HIDUP ADALAH UJIAN

SELAMAT DATANG DI BLOG " KHAIRUL IKSAN "- Phone : +6281359198799- e-mail : khairul.iksan123@gmail.com

Jumat, 29 Juli 2022

Upaya Meningkatkan Proses dan Hasil Belajar PKN Dengan Menggunakan Media Pembelajaran Faktual dan Pendekatan Pembelajaran IKSAN Pada Siswa Kelas V SDN Rombuh 1 Kecamatan Palengaan Kabupaten Palengaan

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

 

1.1  Latar Belakang Masalah

 

Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.

Pendidikan Kewarganegaraan atau disingkat PKn merupakan bidang kajian yang bersifat multifaset yang bidang keilmuannya bersifat interdisipliner, multidisipliner bahkan multidimensional. Namun, menurut seorang hali ilmu politik yang bernama Chreshore (1886), secara filsafat keilmuan ia berasal dari ilmu politik khususnya dari konsep “political democracy” untuk aspek “duties and rights of citizen”. Dari  ontologi pokok inilah berkembang konsep “Civics”, yang secara harfiah diambil dari bahasa Latin “civicus” yang artinya warga negara pada jaman Yunani kuno, yang kemudian diakui secara akademis sebagai embrionya “civic education”, yang selanjutnya di Indonesia diadaptasi menjadi “pendidikan kewarganegaraan” (PKn). Dari sudut pandang epistemologis, menurut Barr, Barrt, dan Shermis (1978), PKn sebagai suatu bidang keilmuan merupakan pengembangan dari salah satu dari lima tradisi “social studies” yakni “citizenship transmission”. Saat ini tradisi itu sudah berkembang pesat menjadi suatu “body of knowledge” yang dikenal dan memiliki paradigma sistemik yang didalamnya  terdapat  tiga domain “citizenship education” yakni: domain akademis, domain kurikuler, dan domain sosial kultural”  (Winataputra:2001)

Ketiga domain itu satu sama lain memiliki saling keterkaitan struktural dan fungsional yang menurut Center for Civic Education (1998) di Amerika Serikat diikat oleh konsepsi kebajikan dan budaya kewarganegaraan (civic virtue and culture) yang mencakup pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), watak kewarganegaraan (civic disposition), keterampilan kewarganegaraan (civic skills), kepercayaan kewarganegaraan (civic confidence), komitmen kewarganegaraan (civic commitment), dan kompetensi kewarganegaraan (civic competence). Oleh karena itu, ontologi PKn saat ini sudah lebih luas dari pada embrionya sehingga kajian keilmuan PKn, program kurikuler PKn, dan aktivitas sosial-kultural PKn saat ini benar-benar bersifat multifaset/multidimensional. Sifat multidimensionalitas inilah yang membuat bidang studi PKn dapat disikapi sebagai: pendidikan kewarganegaraan, pendidikan politik, pendidikan nilai dan moral, pendidikan kebangsaan, pendidikan kemasyarakatan, pendidikan hukum dan hak  azasi  manusia,  dan pendidikan demokrasi. Kemana arah pengembangan PKn di Indonesia? Hal itu tergantung dari aspek ontology mana kita berangkat, dengan metode kerja epistemology mana pengetahuan itu dibangun, dan untuk arah tujuan aksiologis  mana  kegiatan  itu akan membawa implikasi. Bagi negara kita, Indonesia, arah pengembangan PKn tidak boleh keluar dari landasan ideologis Pancasila, landasan konstitusional UUD 1945, dan landasan operasional Undang-undang Sisdiknas yang berlaku saat  ini, yakni UU Nomor  20 tahun 2003.

Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di sekolah dasar , ruang lingkupnya meliputi aspek-aspek sebagai berikut; 1) Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi: Hidup rukun dalam perbedaan, Cinta lingkungan, Kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda, Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, PartisPKnsi dalam pembelaan negara,  Sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, Keterbukaan dan jaminan keadilan, 2) Norma, hukum dan peraturan, meliputi:  Tertib dalam kehidupan keluarga, Tata tertib di sekolah, Norma yang berlaku di masyarakat, Peraturan-peraturan daerah, Norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Sistim hukum  dan peradilan nasional, Hukum dan peradilan internasional, 3) Hak asasi manusia meliputi: Hak dan kewajiban anak,  Hak dan kewajiban anggota masyarakat, Instrumen nasional dan internasional HAM, Pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM, 4) Kebutuhan  warga negara meliputi: Hidup gotong royong, Harga diri sebagai warga masyarakat, Kebebasan berorganisasi, Kemerdekaan mengeluarkan pendapat, Menghargai keputusan bersama, Prestasi diri , Persamaan kedudukan warga negara, 5) Konstitusi Negara meliputi: Proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang pertama,  Konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di  Indonesia, Hubungan dasar negara dengan konstitusi, 6) Kekuasan dan Politik, meliputi: Pemerintahan desa dan kecamatan, Pemerintahan daerah dan otonomi, Pemerintah pusat,  Demokrasi dan sistem politik, Budaya politik, Budaya demokrasi menuju masyarakat madani, Sistem pemerintahan, Pers dalam masyarakat demokrasi, 7) Pancasila meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, Proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara, Pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideologi terbuka, dan 8) Globalisasi meliputi: Globalisasi di lingkungannya, Politik luar negeri Indonesia di era globalisasi, Dampak globalisasi, Hubungan internasional dan organisasi internasional,  dan Mengevaluasi globalisasi.

Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut; 1) Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan, 2) BerpartisPKnsi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi, 3) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya, dan 4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai oleh Mata Pelajaran PKn, maka guru harus mampu menciptakan kegiatan pembelajaran yang memancing siswa agar berusaha menemukan sendiri pemahamannya melalui berbagai pengalaman belajar yang harus dialaminya. pendekatan pembelajaran yang tepat, dan media pembelajaran yang relevan dengan materi PKn yang akan diajarkan. Siswa belajar PKn dengan mencoba dan menemukan sendiri, sehingga siswa akan merasa tertarik dan dapat memperkuat kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor serta tujuan pembelajaran PKn di Sekolah Dasar dapat tercapai. Bentuk program pembelajaran PKn di Sekolah Dasar kini menempatkan siswa sebagai pembangun pengetahuan dari pengalamannya sendiri, baik melalui pengalaman mengerjakan sesuatu maupun berfikir. Proses pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) diharapkan adanya partisipasi aktif dari seluruh siswa. Kegiatan belajar berpusat pada siswa (student centered learning), sedangkan guru hanya sebagai motivator dan fasilitator, sehingga suasana kelas bias lebih hidup.

 

Hasil pengamatan awal yang dilakukan peneliti, diperoleh informasi bahwa pembelajaran PKn di kelas V SDN Rombuh 1 Kecamatan Palengaan masih dititikberatkan pada penguasaan konsep saja. Proses pembelajaran di kelas kurang meningkatkan kreativitas siswa. Proses pembelajaran masih dominan menggunakan metode konvensional secara monoton di kelas, sehingga suasana belajar terkesan kaku dan didominasi oleh guru (teacher centered learning). Proses pembelajaran yang dilakukan cenderung pada pencapaian target materi kurikulum (subject centered design), dan lebih mementingkan pada penghafalan konsep bukan pada pemahaman. Guru menyampaikan materi dengan metode ceramah, dimana siswa hanya duduk, mencatat, dan mendengarkan apa yang disampaikannya, sehingga ketika siswa diminta untuk bertanya oleh guru banyak yang tidak melakukannya. Hal ini karena siswa kurang termotivasi untuk lebih aktif mengutarakan pendapat, ide, gagasan, pertanyaan dan kesulitan-kesulitan maupun hal-hal yang belum dipahami selama pelajaran berlangsung. Suasana pembelajaran menjadi tidak kondusif, minat belajar dan aktifitas siswa dalam pembelajaran PKn masih sangat kurang, sehingga proses dan hasil belajar juga sangat rendah. Proses pembelajaran dan hasil belajar PKn yang sangat rendah merupakan suatu permasalahan yang harus segera diatasi.

 

Hasil analisis terhadap nilai ulangan harian dan ulangan akhir semester I tahun 2015/2016 siswa kelas V SDN Rombuh 1 Kecamatan Rombuh Kabupaten Palengaan pada mata pelajaran PKN belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan yaitu ≥ 60. Hasil Ulangan Akhir Semester I tahun 2015/2016 siswa kelas V SDN Rombuh 1 Kecamatan Palengaan Kabupaten Pamekasan, pada mata pelajaran PKn diperoleh nilai terendah 50, nilai tertinggi 85 dan nilai rata-rata 68. Dari 19 siswa yang mencapai KKM hanya 5 siswa. Rendahnya proses dan hasil belajar PKn siswa disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah :    

·         Pembelajaran PKn pada kelas V masih menggunakan metode konvensional.

·         Pemilihan pendekatan dan strategi pembelajaran belum sesuai dengan tujuan pembelajaran.

·         Kurangnya kreasi guru dengan membuat media pembelajaran sederhana dan nyata yang bisa digunakan dalam pembelajaran.

·         Belum terlibatnya siswa di saat proses pembelajaran secara aktif,  kreatif, efektif, dan menyenangkan.

·         Belum adanya kesadaran bagi siswa untuk bekerja secara kelompok pada saat pembelajaran.

·         Nilai hasil belajar PKn belum memuaskan.

 

Oleh karena itu diperlukan adanya beberapa solusi pembelajaran yang tepat, baik pada aspek proses pembelajaran maupun penggunaan media pembelajaran. Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan di atas, peneliti akan memberikan batasan masalah sebagai ruang lingkup dari penelitian ini, yaitu “Pemilihan pendekatan dan strategi pembelajaran belum sesuai dengan tujuan pembelajaran”.

Pemilihan pendekatan dan strategi Pembelajaran adalah solusi yang harus dilakukan untuk mengatasi permasalahan di kelas, karena selama ini siswa mendapatkan pengetahuannya secara konseptual  saja, itupun diperoleh hanya melalui ceramah, karena ada anggapan bahwa cara tersebut lebih efektif dan efisien, sedangkan usaha siswa untuk menemukan sendiri pemahamannya melalui kondisi mengalami yang harus dilakukan siswa belum pernah dilakukan oleh guru. Oleh karena itu peneliti harus berusaha memodifikasi beberapa pendekatan pembelajaran yang akan mengkondisikan siswa untuk menemukan sendiri pemahamannya melalui kegiatan pembelajaran.  

Proses pembelajaran merupakan proses komunikasi dan berlangsung dalam suatu sistem, maka pendekatan pembelajaran menempati posisi yang cukup penting sebagai salah satu komponen sistem pembelajaran. Tanpa pendekatan pembelajaran yang relevan, komunikasi tidak akan terjadi dan proses pembelajaran sebagai proses komunikasi juga tidak akan bisa berlangsung secara optimal. sebab, pendekatan pembelajaran adalah komponen integral dari sistem pembelajaran. Untuk menciptakan kondisi pembelajaran yang efektif dan efisien, maka peneliti memodifikasi sebuah pendekatan pembelajaran yang diberi nama “Pendekatan Pembelajaran IKSAN”.   

Pendekatan Pembelajaran IKSAN merupakan Pendekatan Pembelajaran yang bertujuan untuk membuat suasana kelas menjadi lebih menyenangkan dan bersemangat dalam belajar. Terkait belum berhasilnya pembelajaran PKN di SDN Rombuh 1, peneliti berupaya untuk menerapkan Pendekatan Pembelajaran IKSAN sebagai salah satu pembelajaran bermakna yang bermuara pada kegiatan pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan serta berpusat pada siswa.

Kata “IKSAN” adalah singkatan dari inkuiri, kreatif, sosial, aktif, dan nyata. Baik Inkuiri, kreatif, sosial maupun aktif adalah pembelajaran yang berorientasi pada teori pembelajaran konstruktivistik, artinya, dalam pembelajaran IKSAN diharapkan agar siswa melibatkan secara maksimal seluruh kemampuannya untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Pada saat terjadi kegiatan mencari dan menyelidiki akan muncul kreativitas siswa. Kreativitas akan lebih kuat lagi bila siswa bekerja dalam kelompok, sehingga akan muncul hubungan interaktif antar siswa yang saling memberikan masukan pengetahuan dan pemahaman diantara mereka. Kejadian ini akan menumbuhkan suasana aktif dari masing-masing siswa, yang pada akhirnya siswa akan menemukan kenyataan kebenaran dari pengetahuan yang diperolehnya.

Pendekatan Pembelajaran IKSAN merupakan salah satu Pendekatan Pembelajaran yang dapat direkomendasikan untuk meningkatkan proses dan hasil belajar PKN. Pendekatan Pembelajaran ini menempatkan siswa sebagai subyek yang aktif baik secara fisik maupun mental dalam mempelajari ilmu pengetahuan alam. Siswa diberi kesempatan untuk mengkonstruk pengetahuan mereka sendiri menjadi sebuah konsep PKN sehingga konsep yang dikuasai siswa dapat bertahan lama. Guru mengaitkan materi yang dipelajari dengan pengalaman nyata dan aplikasinya untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.

Pendekatan Pembelajaran IKSAN memiliki keunggulan dibandingkan dengan Pendekatan Pembelajaran yang lain. Pendekatan Pembelajaran IKSAN merupakan bentuk inovasi pengubahan bermacam-macam interaksi yang ada di dalam dan di sekitar momen belajar. Pembelajaran IKSAN sebagai salah satu alternatif pembaruan pembelajaran, menyajikan petunjuk praktis dan spesifik untuk menciptakan lingkungan belajar yang efektif, bagaimana merancang pembelajaran, menyampaikan bahan pembelajaran, dan bagaimana menyederhanakan proses belajar sehingga memudahkan belajar siswa. Pendekatan Pembelajaran IKSAN ini sangat menekankan pada percepatan pembelajaran dengan taraf keberhasilan yang sangat tinggi, memusatkan perhatian siswa pada interaksi yang bermakna, menempatkan nilai dan keyakinan sebagai bagian penting proses pembelajaran dan mengutamakan keberagaman dan kebebasan dalam pembelajaran. Pendekatan Pembelajaran IKSAN ini diharapakan mampu menjadi solusi yang tepat untuk mengatasi rendahnya proses dan hasil belajar PKN khususnya pada siswa kelas V SDN Rombuh 1 Kecamatan Palengaan Kabupaten Pamekasan.

 

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka peneliti ingin melakukan penelitian tindakan kelas dengan judul “Upaya Meningkatkan Proses dan Hasil Belajar PKN Dengan Menggunakan Media Pembelajaran Faktual dan Pendekatan Pembelajaran IKSAN Pada Siswa Kelas V SDN Rombuh 1 Kecamatan Palengaan Kabupaten Palengaan”.

 

1.2  Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: ”Bagaimana meningkatkan proses dan hasil belajar PKn Dengan Menggunakan Pendekatan Pembelajaran IKSAN pada siswa kelas V SDN Rombuh 1 Kecamatan Palengaan Kabupaten Pamekasan ?”. 

 

1.3  Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Pendekatan Pembelajaran IKSAN dalam meningkatkan proses dan hasil belajar PKn    pada siswa kelas V SDN Rombuh 1 Kecamatan Palengaan Kabupaten Pamekasan.

1.4  Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut:

1.         Manfaat Teoritis

a.         Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan informasi mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan  pendekatan pembelajaran IKSAN untuk meningkatkan proses dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran PKn.

b.        Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pijakan dan pedoman untuk mengembangkan penelitian-penelitian yang menerapkan   pendekatan pembelajaran IKSAN.

 

2.         Manfaat Praktis

 

a.         Bagi Peneliti

 

Sebagai bahan informasi seberapa besar peningkatan proses dan hasil belajar PKn melalui pendekatan pembelajaran IKSAN.

b.        Bagi Guru

 

1)   Memberikan arahan dan pedoman dalam proses belajar mengajar yang berkaitan dengan variasi pembelajaran agar proses dan hasil belajar siswa baik.

2)   Sumbangan pemikiran dan pertimbangan dalam menentukan   pendekatan yang tepat.

3)   Membantu guru meningkatkan proses pembelajaran di kelasnya, sebagai upaya meningkatkan proses dan hasil belajar siswa.

4)   Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai gambaran bagaimana penerapan pembelajaran PKN melalui pendekatan pembelajaran IKSAN.

 

c.         Bagi Siswa

 

Dapat menambah dan memperluas wawasan dan pengalaman belajar bagi siswa kelas V SDN Rombuh 1 Kecamatan Palengaan Kabupaten Pamekasan.

d.        Bagi Sekolah

 

Sebagai sumbangan pemikiran untuk usaha-usaha peningkatan kualitas pembelajaran PKN di Sekolah Dasar, khususnya SDN Rombuh 1 Kecamatan Palengaan Kabupaten Pamekasan.

 

1.5  Indikator Keberhasilan

Indikator keberhasilan tindakan dalam penelitian ini membutuhkan acuan untuk mempertimbangkan hasil yang akan dicapai setelah dilakukan tindakan. Indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah:

a.       Terjadi peningkatan proses pembelajaran pada indikator inkuiri, kreatifitas, kelompok belajar dan aktifitas dengan pencapaian 65% dari 100% target yang diharapkan.

b.      Terjadi peningkatan nilai rata-rata tes akhir siklus siswa dari tes akhir siklus I ke siklus selanjutnya.

  1. Persentase nilai rata-rata tes akhir siklus siswa untuk setiap indikator kreativitas mengalami peningkatan dan minimal dalam kategori tinggi.
  2. Ketuntasan belajar siswa dalam satu kelas telah memenuhi kriteria ketuntasan minimal, yaitu minimal 60% dari jumlah siswa dalam satu kelas telah mencapai ketuntasan belajar individu dan minimal dalam kategori tinggi.  Ketuntasan belajar individu yang telah ditetapkan SDN Rombuh 1 untuk mata pelajaran PKN, yaitu jika nilai siswa minimal 65.

BAB II

KAJIAN TEORI

  

2.1  Konsep Pembelajaran IKSAN (Inkuiri, Kreatif, Sosial, Aktif, dan Nyata).

Kata “IKSAN” adalah singkatan dari inkuiri, kreatif, sosial, aktif, dan nyata. Baik Inkuiri, kreatif, sosial maupun aktif adalah pembelajaran yang berorientasi pada teori pembelajaran konstruktivistik, artinya, dalam pembelajaran IKSAN diharapkan agar siswa melibatkan secara maksimal seluruh kemampuannya untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Pada saat terjadi kegiatan mencari dan menyelidiki akan muncul kreativitas siswa. Kreativitas akan lebih kuat lagi bila siswa bekerja dalam kelompok, sehingga akan muncul hubungan interaktif antar siswa yang saling memberikan masukan pengetahuan dan pemahaman diantara mereka. Kejadian ini akan menumbuhkan suasana aktif dari masing-masing siswa, yang pada akhirnya siswa akan menemukan kenyataan kebenaran dari pengetahuan yang diperolehnya.

Pendekatan Pembelajaran IKSAN merupakan salah satu Pendekatan Pembelajaran yang dapat direkomendasikan untuk meningkatkan proses dan hasil belajar PKN. Pendekatan Pembelajaran ini menempatkan siswa sebagai subyek yang aktif baik secara fisik maupun mental dalam mempelajari ilmu pengetahuan alam. Siswa diberi kesempatan untuk mengkonstruk pengetahuan mereka sendiri menjadi sebuah konsep PKN sehingga konsep yang dikuasai siswa dapat bertahan lama. Guru mengaitkan materi yang dipelajari dengan pengalaman nyata dan aplikasinya untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.

Pendekatan Pembelajaran IKSAN memiliki keunggulan dibandingkan dengan Pendekatan Pembelajaran yang lain. Pendekatan Pembelajaran IKSAN merupakan bentuk inovasi pengubahan bermacam-macam interaksi yang ada di dalam dan di sekitar momen belajar. Pembelajaran IKSAN sebagai salah satu alternatif pembaruan pembelajaran, menyajikan petunjuk praktis dan spesifik untuk menciptakan lingkungan belajar yang efektif, bagaimana merancang pembelajaran, menyampaikan bahan pembelajaran, dan bagaimana menyederhanakan proses belajar sehingga memudahkan belajar siswa. Pendekatan Pembelajaran IKSAN ini sangat menekankan pada percepatan pembelajaran dengan taraf keberhasilan yang sangat tinggi, memusatkan perhatian siswa pada interaksi yang bermakna, menempatkan nilai dan keyakinan sebagai bagian penting proses pembelajaran dan mengutamakan keberagaman dan kebebasan dalam pembelajaran.

Pendekatan pembelajaran IKSAN ini dilandasi oleh beberapa teori dan kajian yang akan dipaparkan di bawah ini ;

 

2.1.1        Pembelajaran Inkuiri  

         "Inquiry" didefinisikan sebagai mencari kebenaran, informasi, atau pengetahuan. Mencari informasi dengan mempertanyakan, melakukan proses penyelidikan dari saat mereka lahir sampai mereka mati. Hal ini benar meskipun mereka mungkin tidak merefleksikan proses. Bayi mulai memahami dunia dengan bertanya. Sejak lahir, bayi mengamati wajah-wajah yang mendekati, mereka memahami benda, mereka meletakkan segala sesuatu dalam mulut mereka, dan mereka berpaling ke arah suara. Proses bertanya dimulai dengan mengumpulkan informasi dan data melalui penerapan indera manusia-melihat, mendengar, menyentuh, mencicipi, dan membau . (http://www.thirteen.org/edonline/concept2class/inquiry/).

         Pembelajaran Berbasis Inquiry (IBL), Sebagai kegiatan pembelajaran, IBL mengacu pada kegiatan siswa di mana mereka mengembangkan pengetahuan dan pemahaman tentang ide-ide ilmiah serta pemahaman tentang bagaimana para ilmuwan mempelajari alam dunia (Anderson, 2002). Ide pertama pada instruksi ilmu dibangun pada percobaan laboratorium. Ide-ide ini termasuk kegiatan yang melakukan pengamatan langsung, manipulasi dan transferensi pengetahuan. Namun, Sesuai dengan pandangan John Dewey pendidikan (di 1910-an), ide-ide ini memiliki beragam bentuk pengetahuan pemindahan proses atau metode untuk belajar. Dengan perspektif baru, Robert Karplus (Dalam 1950-an dan 1960-an) dari Universitas CaliforniaBerkeley diusulkan dan pertama kali digunakan IBL sebagai model pengajaran ilmu bernama siklus belajar. Ini Metode pengajaran ilmu baru disarankan guru untuk menyajikan sains sebagai penyelidikan dan siswa bekerja di laboratorium sebelum diperkenalkan ke penjelasan formal ilmiah konsep dan kepala sekolah oleh Pendidik Joseph Schwab (Dalam 1960) (NRC, 2000). Metode ini lagi diresmikan oleh Marsekal Herron (tahun 1971), yang mengembangkan skala Herron untuk mengevaluasi jumlah penyelidikan dalam latihan laboratorium tertentu. Hari ini, metode ini menggunakan dalam rencana pelajaran ilmu. Bybee (tahun 1997) menyajikan lima langkah dari Engagement, Exploration, Penjelasan, Elaborasi, dan Evaluasi (http://webb.deu.edu.tr/baed/giris/baed/ozel_sayi/303-310.pdf).

Menurut Sanjaya (2010: 196), pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Pembelajaran inkuiri dibangun dengan asumsi bahwa sejak lahir manusia memiliki dorongan untuk menemukan sendiri pengetahuannya. Rasa ingin tahu tentang keadaan alam di sekililingnya tersebut merupakan kodrat sejak ia lahir ke dunia, melalui indra penglihatan, indra pendengaran, dan indra-indra yang lainnya. Keingintahuan manusia terus menerus berkembang hingga dewasa dengan menggunakan otak dan pikirannya. Pengetahuan yang dimilikinya akan menjadi bermakna manakala didasari oleh keingintahuan tersebut.

Tujuan utama pembelajaran inkuiri adalah mengembangkan kemampuan berfikir secara sistematis, logis, dan kritis, atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental. Selain itu inkuiri dapat mengembangkan nilai dan sikap yang sangat dibutuhkan agar siswa mampu berpikir ilmiah, seperti :

1.            Keterampilan melakukan pengamatan, pengumpulan dan pengorganisasian data termasuk merumuskan dan menguji hipotesis serta menjelaskan fenomena,

2.            Kemandirian belajar,

 

3.            Keterampilan mengekspresikan secara verbal,

 

4.            Kemampuan berpikir logis, dan

 

5.            Kesadaran bahwa ilmu bersifat dinamis dan tentatif.

 

Menurut Trianto (2011: 135), untuk melaksanakan inkuiri secara maksimal hal-hal yang perlu diperhatikan adalah, Pertama, Aspek sosial di dalam kelas dan suasana terbuka yang mengundang siswa berdiskusi. Hal ini menuntut adanya suasana bebas (permisif) di kelas, siswa tidak merasakan adanya tekanan/ hambatan untuk mengemukakan pendapatnya. Kedua, Inkuiri berfokus hipotesis. Siswa perlu menyadari bahwa pada dasarnya semua pengetahuan bersifat tentatif. Tidak ada kebenaran yang bersifat mutlak, kebenaran selalu bersifat sementara. Apabila pengetahuan dipandang sebagai hipotesis, maka kegiatan belajar berkisar sekitar pengujian hipotesis dengan pengajuan berbagai informasi yang relevan. Inkuiri bersifat open ended jika ada berbagai kesimpulan yang berbeda dari siswa masing-masing dengan argumen yang benar. Ketiga, Penggunaan fakta sebagai evidensi. Di dalam kelas dibicarakan validitas dan reliabilitas tentang fakta sebagaimana dituntut dalam pengujian hipotesis pada umumnya.

2.1.1.1    Ciri Utama Pembelajaran Inkuiri

 

Pembelajaran inkuiri menurut Wina (2010: 196) mempunyai tiga cirri utama, yaitu :

 

1.      Pembelajaran inkuiri menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan, artinya pembelajaran ini menempatkan siswa sebagai subyek belajar. Dalam proses pembelajaran, siswa tidak hanya berperan sebagai penerima pelajaran melalui penjelasan guru secara verbal, tetapi mereka berperan menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu sendiri

2.      Seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self belief). Aktivitas pembelajaran biasanya dilakukan melalui proses tanya jawab antara guru dan siswa. Oleh karena itu, kemampuan guru dalam menggunakan teknik bertanya merupakan syarat utama dalam melakukan inkuiri.

 

2.1.1.2    Prinsip-Prinsip Pembelajaran Inkuiri

 

Dalam pembelajaran inkuiri menurut Wina (2010: 198) terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan oleh guru, yaitu sebagai berikut :

1.  Berorientasi pada Pengembangan Intelektual

Telah disebutkan sebelumnya bahwa tujuan utama pembelajaran inkuiri adalah mengembangkan kemampuan berpikir, karena inkuiri didasari oleh teori kognitif yang menekankan arti penting proses internal seseorang. Dengan demikian, pembelajaran inkuiri selain berorientasi pada hasil belajar, juga berorientasi pada proses belajar. Karena itu, kriteria keberhasilan dalam pembelajaran inkuiri bukan ditentukan oleh penguasaan siswa terhadap suatu materi pelajaran, tetapi sejauh mana siswa beraktivitas mencari dan menemukan sesuatu. Pada inkuiri ini yang dinilai adalah proses menemukan sendiri hal baru dan proses adaptasi yang berkesinambungan secara tepat dan serasi antara hal baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki siswa

2.  Prinsip Interaksi

Pada dasarnya, proses pembelajaran adalah proses interaksi, baik interaksi siswa dengan guru, interaksi siswa dengan siswa, maupun interaksi siswa dengan lingkungan. Pembelajaran sebagai proses interaksi berarti menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, tetapi sebagai pengatur interaksi itu sendiri. Kegiatan pembelajaran selama menggunakan pendekatan inkuiri ditentukan oleh interaksi siswa. Keseluruhan proses pembelajaran akan membantu siswa menjadi mandiri, percaya diri dan yakin pada kemampuan intelektualnya sendiri untuk terlibat secara aktif. Guru hanya perlu menjadi fasilitator dan mengarahkan agar siswa bisa mengembangkan kemampuan berpikirnya melalui interaksi mereka. Guru juga harus memfokuskan pada tujuan pembelajaran, yaitu mengembangkan tingkat berpikir yang lebih tinggi dan keterampilan berpikir kritis siswa.

3.  Prinsip Bertanya

Inkuiri adalah mengajukan pertanyaan-pertanyaan, yaitu pertanyaan-pertanyaan yang dapat dijawab dan mengantarkan pada pengujian dan eksplorasi bermakna. Selama pembelajaran inkuiri, guru dapat mengajukan suatu pertanyaan atau mendorong siswa mengajukan pertanyaan-pertanyaan mereka sendiri, yang dapat bersifat open-ended, memberi peluang siswa untuk mengarahkan penyelidikan mereka sendiri dan menemukan jawaban-jawaban yang mungkin dari mereka sendiri, dan mengantar pada lebih banyak pertanyaan lain. Oleh karena itu peran yang harus dilakukan guru dalam pembelajaran inkuiri adalah sebagai penanya. Sebab, kemampuan siswa untuk menjawab setiap pertanyaan pada dasarnya sudah merupakan sebagian dari proses berpikir.

4.      Prinsip Belajar untuk Berpikir

Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar adalah proses berpikir (learning how you think), yakni proses mengembangkan potensi seluruh otak. Pembelajaran berpikir adalah pemanfaatan dan penggunaan otak secara maksimal.

5.  Prinsip Keterbukaan

Inkuiri menyediakan siswa beraneka ragam pengalaman konkrit dan pembelajaran aktif yang mendorong dan memberikan ruang dan peluang kepada siswa untuk mengambil inisiatif dalam mengembangkan keterampilan pemecahan masalah, pengambilan keputusan, dan penelitian sehingga memungkinkan mereka menjadi pebelajar sepanjang hayat. Inkuiri melibat komunikasi yang berarti tersedia suatu ruang, peluang, dan tenaga bagi siswa untuk mengajukan pertanyaan dan pandangan yang logis, obyektif, dan bermakna, dan untuk melaporkan hipotesis mereka. Tugas guru adalah menyediakan ruang untuk memberikan kesempatan kepada siswa mengembangkan hipotesis dan secara terbuka membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukannya.

Dengan demikian, menurut Trianto (2011:136) peran utama guru dalam pembelajaran inkuiri adalah :Pertama, Motivator. Memberi rangsangan supaya siswa aktif dan gairah berpikir. Kedua, Fasilitator. Menunjukkan jalan keluar jika ada hambatan dalam proses berpikir siswa. Ketiga, Penanya. Menyadarkan siswa dari kekeliruan yang mereka perbuat dan memberi keyakinan pada diri sendiri. Keempat, Administrator. Bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan didalam kelas. Kelima, Pengarah. Memimpin arus kegiatan berpikir siswa pada tujuan yang diharapkan. Keenam, Manajer. Mengelola sumber belajar, waktu, dan organisasi kelas. Ketujuh, Rewarder. Memberi penghargaan pada prestasi yang dicapai dalam rangka peningkatan semangat inkuiri pada siswa.

2.1.1.3    Langkah Pelaksanaan Pembelajaran Inkuiri

Adapun langkah-langkah dalam pelaksanaan model pembelajaran inkuiri adalah sebagai berikut:

 

1.  Orientasi

 

Pada langkah ini guru mengondisikan agar siswa siap melaksanakan proses pembelajaran dengan cara merangsang dan mengajak siswa untuk berpikir memecahkan masalah. Langkah orientasi merupakan langkah yang sangat penting, karena keberhasilan pembelajaran inkuiri sangat tergantung pada kemauan siswa untuk beraktivitas menggunakan kemampuannya dalam memecahkan masalah.

Beberapah hal yang dapat dilakukan dalam tahap orientasi adalah :

 

a.       Menjelaskan topik, tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa.

b.      Menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan. Pada tahap ini dijelaskan langkah-langkah inkuiri serta tujuan setiap langkah, mulai dari langkah merumuskan masalah sampai dengan merumuskan kesimpulan.

c.       Menjelaskan pentingnya topic dan kegiatan belajar. Hal ini dilakukan dalam rangka memberikan motivasi belajar siswa.

2.      Merumuskan Masalah

 

Pada langkah ini guru membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah persoalan yang menantang siswa untuk berpikir memecahkan teka-teki itu. Proses berpikir dan mencari jawaban teka-teki itulah yang sangat penting dalam strategi inkuiri, oleh karena itu melalui proses tersebut siswa akan memperoleh pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya mengembangkan mental melalui proses berpikir.

 

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam merumuskan masalah adalah:

 

a.       Masalah hendaknya dirumuskan sendiri oleh siswa. Siswa akan memiliki motivasi belajar yang tinggi manakala dilibatkan dalam merumuskan masalah yang hendak dikaji.

b.      Masalah yang dikaji adalah masalah yang mengandung teka-teki dan jawabannya pasti.

Konsep-konsep dalam masalah adalah konsep-konsep yang sudah diketahui terlebih dahulu oleh siswa. Artinya, sebelum masalah itu dikaji lebih jauh melalui melalui proses inkuiri, guru perlu yakin terlebih dahulu bahwa siswa sudah memiliki pemahaman tentang konsep-konsep yang ada dalam rumusan masalah.

3.      Mengajukan Hipotesis

 

Kemampuan atau potensi individu untuk berpikir pada dasarnya sudah dimiliki sejak individu itu lahir. Potensi berpikir tersebut dimulai dari kemampuan setiap individu untuk menebak atau mengira-ngira (berhipotesis) dari suatu permasalahan. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk mengembangkan kemampuan berhipotesis pada setiap anak adalah dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk dapat merumuskan jawaban sementara atau dapat merumuskan berbagai perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu permasalahan yang dikaji.

4.      Mengumpulkan Data

 

Dalam pembelajaran inkuiri, mengumpulkan data merupakan proses mental yang sangat penting dalam pengembangan intelektual. Proses pengumpulan data bukan hanya memerlukan motivasi yang kuat dalam belajar, akan tetapi juga membutuhkan ketekunan dan kemampuan menggunakan potensi berpikirnya. Oleh sebab itu, tugas dan peran guru dalam tahapan ini adalah mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk berpikir mencari informasi yang dibutuhkan.

5.      Menguji Hipotesis

 

Menguji hipotesis adalah proses menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Yang terpenting dalam menguji hipotesis adalah mencari tingkat keyakinan siswa atas jawaban yang diberikan. Disamping itu, menguji hipotesis juga berarti mengembangkan kemampuan berpikir rasional. Artinya, kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat dipertanggungjawabkan.

6.      Merumuskan Kesimpulan

 

Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Kadang banyaknya jawaban yang diperoleh menyebabkan kesimpulan yang diputuskan tidak fokus terhadap masalah yang hendak dipecahkan. Karena itu, untuk mencapai kesimpulan yang akurat guru mampu menunjukkan pada siswa data mana yang relevan.

2.1.1.4  Teori-Teori Yang Relevan Dengan Pembelajaran Inkuiri

 

a.       Teori Piaget

 

Piaget mengemukakan (2012: 314-315) bahwa perkembangan intelektual suatu organisme didasarkan pada dua fungsi, yaitu fungsi organisasi dan adaptasi. Fungsi organisasi memberikan organisme kemampuan untuk mensistematikkan atau mengorganisasikan proses-proses fisik atau proses-proses psikologi menjadi sistem-sistem yang teratur dan berhubungan (struktur kognitif). Di samping itu, semua organisme lahir dengan kecenderungan untuk menyesuaikan diri atau beradaptasi dengan lingkungannya.

Adaptasi tersebut dilakukan melalui dua proses, yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses penggunaan struktur kognitif yang telah ada, dan akomodasi adalah proses perubahan struktur koginitif. Dalam proses asimilasi, orang menggunakan struktur atau kemampuan yang sudah ada untuk menanggapi masalah yang dihadapi dalam lingkungannya. Dalam proses akomodasi, orang melakukan modifikasi struktur kognitif yang sudah ada untuk menanggapi respon terhadap masalah yang dihadapi dalam lingkungannya.

Adaptasi merupakan suatu keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Jika dalam proses asimilasi, seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi pada lingkungannya maka akan terjadi ketidakseimbangan, yaitu ketidaksesuaian atau ketidakcocokan antara pemahaman saat ini dengan pengalaman baru. Pertumbuhan intelektual merupakan proses terus-menerus tentang keadaan ketidakseimbangan dan keseimbangan (disequilibrium – equilibrium). Tetapi bila terjadi keseimbangan kembali, maka individu itu berada pada tingkat intelektual yang lebih tinggi daripada sebelumnya.

Teori Piaget tersebut yang mendasari teori konstruktivistik. Menurut teori konstruktivistik, perkembangan intelektual adalah suatu proses dimana anak secara aktif membangun pemahamannya dari hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungannya. Anak secara aktif membangun pengetahuannya dengan terus menerus melakukan akomodasi dan asimilasi terhadap informasi-informasi yang diterima

Implikasi dari teori piaget dalam Trianto (2011: 16-17) pembelajaran adalah sebagai berikut :

a.      Memusatkan perhatian pada proses berpikir anak, bukan sekadar hasilnya.

b.      Menekankan pada pentingnya peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatannya secara aktif dalam pembelajaran. Dalam pembelajaran di kelas, pengetahuan diberikan tanpa adanya tekanan, melainkan anak didorong menemukan sendiri melalui preses interaksi dengan lingkungannya.

c.      Memaklumi adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan perkembangan sehingga guru harus melakukan upaya khusus untuk mengatur kegiatan kelas dalam bentuk individu-individu atau kelompok-kelompok kecil.

 

Berdasarkan teori Piaget, pembelajaran inkuiri cocok bila diterapkan dalam kegiatan pembelajaran karena inkuiri menyandarkan pada dua sisi yang sama pentingnya, yaitu sisi proses dan hasil belajar. Proses belajar diarahkan untuk meningkatkan kemampuan berpikir, sedangkan sisi hasil belajar diarahkan untuk mengkontruksi pengetahuan dan penguasaan materi pelajaran baru. Selain itu, yang dinilai dalam pembelajaran inkuiri adalah proses menemukan sendiri hal baru dan proses adaptasi yang berkesinambungan secara tepat dan serasi antara hal baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki siswa.

b.      Teori Gestalt

 

Teori Gestalt dalam Hergenhn (2012: 280-309) menekankan kepada proses-proses intelektual yang kompleks seperti bahasa, pikiran, pemahaman, dan pemecahan masalah sebagai aspek utama dalam proses belajar. Menurut teori Gestalt, belajar adalah proses mengembangkan insight. Insight adalah pemahaman terhadap hubungan antar bagian di dalam suatu situasi permasalahan. Belajar terjadi karena kemampuan menangkap makna dan keterhubungan antara komponen yang ada di lingkungannya.

 

Prinsip penerapan teori ini menurut Nasution dalam Wina (2010: 121-122) adalah :

 

a.      Pembelajaran bukanlah berangkat dari fakta-fakta, akan tetapi mesti berangkat dari suatu masalah. Melalui masalah tersebut siswa dapat mempelajari fakta.

b.      Membelajarkan anak bukanlah hanya mengembangkan intelektual saja, akan tetapi mengembangkan pribadi anak seutuhnya.

c.       Kegiatan belajar akan terjadi manakala dihadapkan pada suatu persoalan yang harus dipecahkan. Belajar bukanlah menghafal fakta. Melalui persoalan yang dihadapi, siswa akan mendapat insight yang sangat berguna untuk menghadapi setiap masalah.

d.      Pengalaman adalah kejadian yang dapat memberikan arti dan makna kehidupan setiap perilaku individu. Belajar adalah melakukan reorganisasi pengalaman-pengalaman masa lalu yang secara terus menerus disempurnakan. Dengan demikian, proses membelajarkan adalah proses memberikan pengalaman-pengalaman yang bermakna untuk kehidupan anak.

Inkuiri menyediakan siswa beraneka ragam pengalaman konkrit dan pembelajaran aktif yang mendorong dan memberikan ruang dan peluang kepada siswa untuk mengambil inisiatif dalam mengembangkan keterampilan pemecahan masalah dan pengambilan keputusan sehingga siswa dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya. Dengan demikian, menurut teori Gestalt, pembelajaran inkuiri sangat sesuai bila diterapkan dalam kegiatan pembelajaran.

2.1.2       Pembelajaran Kreatif  

Kreativitas merupakan suatu kajian yang kompleks, yang menimbulkan berbagai perbedaan pandangan. Perbedaan tersebut terletak pada bagaimana kreativitas itu didefinisikan. Rhodes (dalam Utami Munandar, 2009: 20) menyatakan bahwa kreativitas dapat didefinisikan ke dalam empat dimensi sebagai the Four P’s of Creativity, yaitu

a.       Pribadi (person) Menurut Selo Soemardjan (dalam Utami Munandar 2009: 20), kreativitas merupakan sifat pribadi seorang individu yang tercermin dari kemampuannya untuk menciptakan sesuatu yang baru. Menurut Hulbeck (dalam Utami Munandar 2009: 20) “ creative actions is an imposing of one’s own whole personality on the environment in an unique and characteristic way”. Tindakan kreatif muncul dari keunikan keseluruhan kepribadian dalam interaksi dengan lingkungannya.

b.      Proses (procces) Kreativitas siswa akan terwujud jika ada dorongan dan dukungan lingkungannya ataupun jika ada dorongan kuat dalam dirinya sendiri (motivasi internal) untuk menghasilkan sesuatu.

c.       Pendorong (press) Kreativitas siswa dapat terwujud apabila ada dorongan dari lingkungan yang berupa apresiasi dukungan, pemberian penghargaan, pujian, insentif, dan dorongan dari dalam diri siswa sendiri untuk menghasilkan sesuatu. Kreativitas dapat berkembang dalam lingkungan yang mendukung.

d.      Produk (product) Menurut Amabile (dalam Dedi Supriadi, 2001: 9), kreativitas merupakan kualitas suatu produk atau respons yang dinilai kreatif oleh pengamat yang ahli.

Kondisi yang memungkinkan seseorang menciptakan produk kreatif yang bermakna adalah kondisi pribadi dan lingkungan, yaitu yang keduanya mendorong seseorang untuk melibatkan dirinya dalam proses (kesibukan , kegiatan) kreatif. Pendidik harus menghargai produk kreativitas anak dan mengkomunikasikannya kepada yang lain, misalnya dengan mempertunjukkan atau memamerkan hasil karya anak. Ini akan lebih menggugah minat anak untuk berkreasi.

Kaitannya dengan unsur aptitude dan nonaptitude, Conny R. Semiawan (dalam Akbar Reni, 2001: 4) mengemukakan bahwa kreativitas merupakan kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan yang baru dan menerapkannya dalam pemecahan masalah. Kreativitas adalah kemampuan untuk menemukan cara-cara baru bagi pemecahan masalah baik yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan, seni sastra atau seni-seni lainnya, yang mengandung suatu hasil pendekatan yang baru bagi yang bersangkutan, meskipun untuk orang lain merupakan hal yang tidak begitu asing lagi (Louis Cohen, 1978: 56).

Kreatif (creative) menurut Muhibbin Syah (2009:  berarti menggunakan hasil ciptaan / kreasi baru atau yang berbeda dengan sebelumnya. Pembelajaran yang kreatif mengandung makna tidak sekedar melaksanakan dan menerapkan kurikulum. Kurikulum memang merupakan dokumen dan rencana baku, namun tetap perlu dikritisi dan dikembangkan secara kreatif. Dengan demikian, ada kreativitas pengembangan kompetensi dan kreativitas dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas termasuk pemanfaatan lingkungan sebagai sumber bahan dan sarana untuk belajar. Pembelajaran kreatif juga dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa dan tipe serta gaya belajar siswa.

Alhasil, di satu sisi guru bertindak kreatif dalam arti:

Ø  mengembangkan kegiatan pembelajaran yang beragam;

Ø  membuat alat bantu belajar yang berguna meskipun sederhana;

Di sisi lain, siswa pun kreatif dalam hal:

Ø  merancang / membuat sesuatu;

Ø  menulis/mengarang.

Menurut Moreno (1995: 146) yang penting dari kreativitas itu bukanlah penemuan sesuatu yang belum diketahui orang sebelumnya, melainkan bahwa produk kreativitas itu merupakan sesuatu yang baru bagi diri sendiri dan tidak harus merupakan sesuatu yang baru bagi orang lain atau dunia pada umumnya. Kreativitas memungkinkan penemuan-penemuan baru dalam bidang ilmu, teknologi atau dalam setiap bidang usaha manusia.

Utami Munandar (dalam Akbar Reni, 2001: 4), dalam uraiannya tentang pengertian kreativitas menunjukkan ada tiga kemampuan, yaitu yang berkaitan dengan kemampuan untuk mengkombinasi, memecahkan atau dalam menjawab masalah. Ketiga kemampuan tersebut, yaitu : a) Kemampuan untuk membuat kombinasi baru, berdasarkan data, informasi maupun unsur-unsur yang telah ada, b) Kemampuan yang berdasarkan data atau informasi yang tersedia, menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, di mana penekanannya pada kualitas, ketepatgunaan dan keragaman jawaban, c) Kemampuan yang secara operasional mencerminkan kelancaran, keluwesan dan orisionalitas dalam berpikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan/ memperkaya/ memperinci) suatu gagasan.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kreativitas adalah kemampuan mental dari berbagai jenis keterampilan yang dimiliki oleh individu, sehingga menciptakan sesuatu yang baru untuk dirinya sendiri meskipun bukan merupakan hal yang baru bagi orang lain dan dapat mengkombinasikan unsur-unsur yang lama dalam menghasilkan sesuatu yang baru.

Williams (Utami Munandar, 1992: 88-93) mengemukakan dua ciri kreativitas yang memunculkan perilaku kreatif. Dua ciri kreativitas itu antara lain ciri aptitude dan nonaptitude. Ciri aptitude ialah ciri yang berhubungan dengan kognisi dan proses berpikir, sedangkan ciri nonaptitude ialah ciri yang lebih berkaitan dengan sikap atau perasaan.

Kedua jenis ciri kreativitas itu diperlukan agar perilaku kreatif dapat terwujud.

a)      Ciri-ciri kemampuan berpikir kreatif (aptitude), meliputi:

1)      Keterampilan berpikir lancar ialah mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah atau pertanyaan; memberikan banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai hal dan selalu memikirkan lebih dari satu jawaban. Contoh perilaku keterampilan berpikir lancar siswa: a) Mengajukan banyak pertanyaan. b) Menjawab pertanyaan dengan sejumlah jawaban. c) Mempunyai banyak gagasan mengenai suatu masalah. d) Lancar mengungkapkan gagasan-gagasannya. e) Bekerja lebih cepat dan melakukan lebih banyak daripada anak-anak lain. f) Melihat dengan cepat kesalahan atau kekurangan pada suatu objek atau situasi.

2)      Keterampilan berpikir luwes (fleksibel) ialah menghasilkan gagasan, jawaban atau pertanyaan yang bervariasi, dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda, mencari banyak alternatif atau arah yang berbeda-beda serta mampu mengubah cara pendekatan atau cara pemikiran. Contoh perilaku keterampilan berpikir luwes siswa: a) Memberikan aneka ragam penggunaan yang tidak lazim terhadap suatu objek. b) Memberikan macam-macam penafsiran (interpretasi) terhadap suatu gambar, cerita atau masalah. c) Menerapkan suatu konsep atau asas dengan cara yang berbeda-beda. d) Memberi pertimbangan yang berbeda dengan orang lain pada suatu situasi. e) Mampu memberikan arah pemikiran secara spontan. f) Menggolongkan hal-hal menurut pembagian (kategori) yang berbeda-beda. g) Membahas atau mendiskusikan suatu situasi bertentangan dari mayoritas kelompok.

3)      Keterampilan berpikir orisinal ialah mampu melahirkan ungkapan yang baru dan unik; memikirkan cara yang tidak lazim untuk mengungkapkan diri; mampu membuat kombinasikombinasi yang tidak lazim dari bagian-bagian atau unsur-unsur. Contoh perilaku keterampilan berpikir orisinal siswa: a) Memikirkan masalah-masalah atau hal-hal yang tidak pernah terpikirkan oleh orang lain. b) Mempertanyakan cara yang lama dan berusaha memikirkan cara baru. c) Memiliki cara berpikir yang lain daripada orang lain. d) Setelah membaca atau mendengar gagasan-gagasan kemudian bekerja untuk menemukan penyelesaian yang baru. e) Lebih senang mensintesis daripada menganalisa situasi.

4)      Keterampilan memperinci (mengelaborasi) ialah mampu memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk; menambahkan atau memperinci detil-detil dari suatu obyek, gagasan, atau situasi sehingga menjadi lebih menarik. Contoh perilaku keterampilan memperinci siswa: a) Mencari arti yang lebih mendalam terhadap jawaban atau pemecahan masalah dengan melakukan langkah-langkah yang terperinci. b) Mengembangkan atau memperkaya gagasan orang lain. c) Mencoba atau menguji detil-detil untuk melihat arah yang akan ditempuh. d) Menambahkan garis-garis, warna-warna, dan detil-detil (bagian-bagian) terhadap gambarnya sendiri atau gambar orang lain.

5)      Keterampilan menilai (mengevaluasi) ialah menentukan patokan penilaian sendiri dan menentukan apakah suatu pertanyaan benar, atau suatu tindakan bijaksana, mampu mengambil keputusan terhadap situasi yang terbuka, tidak hanya mencetuskan gagasan, tetapi juga melaksanakannya. Contoh perilaku keterampilan menilai siswa: a) Memberikan pertimbangan atas dasar sudut pandangnya sendiri. b) Menentukan pendapat sendiri mengenai suatu hal. c) Menganalisis masalah atau penyelesaian secara kritis dengan selalu menanyakan “mengapa?”. d) Merancang suatu rencana kerja dari gagasan-gagasan yang tercetus.

b)      Ciri-ciri afektif (nonaptitude), meliputi:

1)      Rasa ingin tahu ialah selalu terdorong untuk mengetahui lebih banyak; mengajukan banyak pertanyaan, selalu memperhatikan orang, objek dan situasi, peka dalam pengamatan dan ingin mengetahui/meneliti. Contoh perilaku rasa ingin tahu siswa: a) Mempertanyakan segala sesuatu. b) Senang menjajagi buku-buku, peta-peta, gambar-gambar dan sebagainya untuk mencari gagasan-gagasan baru. c) Tidak takut menjajagi bidang-bidang baru. d) Ingin mengamati perubahan-perubahan dari hal-hal atau kejadian-kejadian.

2)      Imajinatif ialah mampu memperagakan atau membayangkan hal-hal yang tidak atau belum pernah terjadi dengan menggunakan khayalan tetapi mengetahui perbedaan antara khayalan dan kenyataan. Contoh perilaku imajinatif siswa: a) Memikirkan/membayangkan hal-hal yang belum pernah terjadi. b) Memikirkan bagaimana jika melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan orang lain. c) Meramalkan apa yang akan dikatakan atau dilakukan orang lain. d) Mempunyai firasat tentang sesuatu yang belum terjadi.

3)      Merasa tertantang oleh kemajemukan ialah terdorong untuk mengatasi masalah yang sulit, merasa tertantang oleh situasisituasi yang rumit, lebih tertarik pada tugas-tugas yang sulit. Contoh perilaku tertantang oleh kemajemukan siswa: a) Melibatkan diri dalam tugas-tugas yang majemuk. b) Tertantang oleh situasi yang tidak dapat diramalkan keadaannya. c) Tidak cenderung mencari jalan tergampang. d) Senang mencoba jalan yang lebih rumit.

4)      Sifat berani mengambil resiko ialah berani memberikan jawaban meskipun belum tentu benar, tidak takut gagal atau mendapat kritik, tidak menjadi ragu-ragu karena ketidakjelasan, hal-hal yang tidak konvensional atau yang kurang berstruktur. Contoh perilaku berani mengambil resiko siswa: a) Berani mempertahankan gagasan atau pendapatnya walaupun mendapat tantangan atau kritik. b) Berani menerima tugas yang sulit meskipun ada kemungkinan gagal. c) Berani mencoba hal-hal baru.

5)      Sifat menghargai, yaitu dapat menghargai bimbingan dan pengarahan dalam hidup; menghargai kemampuan dan bakatbakat sendiri yang sedang berkembang. Contoh perilaku menghargai pada siswa: a) Menghargai hak-hak sendiri dan hak-hak orang lain. b) Menghargai diri sendiri dan prestasi sendiri. c) Menghargai keluarga, sekolah, dan teman-teman. d) Menghargai kesempatan-kesempatan yang diberikan. Kreativitas memungkinkan manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Agar kreativitas siswa dapat terwujud maka tidak hanya dibutuhkan keterampilan berpikir kreatif tetapi juga afektif-kreatif. Oleh karena itu, pendidikan baik di sekolah maupun di rumah hendaknya tidak hanya memperhatikan pengembangan keterampilan-keterampilan berpikir semata-mata tetapi pembentukan sikap, perasaan, dan kepribadian

2.1.3        Pembelajaran Sosial

Teori Vygotsky pembelajaran sosial budaya menyoroti peran interaksi sosial dan budaya bermain dalam proses pembelajaran. Teori ini tidak memiliki tahapan, seperti teori Jean Piaget. Teori Vygotsky menyatakan bahwa pengetahuan adalah co-dibangun dan bahwa individu belajar satu sama lain. Hal ini disebut teori konstruktivis sosial karena menurut Vygotsky pelajar harus terlibat dalam proses pembelajaran. Belajar terjadi dengan bantuan dari orang lain, sehingga memberikan kontribusi aspek sosial dari teori. Sebuah aspek fundamental dari teori Vygotsky adalah Zona Pengembangan proksimal (ZPD). Ini adalah "berbagai tugas yang terlalu sulit bagi seorang individu untuk menguasai sendiri, tetapi dapat dikuasai dengan bantuan atau bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih terampil (Vygotsky, 1962)." Bagian lain dari teori ini adalah perancah, yang adalah memberikan pelajar jumlah yang tepat dari bantuan pada saat yang tepat. Jika pelajar dapat melakukan tugas dengan beberapa bantuan, maka ia lebih dekat dengan menguasai itu. Teori ini relevan dengan perkembangan remaja yang sehat karena jika siswa bekerja berpasangan, mereka berinteraksi dengan orang-orang dan karena itu dapat belajar ide-ide akademik yang berbeda satu sama lain. Teori ini menunjukkan bahwa siswa belajar dari satu sama lain; mereka dapat membantu satu sama lain dan pengetahuan co-membangun.

            Teori ini dapat diterapkan di kelas dalam beberapa cara. Para siswa dapat dikelompokkan sedemikian rupa sehingga siswa yang memahami pekerjaan konten dengan siswa yang tidak. Sebagai contoh, jika seorang siswa tidak mengerti anjak piutang, metode untuk menemukan nol atau nol dari persamaan, saya bisa memiliki siswa lain menjelaskan konsep kepada mereka. Peer lebih luas mungkin menggunakan bahasa yang berbeda daripada yang saya lakukan sebagai seorang guru. Ungkapan siswa mungkin lebih masuk akal untuk siswa lainnya. Mahasiswa lebih luas juga akan belajar sesuatu, mungkin pemahaman yang lebih dalam isi atau cara untuk menjelaskan konsep bahwa mereka tidak terpikirkan sebelumnya. Mahasiswa tingkat kesiapan yang berbeda akan bekerja sama dalam kelompok ketika mereka melakukan kegiatan penemuan, seperti kegiatan pembelajaran berbasis masalah. Kelompok-kelompok akan terdiri dari setidaknya tiga siswa dan mereka akan diberi masalah yang akan menantang mereka semua, dan sebagai sebuah kelompok mereka harus memecahkan masalah. Aku akan mendirikan kegiatan sedemikian rupa sehingga memungkinkan bagi setiap orang untuk berkontribusi beberapa ide tentang bagaimana untuk memecahkan masalah sebelum metode apapun yang dicoba (2.0) (https://sites.google.com/site/dsmktylenda/content/vygotsky-s-social-constructivist-theory)

Teori kognitif sosial Albert Bandura ini menekankan bahwa anak laki-laki dan perempuan belajar tentang peran gender dengan mengamati orang lain dan meniru mereka (Bussey & Bandura, 1999). Peran gender dipupuk melalui penghargaan dan hukuman mereka mengalami perilaku gender yang sesuai dan gender yang tidak pantas. Imbalan tersebut dapat frase sederhana, seperti "Gaun itu tampak cantik pada Anda, Julie!" Atau "Jake, Anda benar-benar agresif dalam permainan!" Anak-anak juga belajar apa yang tepat dengan menonton tindakan orang lain. Mereka menonton orang tua mereka, saudara mereka, atau rekan-rekan mereka untuk melihat apa yang tepat untuk jenis kelamin mereka. Teori ini relevan dengan perkembangan remaja yang sehat karena membantu anak-anak mengetahui cara masyarakat ingin mereka untuk bertindak. Tanpa penguatan jender, anak-anak mungkin menyimpang terlalu jauh dari norma-norma sosial. Akibatnya, mereka dapat dikucilkan dan mungkin diganggu karena berbeda.

            Di dalam kelas, saya tidak harus menghargai anak laki-laki atau perempuan berdasarkan jenis kelamin mereka; Aku akan memberi mereka imbalan atas prestasi. Aku tidak akan memperkuat peran gender stereotip, seperti gadis-gadis yang buruk di matematika dan ilmu pengetahuan atau anak laki-laki yang atletis. Pikiran saya adalah siswa dapat melakukan apa-apa mereka menempatkan pikiran mereka ke dan siapa aku menghentikan mereka atau menghambat kemajuan mereka. Saya harus menonton apa yang saya katakan kepada siswa sehingga saya tidak mengebor apa yang saya pikir artinya menjadi seorang gadis atau laki-laki. Saya akan menghindari mengajukan pertanyaan yang memperkuat peran gender tradisional. Di dalam kelas saya akan memberikan penghargaan siswa untuk perbaikan pada pekerjaan rumah dan tes; ini diharapkan akan mempromosikan rasa motivasi (5,2). Partisipasi kelas tidak akan mempengaruhi nilai siswa karena beberapa orang yang pemalu dan tidak suka berbicara, tapi aku akan mengharapkan mereka untuk menjawab pertanyaan jika saya meminta mereka.

Tema utama dari kerangka teori Vygotsky adalah bahwa interaksi sosial memainkan peranan penting dalam pengembangan kognisi. Vygotsky (1978) menyatakan: "Setiap fungsi dalam pengembangan budaya anak muncul dua kali: pertama, pada tingkat sosial, dan kemudian, pada tingkat individu, pertama, antara orang-orang (interpsychological) dan kemudian di dalam anak (intrapsychological) ini berlaku. sama perhatian sukarela, untuk memori logis, dan pembentukan konsep. Semua fungsi yang lebih tinggi berasal sebagai hubungan yang sebenarnya antara individu. " (P57).

      Aspek kedua developmentã proksimal teori Vygotsky adalah gagasan bahwa potensi perkembangan kognitif tergantung pada "zona pembangunan proksimal" (ZPD): tingkat perkembangan yang dicapai ketika anak-anak terlibat dalam perilaku sosial. Pengembangan penuh dari ZPD tergantung pada interaksi sosial penuh. Kisaran keterampilan yang dapat dikembangkan dengan bimbingan orang dewasa atau kolaborasi sebaya melebihi apa yang dapat dicapai sendiri.

Teori Vygotsky merupakan upaya untuk menjelaskan kesadaran sebagai produk akhir sosialisasi. Sebagai contoh, dalam pembelajaran bahasa, ujaran pertama kami dengan rekan-rekan atau orang dewasa untuk tujuan komunikasi tetapi sekali menguasai mereka menjadi terinternalisasi dan memungkinkan "pidato batin".

Teori Vygotsky melengkapi pekerjaan Bandura pada pembelajaran sosial dan komponen kunci dari teori belajar terletak juga. Karena fokus Vygotsky adalah pada perkembangan kognitif, itu adalah menarik untuk membandingkan pandangannya dengan mereka yang konstruktivis (Bruner) dan epistemologist genetik (Piaget).

2.1.4      Pembelajaran Aktif

Secara harfiah active artinya: ”in the habit of doing things, energetic” (Hornby, 1994:12), artinya terbiasa berbuat segala hal dengan menggunakan segala daya.  Pembelajaran yang aktif berarti pembelajaran yang memerlukan keaktifan  semua siswa dan guru secara fisik, mental, emosional, bahkan moral dan spiritual. Guru harus menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, membangun gagasan, dan melakukan kegiatan yang dapat memberikan pengalaman langsung, sehingga belajar merupakan proses aktif siswa dalam membangun pengetahuannya sendiri. Dengan demikian, siswa didorong untuk  bertanggung jawab terhaap proses belajarnya sendiri.

Dalam pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) tentang sunnatullah atas alam semesta misalnya, siswa dapat melakukan pengamatan tentang fenomena alam. Siswa mengamati matahari bersinar di siang hari dan berjalan pada porosnya, terbit di ufuk timur dan terbenam di ufuk barat, bulan bersinar di malam hari dan beredar pada porosnya. Siswa mengamati bintang-bintang berkelip di malam hari dengan jarak yang sangat jauh dari bumi. Siswa mengamati adanya laki-laki dan perempuan, adanya siang dan malam, dan adanya panas dan dingin. Semua ini merupakan sunnatullah. Dengan adanya sunnatullah, manusia akan dapat mendorong dirinya untuk melakukan penelitian terhadap benda-benda  ciptaan Allah. Sehingga secara fisik semua indera aktif terlibat, berpikir, menganalisis, dan menyimpulkan  bahwa semua benda dan fenomena itu terjadi karena kehendak Allah SWT.

Menurut Taslimuharrom (2008)  sebuah proses belajar dikatakan aktif (active learning) apabila mengandung:

1)  Keterlekatan pada tugas (Commitment)

     Dalam hal ini, materi, metode, dan strategi pembelajaran hendaknya bermanfaat bagi siswa (meaningful), sesuai dengan kebutuhan siswa (relevant), dan bersifat/memiliki keterkaitan dengan kepentingan pribadi (personal);

2)  Tanggung jawab (Responsibility)

Dalam hal ini, sebuah proses belajar perlu memberikan wewenang kepada siswa untuk berpikir kritis secara bertanggung jawab, sedangkan guru lebih banyak mendengar dan menghormati ide-ide siswa, serta memberikan pilihan dan peluang kepada siswa untuk mengambil keputusan sendiri.

3)  Motivasi (Motivation)

Proses belajar hendaknya lebih mengembangkan motivasi intrinsic siswa. Motivasi intrinsik adalah hal dan keadaan yang berasal dari dalam diri siswa sendiri yang dapat mendorongnya melakukan tindakan belajar. Dalam perspektif psikologi kognitif, motivasi yang lebih signifikan bagi siswa adalah motivasi intrinsik (bukan ekstrinsik) karena lebih murni dan langgeng serta tidak bergan­tung pada dorongan atau pengaruh orang lain. Dorongan mencapai prestasi dan memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk masa depan, umpamanya, memberi pengaruh lebih kuat dan relatif lebih lang­geng diban­dingkan dengan dorongan hadiah atau dorongan keharusan dari orangtua dan guru. Motivasi belajar siswa akan meningkat  apabila ditunjang oleh pendekatan yang lebih berpusat pada siswa (student centered learning). Guru mendorong siswa untuk aktif mencari, menemukan dan memecahkan masalahnya sendiri. Ia tidak hanya menyuapi murid, juga tidak seperti orang yang menuangkan air ke dalam ember.

Alhasil, di satu sisi guru aktif:

Ø  memberikan umpan balik;

Ø  mengajukan pertanyaan yang menantang; dan

Ø  mendiskusikan gagasan siswa.

Di sisi lain, siswa aktif antara lain dalam hal:

Ø  bertanya / meminta penjelasan;

Ø  mengemukakan gagasan; dan

Ø  mendiskusikan gagasan orang lain dan gagasannya sendiri.


BAB III

METODE PENELITIAN

 

3.1  Lokasi, Ruang Lingkup, dan Subjek Penelitian

Penelitian untuk mata pelajaran IPA dilaksanakan di Kelas V SDN Rombuh 1 Pamekasan, semester I tahun pelajaran 2015/2016 dengan jumlah subjek penelitian sebanyak 15 orang siswa.

Pelaksanaan perbaikan pembelajaran disesuaikan dengan jadwal pelajaran sekolah dan dilakukan dalam dua siklus. Siklus I tanggal 16 Nopember 2015 jam 07.00-08.10,  dan Siklus II tanggal 23 Nopember 2015 Jam 07.00-08.10. Dalam pelaksanaan perbaikan penulis dibantu 2 teman sejawat sebagai pengamat, yaitu Siti Subaidah, S.Pd.SD dan Sunarni, S.Pd.SD.

3.2  Desain Penelitian

    1. Desain Pelaksanaan Siklus I

a) Perencanaan (13—14 Nopember 2015)

Perencanaan disusun bersama oleh penulis sebagai guru kelas V bersama teman sejawat. Perencanaan meliputi:

1) Menyusun langkah-langkah perbaikan pembelajaran sesuai dengan fokus masalah dan tindakan perbaikan yang sudah dipilih oleh penulis dan teman sejawat guru.

2) Menyusun Instrumen penelitian. Instrumen penelitian yang direncanakan oleh penulis dan teman sejawat guru sebagai pengamat adalah: (1) Lembar Pengamatan yang terdiri dari indikator pembelajaran Inquiri, Kreatifitas, Kerjasama (sosial), dan aktifitas sebagai instrumen pengumpulan data untuk proses pembelajaran; dan (2)   Lembar Tes Akhir, sebagai instrumen untuk mengumpulkan data tentang tingkat penguasaan dan hasil belajar oleh siswa.

3) Menetapkan indikator keberhasilan perbaikan pembelajaran yang menggambarkan tingkat keberhasilan perbaikan yang diharapkan. Indikator keberhasilan perbaikan pembelajaran yang diharapkan adalah:

(a) proses pembelajaran : 75% siswa menunjukkan indikator pembelajaran Inquiri, Kreatifitas, Kerjasama (sosial), dan aktifitas.

(b)  hasil penilaian akhir: 70% siswa mencapai nilai minimal 70.

b.  Pelaksanaan  (16 Nopember 2015)

Perbaikan pembelajaran dilaksanakan oleh penulis dibantu oleh teman sejawat sebagai pengamat sesuai dengan rencana perbaikan pembelajaran yang sudah disusun.

Dalam pelaksanakan ini memuat pelaksanaan pembelajaran IPA yang meliputi :

1.    Menyampaikan secara singkat kegiatan dan tujuan kegiatan pembelajaran.

2.    Membagi siswa dalam tiga kelompok @ 5 orang, dan kepada setiap kelompok diminta untuk mengamati dan mencatat hasil pengamatannya terhadap gambar daur air yang ada di papan tulis.

3.    Setiap kelompok menyajikan hasil kerja kelompoknya untuk didiskusikan atau dibahas secara kelompok (diskusi kelompok) dan dilanjutkan secara klasikal (diskusi kelas).

4.    Tanggapan guru terhadap hasil kerja kelompok dan dilanjutkan dengan pemantapan.

5.    Menarik suatu kesimpulan

6.    Memberikan tes akhir untuk mengetahui ketercapaian indikator

c. Pengamatan (16 Nopember 2015)

Data dikumpulkan bersama oleh penulis dan teman sejawat selama pelaksanaan perbaikan pembelajaran siklus I, mencakup data aspek proses dan hasil pembelajaran.

Data proses mencakup data Pengamatan yang terdiri dari indikator pembelajaran Inquiri, Kreatifitas, Kerjasama (sosial), dan aktifitas sebagai instrumen pengumpulan data untuk proses pembelajaran, dikumpulkan menggunakan  Lembar Pengamatan Pembelajaran di Kelas.

Data hasil ketercapaian perbaikan pembelajaran atau ketercapaian ketuntasan pemahaman siswa tentang proses Daur Air dan kegiatan manusia yang dapat mempengaruhinya. Data ini dikumpulkan menggunakan Lembar Tes Akhir.

d. Refleksi (17—18 Nopember 2015)

Meliputi perenungan atas hasil pelaksanaan perbaikan siklus I. Refleksi dilakukan bersama oleh penulis dan teman sejawat berdasarkan hasil analisis data pengamatan dan penilaian akhir. Refleksi dimaksudkan untuk menetapkan apa yang telah dicapai, serta apa yang belum dicapai, serta apa yang perlu di perbaiki pada siklus berikutnya.

 

    2. Desain Pelaksanaan Siklus II

a) Perencanaan (20—21 Nopember 2015)

Perencanaan disusun bersama oleh penulis sebagai guru kelas V bersama teman sejawat. Perencanaan meliputi:

1) Menyusun langkah-langkah perbaikan pembelajaran sesuai dengan fokus masalah dan tindakan perbaikan yang sudah dipilih oleh penulis dan 2 orang teman sejawat guru.

2) Menyusun Instrumen penelitian. Instrumen penelitian yang direncanakan oleh penulis dan teman sejawat guru sebagai pengamat adalah: (1) Lembar Pengamatan yang terdiri dari indikator pembelajaran Inquiri, Kreatifitas, Kerjasama (sosial), dan aktifitas sebagai instrumen pengumpulan data untuk proses pembelajaran; dan (2)   Lembar Tes Akhir, sebagai instrumen untuk mengumpulkan data tentang tingkat penguasaan dan hasil belajar oleh siswa.

b.  Pelaksanaan  (23 Nopember 2015)

Perbaikan pembelajaran dilaksanakan oleh penulis dibantu oleh teman sejawat sebagai pengamat sesuai dengan rencana perbaikan pembelajaran yang sudah disusun.

Dalam pelaksanakan ini memuat pelaksanaan pembelajaran IPA yang meliputi :

1.      Menyampaikan secara singkat kegiatan dan tujuan kegiatan pembelajaran.

2.      Membagi siswa dalam tiga kelompok @ 5 orang, dan kepada setiap kelompok diminta untuk mengamati dan mencatat hasil pengamatannya tentang daur air dengan menggunakan media pembelajaran faktual.

3.      Setiap kelompok menyajikan hasil kerja kelompoknya untuk didiskusikan atau dibahas secara kelompok (diskusi kelompok) dan dilanjutkan secara klasikal (diskusi kelas).

4.      Tanggapan guru terhadap hasil kerja kelompok dan dilanjutkan dengan pemantapan.

5.      Menarik suatu kesimpulan.

6.      Memberikan tes akhir untuk mengetahui ketercapaian indikator

c. Pengamatan (23 Nopember 2015)

Data dikumpulkan bersama oleh penulis dan teman sejawat selama pelaksanaan perbaikan pembelajaran siklus II, mencakup data aspek proses dan hasil pembelajaran.

Data proses mencakup data Pengamatan yang terdiri dari indikator pembelajaran Inquiri, Kreatifitas, Kerjasama (sosial), dan aktifitas sebagai instrumen pengumpulan data untuk proses pembelajaran, dikumpulkan menggunakan  Lembar Pengamatan Pembelajaran di Kelas.

Data hasil ketercapaian perbaikan pembelajaran atau ketercapaian ketuntasan pemahaman siswa tentang proses Daur Air dan kegiatan manusia yang dapat mempengaruhinya. Data ini dikumpulkan menggunakan Lembar Tes Akhir.

d. Refleksi (24—25 Nopember 2015)

Meliputi perenungan atas hasil pelaksanaan perbaikan siklus II. Refleksi dilakukan bersama oleh penulis dan teman sejawat berdasarkan hasil analisis data pengamatan dan penilaian akhir. Refleksi dimaksudkan untuk menetapkan apa yang telah dicapai, serta apa yang belum dicapai, serta apa yang perlu di perbaiki pada siklus berikutnya.

 

3.3   Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi dan dokumentasi. Data observasi, dikumpulkan peneliti bersama teman sejawat selama proses pembelajaran berupa : (a) data proses , data yang terdiri dari indikator pembelajaran Inquiri, Kreatifitas, Kerjasama (sosial), dan aktifitas sebagai instrumen pengumpulan data untuk proses pembelajaran; (b) data hasil, berupa hasil penyelesaian latihan/ soal selama pembelajaran berlangsung (evaluasi dalam proses); dan setelah perbaikan pembelajaran berlangsung (evaluasi akhir), melalui lembar evaluasi.

 

3.4  Teknik Analisis Data

  Analisis merupakan usaha untuk memilih, memilah, membuang, menggolongkan, serta menyusun ke dalam kategorisasi, mengklasifikasi data untuk menjawab pertanyaan pokok; (1) tema apa yang dapat ditemakan pada data, (2) seberapa jauh data dapat mendukung tema/ arah/ tujuan penelitian (Supardi, 2009: 132).         

  Teknik analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis statistik deskriptif, yakni berupa data persentase keberhasilan proses pembelajaran dan hasil belajar sebagaimana yang telah dijelaskan pada teknik pengumpulan data.


BAB IV

 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

 

4.1  Hasil Penelitian

1. Hasil Penelitian Siklus Pertama

Dalam proses pembelajaran siklus pertama pembelajaran kurang maksimal dan belum mencapai kriteria keberhasilan perbaikan pembelajaran yang diharapkan. Kekurangberhasilan perbaikan tersebut tergambarkan dari: (1) pengamatan proses pembelajaran di kelas, dan (2) hasil penilaian akhir.

Dari pengamatan terhadap proses pembelajaran di kelas dengan menggunakan pendekatan IKSAN diperoleh hasil sebagai berikut;

                                                Tabel 1

Hasil Pengamatan indikator Aktifitas Belajar di Kelas Siklus 1

NO

Nama

L/P

SIKLUS 1

1

FATHORRAHMAN

L

64

2

HOSEN

L

50

3

HOTIBULLAH

L

64

4

HUMAIROH

P

57

5

JAMILATUL MUAQILA

P

64

6

NOER LAILI

P

57

7

NURUL QOMARIYAH

P

50

8

RAHMAT HIDAYAT

L

57

9

RISKI AL FARIBI

L

57

10

RIZAL IFANDI

L

57

11

RUSMAILAH

P

64

12

ST. MAISAROH

P

57

13

SUHARTINI

P

57

14

ZAHROTUN

P

57

15

ZAINULLAH

L

64

 

 

 

 

Hasil Pengamatan indikator Inkuiri, Kreatif, masyarakat belajar

di Kelas V Siklus I

NO

Nama

L/P

SIKLUS 1

1

FATHORRAHMAN

L

57,1

2

HOSEN

L

64,3

3

HOTIBULLAH

L

64,3

4

HUMAIROH

P

57,1

5

JAMILATUL MUAQILA

P

64,3

6

NOER LAILI

P

64,3

7

NURUL QOMARIYAH

P

50

8

RAHMAT HIDAYAT

L

57,1

9

RISKI AL FARIBI

L

64,3

10

RIZAL IFANDI

L

57,1

11

RUSMAILAH

P

64,3

12

ST. MAISAROH

P

64,3

13

SUHARTINI

P

57,1

14

ZAHROTUN

P

64,3

15

ZAINULLAH

L

57,1

 

Hasil pengamatan proses diskusi kelas di atas menggambarkan bahwa tingkat keberhasilan kumulatif indicator pembelajaran Inquiri, Kreatifitas, Kerjasama (sosial), dan keaktifan siswa masih jauh dari kriteria yang diharapkan, yaitu 65%. Tampaknya, hal ini berkaitan erat dengan penguasaan siswa terhadap materi yang didiskusikan yang juga masih rendah.

Selanjutnya, dari penilaian terhadap hasil tes akhir diperoleh data sebagai berikut.

Tabel 3

Hasil Tes Akhir Siklus I

NO

Nama

L/P

SIKLUS 1

1

FATHORRAHMAN

P

57

2

HOSEN

P

63

3

HOTIBULLAH

L

64

4

HUMAIROH

P

66

5

JAMILATUL MUAQILA

L

63

6

NOER LAILI

P

56

7

NURUL QOMARIYAH

L

61

8

RAHMAT HIDAYAT

P

62

9

RISKI AL FARIBI

P

57

10

RIZAL IFANDI

L

65

11

RUSMAILAH

L

63

12

ST. MAISAROH

L

64

13

SUHARTINI

P

66

14

ZAHROTUN

P

59

15

ZAINULLAH

L

55

Ket : Nilai minimal ketuntasan = 65 dan dicapai oleh 20% siswa.

 

Hasil tes akhir seperti dalam tabel 3 di atas menggambarkan bahwa hasil siklus I juga masih belum mencapai kriteria ketuntasan belajar yang diharapkan. Dari 15 orang siswa baru 3 orang atau 20 % yang mencapai persentase dan batas nilai minimal ketuntasan belajar (65% siswa mendapat nilai minimal 65).

Jika hasil perbaikan siklus I tersebut dibandingkan dengan hasil sebelum perbaikan, memang mengalami peningkatan tetapi dengan persentase yang kecil. Seperti dikemukakan di bagian I, persentase ketuntasan belajar siswa sebelum perbaikan hanya mencapai 10%. Dengan demikian, perbaikan siklus I hanya mampu meningkatkan sebesar 10%.

Dari hasil analisis dan refleksi penulis dan teman sejawat terhadap proses dan hasil perbaikan siklus I, berhasil diidentifikasi sejumlah faktor yang masih menjadi kendala/masalah atau penyebab belum tercapainya kriteria ketuntasan yang diharapkan. Faktor-faktor tersebut adalah:

1.   Kurangnya minat dan motivasi siswa dalam mengikuti pelajaran, karena pembelajaran kurang menarik, bahkan ada selentingan siswa yang beranggapan bahwa sebaiknya pembelajaran menggunakan alat yang mudah diamati dan mendekati dengan kenyataan yang sebenarnya..

2.   Soal-soal yang harus dikerjakan oleh siswa terlalu sulit. Hal ini disebabkan siswa kurang mengerti terhadap materi yang dijelaskan oleh guru.

3.   Sebagai konsekuensi dari kedua kendala/masalah/kesulitan di atas, maka dalam proses diskusi kelas tampak bahwa penguasaan materi siswa dan keberanian siswa menjawab/menanggapi pertanyaan siswa dari kelompok lain rendah.

Terhadap ketiga faktor yang menjadi kendala/masalah/kesulitan dalam meningkatkan ketuntasan belajar siswa hingga mencapai kriteria ketuntasan yang diharapkan, penulis dan teman sejawat memandang perlu dilakukan perubahan dan perbaikan, yakni:

1.      Menggunakan media pembelajaran yang mudah diperoleh serta mudah dipahami oleh siswa. Oleh karena itu disepakati untuk membuat media sederhana dan sesuai dengan kemampuan psikologis siswa, yakni yang dinamakan dengan istilah Media Pembelajaran Faktual. Selain itu, agar tidak terjadi salah konsep pada siswa, sebab siswa SD kelas V secara psikologis masih pada taraf berfikir konkrit.

2.      Pendekatan Pembelajaran pada siklus II lebih difokuskan pada Pembelajaran Inquiri, Kreatif, Sosial, Aktif, dan nyata. Hal ini dilakukan agar siswa merasa tertarik dan tertantang pada saat proses pembelajaran.

2. Hasil Penelitian Siklus Kedua

       Setelah dilakukan perubahan dan perbaikan terhadap kedua aspek yang sudah penulis kemukakan di atas, proses pembelajaran siklus kedua sudah mengalami peningkatan dibandingkan siklus I, dan secara keseluruhan sudah mencapai target minimal ketuntasan belajar yang diharapkan.

Terjadinya peningkatan dan pencapaian target minimal ketuntasan belajar yang diharapkan tergambarkan dari: (1) pengamatan terhadap indikator pembelajaran Inquiri, Kreatifitas, Kerjasama (sosial), dan aktifitas sebagai instrumen pengumpulan data untuk proses pembelajaran, dan (3) hasil penilaian akhir.

Dari pengamatan terhadap indikator pembelajaran Inquiri, Kreatifitas, Kerjasama (sosial) pada siklus II diperoleh hasil sebagai berikut.

 

Tabel 4

Hasil Pengamatan indikator pembelajaran Inquiri, Kreatifitas, Kerjasama (sosial) di Kelas Siklus II

NO

Nama

L/P

SIKLUS 2

1

FATHORRAHMAN

L

78,6

2

HOSEN

L

71,4

3

HOTIBULLAH

L

78,6

4

HUMAIROH

P

78,6

5

JAMILATUL MUAQILA

P

71,4

6

NOER LAILI

P

71,4

7

NURUL QOMARIYAH

P

71,4

8

RAHMAT HIDAYAT

L

64,3

9

RISKI AL FARIBI

L

78,6

10

RIZAL IFANDI

L

71,4

11

RUSMAILAH

P

78,6

12

ST. MAISAROH

P

71,4

13

SUHARTINI

P

71,4

14

ZAHROTUN

P

71,4

15

ZAINULLAH

L

71,4

 

Hasil Pengamatan indikator Aktifitas Belajar di Kelas Siklus II

NO

Nama

L/P

SIKLUS 2

1

FATHORRAHMAN

L

71

2

HOSEN

L

79

3

HOTIBULLAH

L

79

4

HUMAIROH

P

71

5

JAMILATUL MUAQILA

P

79

6

NOER LAILI

P

71

7

NURUL QOMARIYAH

P

71

8

RAHMAT HIDAYAT

L

79

9

RISKI AL FARIBI

L

71

10

RIZAL IFANDI

L

71

11

RUSMAILAH

P

79

12

ST. MAISAROH

P

71

13

SUHARTINI

P

64

14

ZAHROTUN

P

71

15

ZAINULLAH

L

71

 

Keterangan: kriteria keberhasilan proses diskusi kelompok adalah 65% siswa menunjukkan keaktifan dalam diskusi kelas, penguasaan materi diskusi kelompok, dan kemampuan merespon/ menanggapi/menjawab pertanyaan

 

Dilihat dari aspek indikator pembelajaran Inquiri, Kreatifitas, Kerjasama (sosial), dan aktifitas sebagai instrumen pengumpulan data untuk proses pembelajaran, hasil perbaikan siklus II sudah memenuhi kriteria keberhasilan yang sudah ditetapkan, yaitu lebih dari 65% siswa menunjukkan peningkatan, penguasaan materi diskusi kelompok, dan kemampuan merespon/ menanggapi/menjawab pertanyaan di dalam proses diskusi kelas.

           Sementara dari tes akhir siklus II juga menunjukkan perolehan hasil yang menggembirakan dan mencapai target yang diharapkan (60% siswa mencapai nilai minimal 65). Berikut adalah data nilai tes akhir siklus II.

Tabel 6

Hasil Tes Akhir Siklus II

NO

Nama

L/P

SIKLUS 2

1

FATHORRAHMAN

P

66

2

HOSEN

P

75

3

HOTIBULLAH

L

80

4

HUMAIROH

P

75

5

JAMILATUL MUAQILA

L

68

6

NOER LAILI

P

77

7

NURUL QOMARIYAH

L

65

8

RAHMAT HIDAYAT

P

76

9

RISKI AL FARIBI

P

72

10

RIZAL IFANDI

L

75

11

RUSMAILAH

L

75

12

ST. MAISAROH

L

68

13

SUHARTINI

P

80

14

ZAHROTUN

P

80

15

ZAINULLAH

L

70

 

Ket: Nilai minimal ketuntasan = 65

Nilai tes akhir seperti dalam tabel 6 di atas menggambarkan bahwa perbaikan siklus II memperlihatkan pencapaian hasil yang sangat menggembirakan, bukan saja karena perolehan nilai siswa secara individual mengalami banyak peningkatan, juga persentase ketuntasan belajar siswa pun banyak peningkatannya, serta kriteria ketuntasan belajar yang diharapkan bisa dicapai dan terlampaui. Dari 15 orang siswa kelas V yang penulis jadikan subjek penelitian, hampir seluruhnya, yaitu 15 orang atau 100% yang mencapai persentase dan batas nilai minimal ketuntasan belajar (60% siswa mendapat nilai minimal 65. Dengan demikian pencapaian nilai tes akhir pada siklus kedua meningkat 1000% dari 60 % nilai tes akhir siklus I.

 

4.2  Pembahasan

Seperti sudah dijelaskan di atas, perbaikan pembelajaran dalam dua siklus yang penulis laksanakan dibantu oleh teman sejawat guru, menunjukkan bahwa penggunaan Pendekatan Pembelajaran IKSAN mampu meningkatkan proses dan hasil belajar siswa tentang Memberikan contoh peraturan perundang-undangan tingkat pusat dan daerah, seperti pajak, antikorupsi, lalu lintas, dan larangan merokok. Walaupun, peningkatan dan pencapaian kriteria ketuntasan untuk setiap aspek yang dikaji (indikator pembelajaran Inquiri, Kreatifitas, Kerjasama (sosial), dan aktifitas) terjadi secara bertahap dalam dua siklus.

Dari hasil dua siklus perbaikan pembelajaran sebagaimana sudah penulis paparkan di atas, penggunaan Pendekatan Pembelajaran IKSAN memang dapat dijadikan salah satu alternatif bagi upaya guru dalam meningkatkan proses dan hasil belajar siswa. Dari data di atas, hasil akhir dari perbaikan pembelajaran mampu meningkatkan persentase ketuntasan belajar siswa tentang ”Memberikan contoh peraturan perundang-undangan tingkat pusat dan daerah, seperti pajak, antikorupsi, lalu lintas, dan larangan merokok“ secara keseluruhan sebesar 100%, yakni dari 20% (sebelum perbaikan) menjadi 100% (akhir perbaikan siklus II).

Kemampuan Pendekatan Pembelajaran IKSAN dalam meningkatkan proses dan hasil pembelajaran, tampaknya bukan saja sesuai dengan hakikat pendidikan Sains, yaitu mengarahkan siswa untuk “mencari tahu dengan menemukan sendiri” dan “berbuat” sehingga dapat membantu mereka untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar (Depdiknas, 2003). Media Pembelajaran Faktual dan Pendekatan Pembelajaran IKSAN dalam Sains juga seperti dikemukakan oleh Collete & Chiappetta (1994), bahwa pendekatan inkuiri dengan model pembelajaran kontekstual adalah suatu model pembelajaran di mana guru menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa.


BAB V

 SIMPULAN DAN SARAN

 

5.2  Simpulan

      Kesimpulan yang dapat dirumuskan dari hasil dua siklus perbaikan pembelajaran adalah :

1.        Penggunaan pendekatan pembelajaran IKSAN  dapat meningkatkan proses dan hasil belajar PKn pada siswa kelas V SDN Rombuh 1 Kecamatan Palengaan Kabupaten Pamekasan.

2.        Ketercapaian ketuntasan hasil belajar PKn siswa kelas V SDN Rombuh 1 Kecamatan Palengaan secara keseluruhan adalah di atas 65% setelah pembelajaran dilakukan menggunakan pendekatan pembelajaran IKSAN.

 

5.2  Saran

    Berdasarkan kesimpulan tersebut beberapa hal yang sebaliknya dilakukan guru adalah :

  1. Pembelajaran harus ditekankan pada proses bukan pada hasil agar relevansi dengan kecenderungan pemikiran tentang belajar dewasa ini yang menuntut belajar efektif.
  2. Penggunaan pendekatan pembelajaran IKSAN dapat memudahkan pemahaman siswa karena masih berada pada taraf berfikir konkrit (7-11 tahun).
  3. Sudah waktunya meninggalkan pola pikir bahwa belajar diartikan sebagai perolehan pengetahuan dan mengajar diartikan memindahkan pengetahuan kepada orang yang belajar.

4.  Belajar dari masalah riil di atas sudah waktunya kita meninggalkan pola   pikir behavioristik-objektivistik.


DAFTAR PUSTAKA

 

 

Ayşe OĞUZ-ÜNVER & bSertaç ARABACIOĞLU, ,(2015), OVERVIEWS ON INQUIRY BASED AND PROBLEM BASED LEARNING METHODS, (http://webb.deu.edu.tr/baed/giris/baed/ozel_sayi/303-310.pdf) diakses pada tgl  10 April 2015  Jam 20.11 WIB.

 

Barr, R. D., Barth, J. L., Shermis, S. S. (1977) Defining the Social Studies, Virginia : National Council for The Social Studies.

 

Barr, R. D., Barth, J. L., Shermis, S. S. (1978) The Nature of the Social Studies, Palm Spring : An ETS Pablication

Collete, T.A. & Chiappetta, L. E. 1994. Science Instruction In The Middle And Secondary Schools, Third Edition. New York: Macmillan Publising Company

 

Dsmktylenda ,(2015), Lev Vygotsky's Social Constructivist Theory, (https://sites.google.com/site/dsmktylenda/content/vygotsky-s-social-constructivist-theory), (Online) diakses pada tgl  8 April 2015  Jam 21.11 WIB.

Hergenhahn, B.R, Olson, H, Matthew, (2012). Theories Of Learning (Teori Belajar), Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

 

Syah, Muhibbin, Rahayu Kariadinata, (2009), Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAIKEM, Bandung: FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN SUNAN GUNUNG DJATI

Susanto, Ahmad, (2014), Pengembangan Pembelajaran IPS di SD,Jakarta, Kencana.

Trianto, (2011), Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik,Jakarta, Prestasi Pustaka.

Trowbridge & Bybee. (1990). Becoming A Secondary School Science Teacher 5th ed. USA: Merill Publishing Company

Wasty Soemanto, (2003), Psikologi Pendidikan, Jakarta : Rineka Cipta.

Wina Sanjaya, (2010), Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta : Kencana.

Winataputra, Udin S. ( 2001 ). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Universitas Terbuka.

 

WNET EDUCATION, (2015) What is inquiry-based learning? (http://www.thirteen.org/edonline/concept2class/inquiry/) (Online) diakses pada tgl  10 April 2015  Jam 22.11 WIB.

Comments
0 Comments

Tidak ada komentar: