsi “intruksional
materials” adalah “teaching learning materials” dan “learning resources”.
Dalam tahun
1952 ini juga telah digunakan istilah “educational media” dan “instructional
media”, yang sebenarnya secara konsepsional tidak mengalami perubahan dari
konsepsi sebelumnya, karena di sini dimaksudkan untuk menunjukkan kegiatan
komunikasi pendidikan yang ditimbulkan dengan penggunaan media tersebut. Puncak
perkembangan konsepsi ini terjadi sekitar tahun 1960-an.
Dengan mengaplikasikan pendekatan sistem, teori komunikasi, pengembangan sistem pembelajaran, dan pengaruh psikologi Behaviorisme, maka muncullah konsep “educational technology” dan atau “instructional technology” di mana media pendidikan atau media pembelajaran merupakan bagian dari padanya (Latifatus Sifa, Landasan Penggunaan Media Pembelajaran, http://syifajulia.blogspot.com, diakses tanggal 19 Mei 2014).
2. Konsep Media
Pembelajaran
2.1 Pengertian Media
Pembelajaran
Kata media berasal dari bahasa latin medius
yang secara harfiah berarti tengah, perantara atau pengantar. Dalam bahasa
Arab media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerimapesan
(Azhar Arsyad, 2014: 3). Menurut Gerlach dan Ely yang dikutip oleh Azhar Arsyad
(2011:3), media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi dan
kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh
pengetahuan, ketrampilan atau sikap.
Berikut ini Pengertian media menurut
beberapa ahli :
“
(1) Teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan
pembelajaran. Jadi media adalah perluasan dari guru (Schram, 1977), (2) Sarana
komunikasi dalam bentuk cetak maupun audio visual, termasuk teknologi perangkat
kerasnya (NEA, 1969), (3) Alat untuk memberikan perangsang bagi siswa supaya
terjadi proses belajar (Briggs, 1970), (4) Segala bentuk dan saluran yang
dipergunakan untuk proses penyaluran pesan (AECT, 1977), (5) Berbagai jenis
komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar
(Gagne, 1970) (http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._GEOGRAFI/197210242001121BAGJA_WALUYA/MEDIA_PEMBEL.GEOGRAFI/Hakikat_Media_dalam_Pembelajaran.pdf)
Perumusan
media yang menggambarkan pengertian yang cukup luas, mencakup berbagai bentuk
perangsang belajar yang sering disebut sebagai audio visual aid, serta berbagai
bentuk alat penyaji perangsang belajar, berupa alat-alat elektronika seperti
mesin pengajaran, film, audio cassette, video cassette, televise, dan computer
adalah pengertian yang dikemukakan Nana Saodih Sukmadinata (2011: 108) “Segala
macam bentuk perangsang dan alat yang disediakan guru untuk mendorong siswa
belajar”.
Belajar
adalah proses yang kompleks dan unik; artinya, sesorang yang belajar melibatkan
segala aspek kepribadiannya, baik fisik maupun mental. Keterlibatan dari semua
aspek kepribadian ini akan nampak dari perilaku belajar orang itu. Perilaku
belajar yang nampak adalah unik; artinya perilaku itu hanya terjadi pada orang
itu dan tidak pada orang lain. Setiap orang memunculkan perilaku belajar yang
berbeda.
Keunikan
perilaku belajar ini disebabkan oleh adanya perbedaan karakteristik yang
menentukan perilaku belajar, seperti: gaya belajar (visual vs auditif), gaya
kognitif (field independent vs field dependent), bakat, minat, tingkat
kecerdasan, kematangan intelektual, dan lainnya yang bisa diacukan pada
karakteristik individual siswa.
Perilaku
belajar siswa yang kompleks dan unik ini menuntut layanan dan perlakuan
pembelajaran yang kompleks dan unik pula untuk setiap siswa.Komponen
pembelajaran yang bertanggungjawab untuk menangani masalah ini adalah strategi
penyampaian pembelajaran, lebih khusus lagi media pembelajaran.Strategi (media)
pembelajaran haruslah dipilih sesuai dengan karakteristik individual siswa.Ia
sedapat mungkin harus memberikan layanan pada setiap siswa sesuai dengan
karakteristik belajarnya. Umpamanya, siswa yang memiliki gayabelajar visual
harus mendapatkan rangsangan belajar visual, seperti halnya siswa yang memiliki
gaya auditif harus mendapatkan rangsangan belajar auditif.
Perubahan perilaku sebagai akibat dari belajar dapat
dikelompokkan ke dalam 3 aspek, yaitu: kognitif, sikap, dan keterampilan.
Setiap aspek menuntut penggunaan media pembelajaran yang berbeda.Artinya,
belajar kognitif memerlukan media yang berbeda dibandingkan siswa yang belajar
aspek lainnya.Atas dasar ini, diperlukan strategi penyampaian yang menggunakan
multimedia untuk memenuhi tuntutan belajar aspek yang berbeda-beda.
Kajian psikologi menyatakan bahwa anak akan lebih mudah
mempelajari hal yang konkrit ketimbang yang abstrak. Berkaitan dengan kontinum
konkrit-abstrak dan kaitannya dengan penggunaan media pembelajaran, ada
beberapa pendapat. Pertama, Jerome Bruner, mengemukakan bahwa dalam
proses pembelajaran hendaknya menggunakan urutan dari belajar dengan gambaran
atau film (iconic representation of experiment) kemudian ke belajar
dengan simbol, yaitu menggunakan kata-kata (symbolic representation).
Menurut Bruner, hal ini juga berlaku tidak hanya untuk anak tetapi juga untuk
orang dewasa. Kedua, Charles F. Haban, mengemukakan bahwa sebenarnya
nilai dari media terletak pada tingkat realistiknya dalam proses penanaman
konsep, ia membuat jenjang berbagai jenis media mulai yang paling nyata ke yang
paling abstrak. Ketiga, Edgar Dale, membuat jenjang konkrit-abstrak
dengan dimulai dari siswa yang berpartisipasi dalam pengalaman nyata, kemudian
menuju siswa sebagai pengamat kejadian nyata, dilanjutkan ke siwa sebagai
pengamat terhadap kejadian yang disajikan dengan media, dan terakhir siswa
sebagai pengamat kejadian yang disajikan dengan simbol.
Berbagai temuan penelitian menunjukkan bahwa ada interaksi
anatara penggunaan media pembelajaran dan karakteristik belajar siswa dalam
menentukan hasil belajar siswa. Artinya, bahwa siswa akan mendapat keuntungan
yang signifikan bila ia belajar dengan menggunakan media yang sesuai dengan
karakteristiknya. Siswa yang memiliki gaya belajar visual akan lebih
mendapatkan keuntungan dari menggunakan media visual, seperti film, video,
gambar atau diagram. Sedangkan siswa yang memiliki gaya belajar auditif lebih
mendapatkan keuntungan dari penggunaan media pembelajaran auditif, seperti
rekaman suara , radio atau ceramah dari guru/ pengajar. Akan lebih tepat dan
menguntungkan siswa dari
kedua tipe belajar tersebut jika menggunakan media audio-visual.Berdasarkan
landasan rasional empiris tersebut, maka pemilihan media pembelajaran hendaknya
jangan atas dasar kesukaan guru, tetapi harus mempertimbangkan kesesuaian
antara karakteristik pebelajar, karakteristik materi pelajaran, dan
karakteristik media itu sendiri. Atas dasar ini, maka prinsip penyesuaian jenis
media yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran dengan karakteristik
individual siswa menjadi semakin mantap. Pemilihan dan penggunaan media
hendaknya jangan didasarkan pada kesukaan atau kesenanangan pengajar, tetapi
dilandaskan pada kecocokan media itu dengan karakteristik siswa, disamping
kriteria lain yang telah disebutkan sebelumnya.
Ada suatu pandangan, bahwa dengan digunakannya berbagai jenis
media hasil teknologi baru di dalam kelas, akan berakibat proses pembelajaran
yang kurang manusiawi. Dengan kata lain, penerapan teknologi dalam pembelajaran
akan terjadi dehumanisasi. Benarkah pendapat tersebut? Bukankah dengan adanya
berbagai media pembelajaran justru siswa dapat mempunyai banyak pilihan untuk
digunakan media yang lebih sesuai dengan karakteristik pribadinya? Dengan kata
lain, siswa dihargai harkat kemanusiaannya diberi kebebasan untuk menentukan
pilihan, baik cara maupun alat belajar sesuai dengan kemampuannya. Dengan
demikian, penerapan teknologi tidak berarti dehumanisasi. Sebenarnya perbedaan
pendapat tersebut tidak perlu muncul, yang penting bagaimana pandangan guru
terhadap siswa dalam proses pembelajaran. Jika guru menganggap siswa sebagai
anak manusia yang memiliki kepribadian, harga diri, motivasi, dan memiliki
kemampuan pribadi yang berbeda dengan yang lain, maka baik menggunakan media
hasil teknologi baru atau tidak, proses pembelajaran yang dilakukan akan tetap
menggunakan pendekatan humanis.
Dengan
memperhatikan kompleks dan uniknya proses belajar, maka ketepatan pemilihan
media dan metode pembelajaran akan sangat berpengaruh terhadap hasil belajar
siswa. Di samping itu, persepsi siswa juga sangat mempengaruhi hasil belajar.
Oleh sebab itu, dalam pemilihan media, di samping memperhatikan kompleksitas
dan keunikan proses belajar, memahami makna persepsi serta faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap penjelasan persepsi hendaknya diupayakan secara optimal
agar proses pembelajaran dapat berangsung secara efektif. Untuk maksud
tersebut, perlu: (1) diadakan pemilihan media yang tepat sehingga dapat menarik
perhatian siswa serta memberikan kejelasan obyek yang diamatinya, (2) bahan
pembelajaran yang akan diajarkan disesuaikan dengan pengalaman siswa.
Ada beberapa
konsep atau definisi media
pendidikan atau media pembelajaran. Molenda, dkk (1996: 8) mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah seluruh alat dan bahan yang
dapat dipakai
untuk mencapai tujuan
pendidikan seperti
radio, televisi, buku, koran,
majaah dan sebagainya. Menurut Molenda alat-alat semacam radio dan televisi kalau digunakan dan
diprogram untuk
pendidikan maka merupakan media
pembelajaran.
Namun demikian, media
bukan hanya berupa alat atau bahan saja akan tetapi hal-hal lain yang
memungkinkan siswa dapat memperoleh pengetahuan. Gerlach dan Ely (1980: 244) menyatakan : “A medium, conceived is any
peron, material or event that establishs condition
which enable the learner to acquire knowledge, skill, and
attitude.”.
Menurut Gerlach secara
umum media itu meliputi orang, bahan, peralatan, atau kegiatan yang menciptakan kondisi yang
memungkinkan siswa memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Jadi, dalm pengertian ini media bukan hanya alat seperti TV, radio, slide, bahan cetakan, tetapi meliputi orang sebagai
sumber belajar atau juga berupa kegiatan semacam diskusi, seminar, karya wisata, simulasi, dan lain sebagainya yang
dikondisikan untuk menambah pengetahuan dan wawasan, mengubah sikap
siswa atau untuk menambah
keterampilan.
Dari dua pengertian di atas, maka tampak pengertian
terakhir yang dikemukakan Gerlach
lebih luas dibandingkan dengan pengertian
yang pertama. Selain pengertian di atas, ada juga
yang berpendapat bahwa media pengajaran meliputi perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak
(software). Hardware adalah alat-alat yang dapat mengantarkan pesan seperti overhead
projector (OHP), radio, televisi, dan sebagainya. Sedangkan software adalah isi
program yang mengandung pesan seperti informasi yang terdapat pada transparasi atau buku dan bahan-bahan
cetakan lainnya, cerita yang terkandung
dalam film atau materi yang
disuguhkan dalam bentuk bagan, grafik, diagram,
dan
lain sebagainya.
Rasional proses komunikasi yang menggunakan
media, sebagai berikut:
a.
Dalam proses komunikasi / informasi, maka informasi masuk dalam
diri seseorang
melaui pancaindra (penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan dan pengecapan); b)
Penggunaan
lebih dari satu media akan membantu efektivitas proses komunikasi. Prioritas banyaknya
informasi yang masuk ke dalam
diri seseorang adalah
indra penglihatan (maka media visual
amat penting),
lalu pendengaran
(maka media audio juga penting), indra lain sebagai
pendukung.
Dalam
media pembelajaran (Molenda,
1996)
dikenal istilah
P0BATEL, maksudnya:
P : pesan, dalam
pendidikan adalah
materi pelajaran,
0 : orang, yaitu subyek
pengguna media, yaitu guru, dosen,
dll.
B : bahan dapat
berupa sofware seperti
CD, buku, film, flash disc,
dll.
A : alat,
dapat
berupa hardware,
seperti komputer, LCD, dll.
TE : teknik, yaitu metode
mengajar, strategi, pendekatan
pembelajaran,
dl
L : lingkungan, seperti ruang kelas,
perpustakaan, laboratorium,
sekolah, masyarakat, dll.
POBARTEL
adalah ruang lingkup
yang harus
diperhatikan oleh
pengajar
jika ingin
mengembangkan komunikasi dengan
menggunakan media
secara utuh dan lengkap. Model komunikasi
menurut
Berlo (Molenda, dkk.1996:27-28)
Sumber (source) = S |
|
Pesan
(message) = P |
|
Saluran (channel) = C |
|
Penerima (receiver) = R |
|
Effektif (effective) =E |
I |
|
II |
|
III |
|
IV |
|
V |
2.2 Pentingnya Media Pembelajaran
Mengajar dapat dipandang sebagai
usaha
yang dilakukan
guru
agar siswa
belajar. Sedangkan, yang dimaksudkan dengan belajar itu sendiri adalah proses perubahan tingkah laku melalui pengalaman. Pengalaman itu dapat berupa
pengalaman langsung ataupun pengalaman
tidak langsung. Pengalaman langsung
adalah pengalaman yang diperoleh melalui sendiri pada situasi yang sebenarnya. Misalnya, bagaimana siswa mengoperasikan computer, demikian juga
memberikan pengalaman bemain gitar, mengetik, dll.
Namun demikian pada
kenyataannya tidak semua bahan pelajaran dapat disajikan secara
langsung. Untuk mempelajari bagaimana kehidupan kahkluk hidup di laut, tidak mungkin guru
membimbing siswa langsung
menyelam di dasar laut, atau membelah dada manusia
hanya untuk mempelajari cara kerja
jantung, paru-paru. Untuk memberikan pengalaman belajar semacam itu, guru memerlukan alat Bantu seperti film atau foto-foto dan lain sebagainya. Demikian juga
untuk mempunyai keterampilan
membedah atau melakukan operasi pada manusia, pertama kali tidak perlu melakukan pembedahan langsung, akan tetapi dapat menggunakan benda
semacam boneka yang
mirip dengan manusia. Atau untuk memperoleh keterampilan mengemudikan
pesawat ruang angkasa, dalam proses pembelajarannya dapat melakukan simulasi
terlebih dahulu dengan pesawat yang mirip dan memiliki karakterisktik yang sama. Alat yang dapat membantu
proses belajar ini dinamkan media
atau alat Bantu peraga pembelajaran.
Untuk memahami peranan media dalam proses mendapatkan pengalaman belajar bagi siswa,
Edgar Dale ( Molenda, dkk,1996:
16) melukiskannya dalam sebuah kerucut yang kemudian dinamakan kerucut pengalaman (cone
of experience). Kerucut pengalaman Edgar Dale
ini pada
saat ini dianut secara luas untuk menentukan
alat bantu atau media apa yang
sesuai agar siswa memperoleh pengalaman belajar
secara mudah.
Kerucut pengalaman yang dikemukan
oleh Edgar Dale
itu
memberikan gambaran bahwa pengalaman belajar yang diperoleh siswa dapat melalui proses perbuatan atau mengalami sendiri apa yang
dipelajari, proses mengamati dan mendengarkan melalui media tertentu dan proses
mendengarkan melalui
bahasa. Semakin konkret siswa
mempelajari
bahan
pengajaran,
contohnya melalui pengalaman langsung, maka semakin banyaklah pengalaman yang diperoleh siswa. Sebaliknya, semakin abstrak siswa
memperoleh pengalaman, contohnya hanya mengandaikan bahasa verbal, maka semakin
sedikit pengalaman yang akan diperoleh siswa.
Teori kerucut Edgar Dale (Schramm, 1984:101-102; Molenda, dkk,1996: 16),sbb:
. Kerucut pengalaman (pengalaman tersusun dari yang paling abstrak pada no 12, yang paling atas
dan sampai pada yang paling kurang
abstrak pada no
1, yaitu
paling bawah)
Kerucut pengalaman yang
dikemukakan oleh Edgar Dale itu memberikan gambaran bahwa pengalaman
belajar
yang diperoleh siswa dapat
melalui proses
perbuatgan atau
mengalami sendiri apa yang
dipelajari, proses mengamati dan mendengarkan melaui media tertentu dan
proses mendengarkan melaui bahasa. Semakin konkret siswa mempelajari bahan pengajaran,
contohnya memalui pengalaman langsung, maka semakin banyaklah pengalaman yang
diperoleh siswa. Sebaliknya
semakin abstrak siswa memperoleh pengalaman, contohnya
hanya mengandalkan bahasa verbal,
maka semakin sedikit pengalaman yang
akan diperoleh
siswa.
Selanjutnya uraian setiap pengalaman belajar seperti yang digambarkan dalam
kerucut Dale tersebut akan
dijelaskan berikut
ini:
1.
Pengalaman langsung merupakan
pengalaman
yang
diperoleh siswa
sebagai hasil
dari aktivitas sendiri.
Siswa mengalami, merasakan sendiri segala sesuatu yang berhubungan dengan
pencapaian tujuan. Siswa berhubungan langsung dengan objek yang hendak dipelajari tanpa menggunakan
perantara. Karena diperoleh
siswa secara langsung maka menjadi
konkret sehingga akan
memiliki ketepatan yang tinggi.
2.
Pengalaman
tiruan adalah pengalaman yang diperoleh melalui benda atau kejadian
yang dimanipulasi agar mendekati keadaan yang
sebenarnya. Pengalaman tiruan sudah bukan
pengalaman angsung lagi sebab objek yang dipelajari bukan yang asli atau yang
sesunggguhnya, melainkan
benda
tiruan yang menyerupai benda aslinya. Mempelajari objek tiruan sangat besar manfaatnya terutama untuk menghidari terjadinya verbalisme. Misalnya siswa
akan mempelajari kanguru. Oleh karena binatang
itu
sulit diperoleh apalagi dibawa ke dalam kelas, maka untuk
mempelajarinya dapat menggunakan model binatang dengan wujud yang sama namun terbuat dari
plastik.
3.
Pengalaman melalui drama, yaitu pengalaman yang diperoleh dari kondisi dan situasi yang
diciptakan melalui drama (peragaan) dengan menggunakan skenario yang
sesuai dengan tujuan yang hendak
dicapai. Walaupun siswa
tidak mengalami
secara
langsung
terhadap kejadian, namun
melalui
drama, siswa akan lebih menghayati berbagai
peran yang disuguhkan.
4.
Pengalaman
melalui demontrasi
adalah teknik penyampaian
informasi
melalui peragaan. Kalau dalam drama siswa terlibat secara langsung dalam masalah yang dipelajari walaupun
bukan dalam situasi nyata, maka pengalaman melalui demontrasi siswa hanya melihat peragaan orang lain.
5.
Pengalaman wisata, yaitu pengalaman yang diperoleh melalui kunjungan siswa ke suatu objek
yang ingin dipelajari. Melalui wisata siswa dapat mengamati secara langsung, mencatat, dan
bertanya tentang hal-hal yang dikunjungi.
6.
Pengalaman melalui pameran. Pameran adalah usaha
untuk menunjukkan hasil karya. Melalui
pameran siswa dapat mengamati hal-hal yang ingin dipelajari seperti karya seni (lukis,
pahat,dll), dan hasil teknologi dengan berbagai cara kerjanya.
Pameran lebih
abstrak sifatnya dibandingkan
karya wisata, sebab pengalaman yang diperoleh hanya terbatas pada
kegiatan mengamati wujud benda itu
sendiri.
7.
Pengalaman melalui telivisi merupakan pengalaman
tidak
langsung, sebab televisi merupakan
perantara. Melalui elevisi siswa dapat menyaksikan
berbagai peristiwa yang ditayangkan dari jarak
jauh sesuai dengan program yang dirancang.
8.
Pengalaman melalui gambar hidup dan film merupakan pengalaman
dengan melihat serangkaian gambar mati yang diproyeksikan pada layar dengan kecepatan tinggi,
sehingga menampilkan seakan-akan nyata, dengan mengamati film siswa
dapat belajar
sendiri, walaupun bahan
pelajaranna terbatas sesuai
dengan naskah yang disusun.
9.
Gambar mati atau slide adalah gambar yang diproyeksikan dengan sinar lampu sehingga gambar ditampilkan
lagi seperti apa adanya. Siswa
dapat belajar
dari
gambar sesuai dengan keadaan sebenarnya kendati amat terbatas. Gambar dapat dua dimensi atau
tiga dimensi, tergantung dari kecanggihan alat photonya. Siswa dengan kejelihan penglihatannya mampu
menangkap sebagaian
dari
kenyataan yang sesungguhnya.
10. Pengalaman melalui radio dan rekaman adalah pengalaman
pendengaran atas informasi yang disampaikan lewat suara tidak disertai gambar yang
konkret. Pengalaman melalui media ini
sifatnya lebih abstrak dibandingkan dengan pengalaman melalui gambar hidup atau
gambar mati sebab hanya mengandalkan
pendengarannya saja.
11. Pengalaman melalui lambang
visual seperti grafik, bagan, peta, dll. dapat memberikan
pengetahuan yang
lebih luas kepada siswa. Untuk memahami media ini siswa perlu dibkali konsep-konsep untuk melakukan penafsiran
atas lambang-lambang visual.
12. Pengalaman melalui lambang
verbal, merupakan pengalaman yang sifatnya lebih abstrak dibandingan pengalaman-pengalaman yang lain. Siswa hanya memperoleh pengalaman
berdasarkan bahasa baik lisan maupun tulisan, dan
ada kemungkinan
terjadinya verbalisme sangat tinggi sebab pengetahuan didasarkan atas
konsep dan bukan berdasarkan kenyataan konkret. Untuk mengurangi bahaya verbalisme maka pembelajaran sebaiknya dilengkapi dengan penggunaan media lain.
Edgar Dale dengan kerucut pengalamannya ingin
menandaskan
bahwa pengetahuan manusia, pertama-tama dibentuk lewat penangkapan objek konkret oleh pancindra, baru diabstraksi oleh
akal budi. Maka media yang paling
efektif untuk ditangkap oleh pancaindra adalah ”Pengalaman
langsung”, sebab ini yang paling konkret. Baru kemudian secara bertahap meningkat menuju
objek yang makin abstrak dan menurut Edgar Dale yang paling
abstrak adalah lambang
verbal. Pembuatan
media jika ingin efektif
harus mempertimbangan
kerucut pengalaman
Dale ini.
2.3 Fungsi
dan
Manfaat Media
Pembelajaran
Pengalaman sebagaimana dijelaskan oleh Edgar Dale menunjukkan bahwa pengetahuan akan
semakin abstrak dan semakin sulit dipahami siswa jika hanya
disampakan melalui bahasa verbal.
Di pihak lain memberikan pengalaman langsung kepada siswa bukan suatu hal yang mudah. Oleh karena itu peranan media
pembelajaran sangat diperlukan
dalam kegiatan belajar-mengajar. Guru dapat menggunakan berbagai bentuk media yang dapat memberi informasi yang lebih baik dan lengkap kepada
siswa. Melalui media pembelajaran hal-hal yang abstrak dapat dibuat lebih konkret.
Dengan memperhatikan hal-hal di atas maka
media pembelajaran mempunyai fungsi dan
mafaat yang besar,
sedangkan masalah-masalah
komunikasi termasuk dalam proses
belajar mengajar adalah:
(1)
kesulitan bahasa; (2)
lupa, tidak tahan lama; (3)
distorsi (gangguan suara/suara luar masuk); (4) suara: terlalu
kecil/ terlalu
besar; terlalu jauh jaraknya; (5) obyeknya abstrak, kompleks
(misal materi terlalu
rumit).
Adapun fungsi dan manfaat media
pembelajaran adalah sbb ;
a)
Fungsi media dalam memecahkan
masalah-masalah
komunikasi adalah: (1) Memperjelas (terutama konsep) materi ajar yang disampaikan guru kepada siswa, sehingga
siswa dapat menangkap maksud guru secara utuh (demokrasi,
kejujuran,dll); (2)
Menjauhkan yang dekat ( pori-pori kulit kita), atau mendekatkan yang jauh
(bintang-bintang atau
benda-benda ruang
angkasa); (3) Memperbesar yang kecil
(bakteri, virus,dll),
atau mengecilkan yang besar (seperti
bencana alam, gunung meletus, dll);
(4) Mempercepat (proses terjadinya janin, evolusi, dll) atau memperlambat proses terjadinya suatu peristiwa ( jatuhnya benda, meledaknya bom,
dll); (5) Menyederhanakan suatu objek yang terlalu kompleks ( Indonsia dengan peta,
kota dengan denah,
dunia dengan globe,
dll).
b)
Manfaat media pembelajaran:
(1) Media dapat mengatasi
keterbatasan
pengalaman yang dimiliki siswa;
(2) Media dapat mengatasi
keterbatasan
ruang kelas; (3) Media memungkinkan terjadinya interaksi langsung antara peserta dengan
lingkungan; (4) Media dapat menghasilkan keseragaman pengamatan dan
pemahaman;
(5) Media dapat membantu menanamkan konsep-konsep yang benar, nyata
dan
tepat; (6) Media dapat membangkitakan motivasi dan merangsang peserta untuk belajar dengan baik;
(7) Media dapat membangkitkan
keinginan dan
minat baru;
(8) Media dapat mengntrol
kedepatan
belajar siswa; (9) Media dapat
memberikan
pengalaman
yang menyeluruh
dari mhal-hal
yang konkret
sampai yang
abstrak.
2.4 Klasifikasi
Media
Pembelajaran
Pengklasifikasian media pembelajaran dapat dibuat tergantung dari sudut pandang mana kita
melihatnya.
a.
Dilihat
dari sifatnya, media dapat diklasifikasikan menjadi:
1)
Media auditif, yaitu media yang hanya dapat didengarkan saja, atau media yang memiliki unsur suara, seperti radio,
rekaman suara, dll.
2)
Media visual, yaitu media yang hanyan dapat
dilihat saja, tidak mengandung
unsur suara. Yang
termasuk di dalamnya adalah film slide, foto, transparansi, lukisan, gambar dan
berbagai bahan cetak
seperti media grafis dan
lain sebainya.
3)
Media audiovisual, yaitu media yang mengandung unsur suara dan unsur gambar
sekaligus, misalnya rekaman video, film, slide bersuara, dll.
Kemampuan audiovisual
lebih baik dan menarik
daripada audio atau
visual saja.
4)
multimedia adalah media yang menggabungkan audiovisual dengan perangkat media yang lain seperti
komputer, LCD
sebagai satu kesatuan.
a)
Multimedia adalah
media
yang jumlahnya
lebih
dari satu
dan
digunakan secara serentak.
b)
Multimedia
amat penting dalam
proses pembelajaran,
apalagi untuk
PKN,
karena:
·
perkembangan ilmu amat cepat, apa lagi ilmu-ilmu sosial berkembang amat dinamis baik
jumlah maupun kualitasnya;
·
ditinjau dari materi dan tujuan pembelajaran, maka menjadi amat jelas media
yang canggih dibutuhkan
untuk memperlancar proses
pembelajaran agar efektif.
b.
Dilihat dari kemampuan
jangkauannya,
media
dapat dibagi
menjadi:
1)
Media yang
memiliki daya liput yang luas dan serentak seperti radio dan TV. Melalui
media ini siswa dapat mempelajari hal-hal atau kejadian-kejadia aktual secara serentak tanpa harus
menggunakan
ruangan
khusus.
2)
Media yang mempunyai daya liput yang terbatas oleh ruang
dan waktu seperti film slide, film, video dll.
c. Dilihat dari teknik pemakaiannya,
media
dapat dibagi:
a.
Media yang diproyeksikan seperti film, slide, film strip,
transparansi, dll. Jenis media
yang demikian memerlukan alat
proyeksi
khusus seperti film projector,
slide projector, OHP. (2) Media yang tidak diproyeksikan
seperti gambar, foto,
lukisan, radio, dll.
d.
Dilihat dari ukurannya, maka media menurut Wilbur
Schramn(
1984:166) , dapat dibagi
menjadi media besar
dan
media kecil sbb:
·
(Media besar, contohnya:
televisi
dan
film; sedangkan media
kecil, contohnya:
slide,filmstrip,tape audio,dll.
Berdasarkan contoh tersebut di atas, maka
klasifikasi tersebut didasarkan atas besar kecilnya ongkos/biaya
produksi dan besar kecilnya
peralatan yang terkait. Media besar, disebut
demikian
karena
biaya
produksinya
relatif
besar, dan perlengkapan yang dihasilnya juga besar ukurannya (memerlukan tempat/ruang yang besar; dan cukup berat); sedangkan media kecil, disebut
demikian karena biaya produksi relatif sedikit dan peralatan yang dihasilkan juga ukurannya relatif kecil (memerlukan
tempat kecil).
e.
Klasifikasi media menurut
Molenda, dkk (1996)
(1)
media audio ; (2) media visual; (3) media
audio-visual;
(4)
media yang diproyeksikan;
(5)
media yang tidak diproyeksikan;
(6)
media berbasis computer;
(7)
media berbasis non komputer
Dalam memanfaatkan komputer
sebagai
dasar media,
maka perlu dipahami, hal-hal berikut:
a)
Computer multimedia: penggunaan dua
media atau lebih dengan memanfaatkan komputer secara terpadu.
Contohnya: penjelasan
dengan power point, perlu komputer dan viewer.
b)
hypermedia: perangkat lunak komputer yang berisi kumpulan dokumen, teks, grafik, video
dan
audio yang
dihubungkan satu sama lain dengan komputer sehingga dapat mengeksplorasi berbagai
informasi
untuk berbagai tujuan.
Contohnya: wibe side;
email,dll.
c)
video interaktif: video yang digabungkan dengan komputer untuk keperluan pembelajaran sehingga siswa
tidak saja mendengar
dan
melihat gambar-gambar
tetapi siswa juga dapat menanggapinya
/ meresponnya secara
aktif
dalam proses pembelajaran. Contohnya:
pembelajaran dengan animasi
gambar lewat
komputer.
d)
CD-ROM: ialah
sistem penyimpanan
yang menggunakan compact disc yang hanya berdiameter 12 cm (4,72 inchi), namun mempunyai kapasitas penyimpanan yang cukup besar yaitu lebih
dri 650 megabytes baik
data, grafik maupun suara.
Hal ini amat
praktis untuk keperluan
pembelajaran.
e)
DVI: (digital video interacitive)
terdiri dari sebuah komputer
dengan CD_ROM player,
sedangkan CDI (Compact disc interactive) yaitu compact disc yang dapat dihubungkan dengan pesawat televisi. Contohnya: penampilan teks, gambar yang disertai suara/bunyi dengan
menggunakan komputer.
f)
Virtual Reality: adalah salah satu aplikasi terbaru berbasis teknologi komputer yang dapat
menghasilkan gambar tiga dimensi, sehingga
gambar itu seperti kenyataan yang sebenarnya. Contohnya film kartun.
g) Computer based media amat relevan untuk pembelajaran IPS Terpadu karena amat sesuai dengan sifat materinya, yaitu sebagai perpaduan dari sejumlah ilmu-ilmu sosial yang begitu kompleks. Kompleksitas materi tersebut akan lebih mudah dijelaskan jika menggunakan multimedia yang berbasis komputer.
2.5 Prinsip-prinsip Penggunaan Media (Wina Sanjaya, 2008:
173)
Agar media
pembelajaran benar-benar bermanfaat dalam pembelajaran maka ada sejumlah prinsip yang harus
diperhatikan
oleh guru, sbb:
a.
Media yang
akan digunakan guru harus sesuai dan diarahkan untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Jadi media yang disajikan benar-benar harus membantu siswa untuk dapat lebih mudah memahami dan
memaknai bahan pelajaran.
b.
Media yang akan digunakan harus sesuai dengan materi pembelajaran. Setiap materi
pembelajaran memiliki kekhasan dan kekomplekannya sendiri-sendiri,
Media yang digunakan harus
sesuai dengan ciri khas
dan kekompleksitasan materi
pembelajaran.
c.
Media pembelajaran harus sesuai dengan minat, kebutuhan, dan kondisi siswa. Siswa yang
memiliki kemampuan mendengarkan kurang baik, akan sulit memahami pelajaran manakala digunakan media yang bersifat auditif; demikian pula sebaliknya, siswa yang memiliki
kemampuan penglihatan yang kurang, akan sulit menangkap bahan pelajaran yang disajikan
melalui media visual. Jadi guru perlu
memperhataikan setiap kemampuan dan
gaya belajar
siswa.
d.
Media yang akan digunakan harus memperhatikan efektifitas dan efisiensi. Media yang memerlukan peralatan yang mahal belum tentu efektif untuk mencapai tujuan tertentu; atausebaliknya media yang
sangat sederhana dapat saja sangat efektif. Setiap media yang dirancang guru perlu memperhatikan efektifitas
penggunaannya.
e.
Media yang
digunakan harus sesuai dengan kemampuan guru dalam mengoperasikannya. Sering media yang
konpleks seperti multimedia tersedia di kelas, tetapi jika guru tidak sanggup mengoperasikannya maka media itu tidak berguna. Oleh sebab itu guru harus melihat kemampuannya mengoperasikan mdia, sebelum menentukan
pilihannya, jangan sampai terjadi kontra produktif.
2.6 Sumber Belajar
Menurut
Malonda, dkk secara umum sumber
belajar terdiri dari:
a)
by design, yaitu
sumber belajar yang dirancang/direncanakan
seperti
modul, TV, radio, ruang
kelas, laboratorium, dll.
b)
by utilization, yaitu
sumber belajar karena dimanfaatkan atau
segala
sesuatu yang bisa
dimanfaatkan untuk belajar,
seperti pengadilan untuk
mahasiswa hukum, kebun binatang untuk mahasiswa biologi, hutan untuk
mahasiswa kehutanan,
DPRD,kantor kelurahan,dll untuk
siswa SLTA/SLTP
Tetapi jika sumber belajar yang dimaksudkan adalah segala
sesuatu yang dapat
dimanfaatkan oleh siswa untuk mempelajari bahan
dan
pengalaman
belajar sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, maka sumber belajar termasuk
di dalamnya:
a) Manusia
Manusia
merupakan sumber utama
dalam proses
pembelajaran. Dalam usaha mencaapai tujuan pembelajaran, guru
dapat
memanfaatkan
dalam
setting proses belajar
mengajar. Misalnya,
untuk menjelasakan
undang-undang lalu lintas,
guru
dapat
mengundang polisi lalu lintas;
untuk menerangkan anatomi
tubuh manusia, guru dapat mengundang dokter; untuk
menjelaskan sistem pemerintahan
desa, guru dapat mengundang kepala desa, dll.
b)
Alat dan bahan
pengajaran
Alat adalah segala sesuatu yang
dapat digunakan untuk membantu guru;sedangkan bahan pengajaran adalah segala sesuatu yang
mengandung pesan yang akan disampaikan kepada siswa. Alat dan bahan biasanya menjadi satu kesatuan yang
tidak terpisahkan. Yang menjadi bahan
pelajaran di antaranya, adalah buku-buku, majalah, koran, dan bahan cetak lainnya, transparansi
yang telah berisi pesan yang akan disampaikan, film slide, foto, gambar, dll. Sedangkan yang
termasuk alat adalah
OHP, slide projector, tape,
video
player, kased video, komputer,
laptop, dll. c) Berbagai
aktivitas dan kegiatan
Yang dimaksudkan aktivitas adalah
segala perbuatan yang sengaja
dirancang oleh guru
untuk memfasilitasi kegiatan belajar
siswa seperti kegiatan
diskusi, demonstrasi, simulasi,
melakukan percobaan, dll.
d) Lingkungan atau
setting
Lingkungan adalah
segala
sesuatu yang
dapat
memungkinkan siswa
belajar.
Misalnya,
gedung sekolah,
perpustakaan, laboratorium,
taman, kantin sekolah, dll
2.7 Langkah-langkah Pengembangan dan Produksi Multimedia
Langkah-langkah pengembangan dan
Produksi Multimedia (Molenda, dkk,1996: 309-319)
a.
Langkah pertama
membuat design, mencakup:
1)
Identifikasi
masalah
atau kebutuhan:
permasalahan atau
kebutuhan apa
saja
yang ingin dijawab
dalam proses pembelajaran
dan
memerlukan media apa saja;
2) Analisis setting: keadaan tempat
di mana akan digunakannya media;
3) Pengelolaan:
siapa team
pengembangnya.
b.
Langkah
kedua adalah membuat develop, yang
mencakup:
1)
merumuskan
secara jelas tujuan
atau fungsi media;
2)
menentukan strategi yang akan dipilih;
3)
pembuatan
proto tipe (draf)
media;
c.
Langkah ketiga adalah evaluate
, yaitu langkah:
1)
menguji prototipe media
yang telah dibuat
dengan mengkonsultasikannya pada konsultan ahli, baru diadakan uji coba di lapangan;
2)
setelah prototip diuji coba, lalu hasilnya dianalisis;
dan akhirnya
3) dan terakhir: diimplementasikan di lapangan.
2.8 Media Pembelajaran Faktual
Prinsip pemanfaatan sumber dan media pembelajaran terdekat dengan
kehidupan siswa adalah terkait dengan filosofi bahwa pendidikan adalah
“bermodus menjadi”, bukan “bermodus memiliki”, jika sebuah pendidikan bermodus
“memiliki”, milik itu bisa hilang. Jika pembelajaran dilakukan dengan tujuan
agar peserta didik memiliki pengetahuan, pengetahuan itu bisa hilang, namanya
lupa atau lepas dari peserta didik. Akan tetapi jika pembelajaran dilakukan
agar peserta didik menjadi seperti apa yang dipelajari, berarti pengetahuan itu
berubah wujud menjadi diri atau kepribadian peserta didik, sehingga ia tidak
lepas, tetapi menyatu dalam diri peserta didik menjadi suatu cirri pribadi
(Sa’dun Akbar, 2013:112-113).
Dalam
pembelajaran IPA, konsepsi anak sebagai hasil konstruksi tentang alam
sekitarnya berbeda dengan konsepsi ilmiah. Oleh karena itu ada yang memberi
nama “miskonsepsi” pada konsepsi anak ini. Dalam pustaka pendidikan sains,
Osborne (1985) (dalam Wilis Dahar, 2011:153) memberikan beberapa nama, yaitu
ada yang menyebutnya “Children’s science”, “misconception”,” alternative
framework”, “alternative conception”, atau “children’s idea”.
Terjadinya
miskonsepsi pada siswa manakala seorang guru dalam pembelajaran hanya
menggunakan metode ceramah, atau gambar sekalipun, mendorong peneliti untuk
membuat media pembelajaran yang mempermudah siswa dalam memahami proses daur
ulang air dengan cara mengamati dan mengalami langsung melalui panca inderanya,
sehingga siswa akan mengetahui bagaimana proses daur ulang air itu terjadi.
Media pembelajaran yang dimaksudkan
penulis diberi nama “Media Pembelajaran Faktual”. Tujuan dibuatnya media ini
adalah untuk menciptakan sebuah pembelajaran yang bisa menjembatani konsep tentang
“daur ulang air” yang masih berbentuk penjelasan teks dengan pemikiran siswa
sekolah dasar, yang berumur antara 7 sampai dengan 11 tahun, yang masih berada
pada tahap operasional konkret (Hergenhahn, 2012:320), sehingga
siswa dapat menangkap, memroses, dan menyusun kembali informasi yang
diperolehnya secara visual dan pengalaman langsung dalam mempraktekkan media
pembelajaran tersebut.
Media Pembelajaran Faktual
yang dibuat oleh peneliti berasal dari sumber/bahan yang biasa dipergunakan
dalam kehidupan sehari-hari di sekolah maupun di rumah-rumah siswa, sehingga
sudah tidak asing lagi bagi siswa. Tujuannya adalah agar siswa sudah mengenal
betul alat tersebut dan mudah pula mengetahui kegunaannya kalau sudah dibuat
menjadi media pembelajaran. Hal ini didasari oleh pendapat Briggs (1977) media
pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi
pembelajaran, seperti buku, film, video dan sebagainya. Kemudian menurut National
Education Associaton(1969), media
pembelajaran adalah sarana komunikasi dalam bentuk
cetak maupun pandang-dengar, termasuk teknologi perangkat keras.
Oleh karena itu, proses
pembelajaran merupakan proses komunikasi dan berlangsung dalam suatu
sistem, maka media pembelajaran menempati posisi yang cukup penting
sebagai salah satu komponen sistem pembelajaran. Tanpa media, komunikasi
tidak akan terjadi dan proses pembelajaran sebagai proses komunikasi juga
tidak akan bisa berlangsung secara optimal. Oleh karena itu, media pembelajaran
dinyatakan sebagai komponen integral dari sistem pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Afrizal Fadhilah ,(2008), Hakekat Pembelajaran, (http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._GEOGRAFI/197210242001121-BAGJA_WALUYA/MEDIA_PEMBEL.GEOGRAFI/Hakikat_ Media_ dalam_Pembelajaran.pdf) (online) diakses
Akbar, Sa’dun, (2013)
Instrumen
Perangkat Pembelajaran, Cetakan kedua, Bandung, PT Remaja
Rosdakarya
Ayşe OĞUZ-ÜNVER & bSertaç ARABACIOĞLU, ,(2015), OVERVIEWS ON INQUIRY BASED AND PROBLEM BASED
LEARNING METHODS, (http://webb.deu.edu.tr/baed/giris/baed/ozel_sayi/303-310.pdf)
Arsyad,Azhar
(2011). Media Pembelajaran, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.
Briggs,
leslie.1977. Instructional Desain Principles and Aplication. New Jersey:
Educational Technology Publication.
Collete, T.A.
& Chiappetta, L. E. 1994. Science Instruction In The Middle And
Secondary Schools, Third Edition. New York: Macmillan Publising Company
Dahar, Ratna Wilis. (2011) Teori-teori
Belajar & Pembelajaran, Erlangga, Jakarta.
Dale, Edgar, 1969, Belajar
untuk Hidup: Pendidikan Hari Ini dan Hari Esok, Jakarta: Bhatara Karya Aksara.
Gerlach
Venon S., Donald P. Ely, & Rob Melnick. (1980). Teaching and Media a
systematic approach.New Jersey: Prentice -Hall, Inc.
Molenda M, Pershing JAand Reigeluth CM (1966), Designing
Instructional Systems, New York, NY McGraw-Hill.
Niamwh,
(2010), landasan penggunaan media pembelajaran ttps://niamw.wordpress.com/2010/04/30/landasan-penggunaan-media-pembelajaran/),
(Online) diakses pada tgl 9 April 2014 jam 21.00 WIB.
Hergenhahn, B.R, Olson, H, Matthew, (2012). Theories
Of Learning (Teori Belajar), Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Keiichi Takaya, (2008), Jerome Bruner’s Theory of Education: From Early Bruner to Later Bruner,( http://ocw.metu.edu.tr/pluginfile.php/8931/ mod_resource/content/1/7su.pdf)
Latifatus Sifa, (2014) Landasan Penggunaan Media Pembelajaran, http://syifajulia.blogspot.com,
diakses tanggal 19 Mei
2014
Nana Syaodih Sukmadinata, (2011), Pengembangan Pengembangan
Kurikulum Teori Dan Praktek, Bandung, PT Remaja Rosdakarya.
Trowbridge &
Bybee. (1990). Becoming A Secondary School Science Teacher 5th
ed. USA: Merill Publishing Company
Wina Sanjaya,
(2008), Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,
Jakarta : Kencana.