HIDUP ADALAH UJIAN

SELAMAT DATANG DI BLOG " KHAIRUL IKSAN "- Phone : +6281359198799- e-mail : khairul.iksan123@gmail.com

Kamis, 07 Juli 2022

PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN

 

1.      Landasan Penggunaan Media Pembelajaran

1.1  Landasan Psikologis

Landasan psikologis penggunaan media pembelajaran ialah alasan atau rasional mengapa media pembelajaran dipergunakan ditinjau dari kondisi belajar dan bagaimana proses belajar itu terjadi. Walaupun telah diketahui adanya pandangan yang berbeda tentang belajar dan bagaimana belajar itu terjadi, namun dapat dikatakan bahwa belajar itu adalah suatu proses yang mengakibatkan adanya perubahan perilaku oleh adanya pengalaman. Perubahan perilaku itu dapat berupa bertambahnya pengetahuan, diperolehnya keterampilan atau kecekatan dan berubahnya sikap seseorang yang telah belajar.

Dengan memperhatikan kompleks dan uniknya proses belajar, maka ketepatan pemilihan media akan sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Oleh sebab itu pemakaian media dalam pendidikan sangat berkaitan dengan perkembangan psikologi belajar siswa. Pada hakikatnya, tujuan pendidikan, termasuk pengajaran adalah diperolehnya perubahan tingkah laku individu. Perubahan tingkah laku itu wujud dari hasil belajar.

Yang terpenting dalam proses belajar siswa dilihat dari psikologis tentunya adanya keinginan atau motivasi dan kebutuhan dari siswa itu sendiri. Selain, keinginan yang kuat, motivasi dalam diri sendiri dan lingkunganya tentu akan menambah semangat peserta didik, serta dengan adanya kesadaran kebutuhan bahwa pendidikan dalam hidup itu diperlukan.

Ciri tingkah laku yang diperoleh dari hasil belajar diantaranya adalah terbentuknya tingkah laku berupa kemampuan aktual dan potensial serta kemampuan baru yang yang berlaku dalam waktu yang relatif lama. Studi yang mempelajari tingkah laku adalah psikologi. Dan ada banyak cabang ilmu psikologi diantaranya adalah psikologi belajar. Oleh karena itu, media pembelajaran sebagai upaya membantu siswa mencapai tujuan- tujuan pendidikan dan pengajaran melalui psikologi belajar. Dalam perkembangannya, belajar tidak bisa dipisahkan dari aspek psikologis. Aspek inilah yang akan sangat mempengaruhi belajar peserta didik secara intern, karena meskipun faktor intern sangat mempengaruhi, namun dominasinya akan kembali pada internal individu yang terlibat langsung proses tersebut (Latifatus Sifa, Landasan Penggunaan Media Pembelajaran, http://syifajulia.blogspot.com, diakses tanggal 19 Mei 2014)

Sudah menjadi mafhum mukhalafah ketika teori- teori belajar bertolak dari sudut pandang psikologi belajar tertentu. Karena belajar merupakan bagian dari pendidikan maka psikologi pendidikan pun menjadi teori belajar yang dapat diterapkan.

Ada beberapa aliran psikologi pendidikan yang cukup populer antara lain ;

1)               Psikologi Behavioristik, Tokoh- tokoh yang termasuk aliran ini antara lain J.B. Watson, E.L Torndike dan B F. Skinner. Dalam eksperimenya terhadap tingkah laku binatang berhasil merumuskan teori dengan menggeneralisasikan bahwa perilaku atau tingkah laku menjadi indikator utama bagi seseorang melakukan kegiatan (belajar). Ia tidak memperhatikan keadaan “dalam” seseorang ketika melakukan kegiatan tersebut. Para behaviorist memandang orang yang memberikan responsnya terhadap lingkunganya. Pengalaman lampau dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Perilaku binatang yang menjadi parameter dalam teorinya seolah-olah manusia memiliki sifat seperti binatang, yang gampang terangsang dan mengumbar hawa nafsunya. Oleh karena itu, karena teori ini hanya mengedepankan tingkah laku sebagai indikator dalam belajar, maka muncullah teori baru yang menolak, yaitu cognitifisme.

 

2)        Psikologi Cognitifisme, Pendukung teori ini antara lain adalah J.Bunner, .Ausubel dan Jean Piaget. Dalam teori ini ranah kognitif lebih merupakan faktor penggerak utama seseorang melakukan kegiatan belajar. Faktor penggerak utama seseorang melakukan kegiatan belajar. Memang kebanyakan orang mengandalkan rasionalitasnya ketika berhadapan dengan kegiatan belajar. Tidak salah ketika ada keluhan bahwa pelajaran tertentu telah menguras otak. Juga tidak keliru ketika nilai matematika seseorang siswa sembilan dikatakan cerdas, otak encer (orang yang intelejensinya tinggi). Namun kemudian tingkat kecerdasan seseorang tidak bisa hanya dilihat dari satu sudut pandang saja. Orang sudah tidak bisa lagi hanya mengandalkan kemampuan kognitifnya saja untuk bisa menjadi lebih cerdas dalam dimensi yang lain.

3)        Psikoogi Humanistik, Teori ini merupakan gabungan dari teori Behaviorisme dan cognitifistime.Tokohnya diantaranya maslow, JJ. Rousseau dan Carl Rogers. Psikologi yang lebih tepat disebut sebagai gerakan, atau dalam bahasa Maslow “ a third force ” (dimensi ketiga) ini mengakar pada satu aliran filsafat modern, yakni eksistensialisme yaitu menolak paham yang menempatkan manusia semata- mata sebagai hasil bawaan ataupun lingkungan. Mereka percaya bahwa setiap individu memiliki kebebasan untuk memilih tindakan, menentukan sendiri nasib atau wujud dari keberadaanya,serta tanggung jawab atas pilihan dan keberadaanya itu.

1.2  Landasan Sosiologis

Pesatnya penggunaan teknologi di dalam dunia pendidikan pada tahun 1950-an dikarenakan timbulnya kepercayaan terhadaap ilmu pengetahuan sebagai cara untuk memperbaiki mutu kehidupan dan karena ledakan penduduk usia sekolah yang makin banyak. Tantangan tersebut segera memperoleh jawaban dari dunia perekonomian dengan menciptakan pelbagai perangkat keras sebagai bantuan teknologis yang dirancang untuk tujuan pengajaran yang lebih efektif serta ekonomis.

Sekalipun demikian, timbul sedikit keragu-raguan terhadap kemungkinan pendayagunaan dalam jangka panjang dari peralatan teknologi secara luas di kelas-kelas dan berbagai bentuk multimedia.

Dalam proses tersebut peranan komunikasi sangat penting, sebab hakikat teknologi pengajaran adalah upaya guru mempengaruhi siswa agar dapat mencapai tujuan penddikan . Oleh sebab itu, landasan sosial teknologi pengajaran ada pada komunikasi insani.

Berkomunikasi merupakan kegiatan manusia, sesuai dengan naluriahnya yang selalu ingin berhubungan satu sama lain, saling berinteraksi dan saling membutuhkan. Keinginan untuk berhubungan di antara sesamanya sesungguhnya merupakan naluri manusia yang ingin hidup berkelompok atau bermasyarakat. Dengan adanya naluri tersebut, maka komunikasi dapat dikatakan merupakan bagian hakiki dari kehidupanya yang senantiasa hidup bermasyarakat. Dengan kata lain, manusia akan kehilangan hakekatnya sebagai manusia bila ia tidak melakukan kegiatan komunikasi dengan sesamanya.

Dalam Proses belajar pada hakekatnya adalah proses komunikasi, yaitu proses penyampaian pesan dari sumber pesan melalui saluran atau media tertentu ke penerima pesan. Pesan, sumber pesan, saluran atau media dan penerima pesan adalah komponen komponen komunikasi. Pesan yang akan dikomunikasikan adalah isi ajaran atau didikan yang ada di kurikulum, sumber pesan bisa guru, siswa, orang lain atau penulis buku dan produser media, saluranya adalah media pendidikan dan penerima pesan adalah siswa atau juga guru.

Proses pengoperan dan penerimaan lambang- lambang yang mengandung makna dimaksudkan bahwa makna lambang dalam perjanjian umum, baik oleh pihak pemakai lambang (komunikator) maupun oleh penerima lambang (komunikan), diartikan sama. Dalam hubungan ini Wilbur Schramm menjabarkan pengertian umum komunikasi itu ke dalam tiga kategori pokok dengan beberapa istilah yaitu ;

1)      Enconder, yaitu komunikator, guru yang mempunyai informasi tertentu dan benar, mampu mengirimkan informasi tersebut secara tepat pada kecepatan optimal, dan sampai kepada penerima informasi, yaitu para siswanya.

2)      Sign/ signal, yaitu pesan, berita, atau pernyataan tertentu yang ditujukan kepada dan diterima oleh seseorang atau kelompok orang penerima.

3)      Decoder, yaitu komunikan yang dalam konteks pendidikan adalah siswa yang menerima pesan tertentu, mampu memahami isi pesanya yang diterima.

1.3  Landassan Teknologis

Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, teknologi komunikasi dan informasi mengalami kemajuan yang sangat pesat untuk selanjutnya berpengaruh terhadap pola komunikasi di masyarakat. Tuntutan masyarakat yang semakin besar terhadap pendidikan serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, membuat pendidikan tidak mungkin lagi dikelola hanya dengan pola tradisional, karena cara ini tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat.

Hasil teknologi telah sejak lama dimanfaatkan dalam pendidikan. Banyak yang dharapkan dari alat- alat teknologi pendidikan yang membantu mengatasi berbagai masalah pendidikan sehingga dapat membantu siswa belajar secara individual dengan efektif dan efisien.

Dalam konteks pendidikan yang lebih umum, ataupun hanya proses belajar mengajar, teknologi pendidikan merupakan pengembangan penerapan, dan penilaian sistem, teknik dan alat bantu untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas belajar manusia. Dengan demikian, aspek- aspeknya meliputi pertimbangan teoritik yang merupakan hasil penelitian, perangkat dan peralatan teknis atau hardware, dan perangkat lunaknya atau software.

Sasaran akhir dari teknologi pembelajaran adalah memudahkan siswa belajar. Untuk mencapai sasaran akhir ini, teknolog-teknolog di bidang pembelajaran mengembangkan berbagai sumber belajar untuk memenuhi kebutuhan setiap siswa sesuai dengan karakteristiknya.

Dalam upaya itu, teknologi berkerja mulai dari pengembangan dan pengujian teori-teori tentang berbagai media pembelajaran melalui penelitian ilmiah, dilanjutkan dengan pengembangan disaignnya, produksi, evaluasi dan memilih media yang telah diproduksi, pembuatan katalog untuk memudahkan layanan penggunaannya, mengembangkan prosedur penggunaannya, dan akhirnya menggunakan baik pada tingkat kelas maupun pada tingkat yang lebih luas lagi.

Semua kegiatan ini dilakukan oleh para teknologi dengan berpijak pada prinsip bahwa suatu media hanya memiliki keunggulan dari media lainnya bila digunakan oleh siswa yang memiliki karakteristik sesuai dengan rangsangan yang ditimbulkan oleh media pembelajaran itu. Dengan demikian, proses belajar setiap siswa akan amat dimudahkan dengan hadirnya media pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik belajarnya.

1.4  Landasan Filosofis

Konsep model pendidikan secara filosofis mirip dengan model pendidikan klasikal, yaitu bertumpu pada asumsi bahwa model pendidikan itu hendaknya merupakan suatu bentuk atau contoh utama dari masyarakat yang lebih luas sebagai hasil karya pendidikan. Dengan demikian, maka dalam konteks masyarakat yang lebih luas titik berat penekanannya ditujukan kepada dimensi- dimensi, kecenderungan-kecenderungan untuk timbulnya masyarakat teknologi.

         Dalam  kenyatannya,  perubahan  ke  masa  datang  itu  terlalu  cepat  sehinggan dengan cepat pula mempengaruhi kebudayaan dewasa ini. Perubahan tersebut terjadi karena dipicu oleh kemampuan teknologi modern. Manusia dalam anggapan pendidikan teknologis dipandang sebagai makhluk yang berperilaku lebih kompleks dibandingkan dengan makhluk lainya.

Manusia hidupnya diliputi oleh pelbagai pemikiran ilmiah dari keinginan serta tanggung jawabnya bisa terbebas dari tindakan serta akibatnya. Segala perilakunya dipengaruhi oleh lingkungannya.Begitupun dengan pengetahuan, tidak bisa diperoleh begitu saja, harus melalui pengamatan dan data yang empiris dan dapat diukur dan dibuktikan secara shahih.

Pendidikan adalah modifikasi dari perilaku yang dicapai melalui aplikasi kondisi yang diperkuat, melalui peralatan teknologi. Isi pelajaran dan metodologi pengajaran ditetapkan dengan dukungan teknologi.

Secara esensial mesin pengajarn menggantikan peranan guru, dan siswa berperan sebagai trainee yang mempelajari semua data dan ketrampilan yang berguna bagi jabatan atau kedudukannya di bidang teknologi di masa yang akan datang. Bantuan-bantuan teknologi kepada manusia, memungkinkan manusia memahami tumbuhnya masyarakat teknologis yang sangat kompleks. Teknologi di pandang sebagai suatu alat atau sarana yang bebas nilai, bisa dipakai untuk kesejahteraan, atau sebaliknya bisa juga dipergunakan untuk kebinasaan.

Kurikulum teknologis berorientasi ke masa depan, yang mengandung teknologi sebagai dunia yang dapat diamati serta diukur secara pasti. Oleh karena itu, dalam pendidikan lebih mengutamakan penampilan lahiriyah atau eksternal denagn penerapan praktis hasil penemuan-penemuan ilmiah yang secara karakteristik menuju kearah komputerisasi program pengajaran ideal, sesuai dengan prinsip- prinsip cybernetic.

Dalam proses belajar mengajar, model pendidikan teknologis lebih menitikberatkan kemampuan siswa secara individual dimana materi pelajaran disusun ke tingkat kesiapan siswa sehinggan siswa mampu mempertunjukan perilaku tertentu yang diharapkan.

Manfaatnya yang sangat besar dari model kurikulum teknologis ini adalah materi pelajaran dapat di sajikan kepada siswa dalam pelbagai bentuk multimedia. Para siswa meneriama karena pelajaran karena penyajian pelajaran seperti pada model Pendidikan klasikal, tetapi para siswa lebih yakin dalam menangkap pelajaranya karena penyajian pelajaran lebih hidup, lebih realistis, serta lebih impresif. Para siswa menyerap sejumlah besar pola pikir dan materi pelajaran yang kompleks secara efisien karena ketrampilan baru yang diperolehnya akan segera bermanfaat bagi dirinya dalam masyarakat yang lebih luas.

1.      Landasan Historis

Yang dimaksud dengan landasan historis media pembelajaran ialah rasional penggunaan media pembelajaran yang ditinjau dari sejarah konsep istilah media digunakan dalam pembelajaran. Untuk mengetahui latar belakang sejarah penggunaan konsep media pembelajaran marilah kita ikuti penjelasan berikut ini.

Perkembangan konsep media pembelajaran sebenarnya bermula dengan lahirnya konsepsi pengajaran visual atau alat bantu visual sekitar tahun 1923.Yang dimaksud dengan alat bantu visual dalam konsepsi pengajaran visual ini adalah setiap gambar, model, benda atau alat yang dapat memberikan pengalaman visual yang nyata kepada siswa. Kemudian kosep pengajaran visual ini berkembang menjadi “audio visual instruction” atau “audio visual education” yaitu sekitar tahun 1940. Sekitar tahun 1945 timbul beberapa variasi nama seperti “audio visual materials”, “audio visual methods”, dan “audio visual devices”. Inti dari kosepsi ini adalah digunakannya berbagai alat atau bahan oleh guru untuk memindahkan gagasan dan pengalaman siswa melalui mata dan telinga. Pemanfaatan konsepsi audio visual ini dapat dilihat dalam “Kerucut Pengalaman” dari Edgar Dale.

Perkembangan besar berikutnya adalah munculnya gerakan yang disebut “audio visual communication” pada tahun 1950-an. Dengan diterapkannya konsep komunikasi dalam pembelajaran, penekanan tidak lagi diletakkan pada benda atau bahan yang berupa bahan audio visual untuk pembelajaran, tetapi dipusatkan pada keseluruhan proses komunikasi informasi atau pesan dari sumber (guru, materi atau bahan) kepada penerima (siswa).

Gerakan komunikasi audio visual memberikan penekanan kepada proses komunikasi yang lengkap dengan menggunakan sistem pembelajaran yang utuh. Jadi konsepsi audio visual berusaha mengaplikasikan konsep komunikasi, sistem, disaign sistem pembelajaran dan teori belajar dalam kegiatan pembelajaran Perkembangan berikutnya terjadi sekitar tahun 1952 dengan munculnya konsepsi “instructional materials” yang secara kosepsional tidak banyak berbeda dengan konsepsi sebelumnya. Karena pada intinya konsepsi ini ialah mengaplikasikan proses komunikasi dan sistem dalam merencanakan dan mengembangkan materi pembelajaran. Beberapa istilah merupakan variasi penggunaan penggunaan konsepsi “intruksional materials” adalah “teaching learning materials” dan “learning resources”.

Dalam tahun 1952 ini juga telah digunakan istilah “educational media” dan “instructional media”, yang sebenarnya secara konsepsional tidak mengalami perubahan dari konsepsi sebelumnya, karena di sini dimaksudkan untuk menunjukkan kegiatan komunikasi pendidikan yang ditimbulkan dengan penggunaan media tersebut. Puncak perkembangan konsepsi ini terjadi sekitar tahun 1960-an.

Dengan mengaplikasikan pendekatan sistem, teori komunikasi, pengembangan sistem pembelajaran, dan pengaruh psikologi Behaviorisme, maka muncullah konsep “educational technology” dan atau “instructional technology” di mana media pendidikan atau media pembelajaran merupakan bagian dari padanya (Latifatus Sifa, Landasan Penggunaan Media Pembelajaran, http://syifajulia.blogspot.com, diakses tanggal 19 Mei 2014).

 

2.      Konsep Media Pembelajaran

2.1  Pengertian Media Pembelajaran

Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara atau pengantar. Dalam bahasa Arab media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerimapesan (Azhar Arsyad, 2014: 3). Menurut Gerlach dan Ely yang dikutip oleh Azhar Arsyad (2011:3), media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi dan kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, ketrampilan atau sikap.

Berikut ini Pengertian media menurut beberapa ahli :

“ (1) Teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran. Jadi media adalah perluasan dari guru (Schram, 1977), (2) Sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun audio visual, termasuk teknologi perangkat kerasnya (NEA, 1969), (3) Alat untuk memberikan perangsang bagi siswa supaya terjadi proses belajar (Briggs, 1970), (4) Segala bentuk dan saluran yang dipergunakan untuk proses penyaluran pesan (AECT, 1977), (5) Berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar (Gagne, 1970) (http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._GEOGRAFI/197210242001121BAGJA_WALUYA/MEDIA_PEMBEL.GEOGRAFI/Hakikat_Media_dalam_Pembelajaran.pdf)

 

Perumusan media yang menggambarkan pengertian yang cukup luas, mencakup berbagai bentuk perangsang belajar yang sering disebut sebagai audio visual aid, serta berbagai bentuk alat penyaji perangsang belajar, berupa alat-alat elektronika seperti mesin pengajaran, film, audio cassette, video cassette, televise, dan computer adalah pengertian yang dikemukakan Nana Saodih Sukmadinata (2011: 108) “Segala macam bentuk perangsang dan alat yang disediakan guru untuk mendorong siswa belajar”.

Belajar adalah proses yang kompleks dan unik; artinya, sesorang yang belajar melibatkan segala aspek kepribadiannya, baik fisik maupun mental. Keterlibatan dari semua aspek kepribadian ini akan nampak dari perilaku belajar orang itu. Perilaku belajar yang nampak adalah unik; artinya perilaku itu hanya terjadi pada orang itu dan tidak pada orang lain. Setiap orang memunculkan perilaku belajar yang berbeda.

Keunikan perilaku belajar ini disebabkan oleh adanya perbedaan karakteristik yang menentukan perilaku belajar, seperti: gaya belajar (visual vs auditif), gaya kognitif (field independent vs field dependent), bakat, minat, tingkat kecerdasan, kematangan intelektual, dan lainnya yang bisa diacukan pada karakteristik individual siswa.

Perilaku belajar siswa yang kompleks dan unik ini menuntut layanan dan perlakuan pembelajaran yang kompleks dan unik pula untuk setiap siswa.Komponen pembelajaran yang bertanggungjawab untuk menangani masalah ini adalah strategi penyampaian pembelajaran, lebih khusus lagi media pembelajaran.Strategi (media) pembelajaran haruslah dipilih sesuai dengan karakteristik individual siswa.Ia sedapat mungkin harus memberikan layanan pada setiap siswa sesuai dengan karakteristik belajarnya. Umpamanya, siswa yang memiliki gayabelajar visual harus mendapatkan rangsangan belajar visual, seperti halnya siswa yang memiliki gaya auditif harus mendapatkan rangsangan belajar auditif.

Perubahan perilaku sebagai akibat dari belajar dapat dikelompokkan ke dalam 3 aspek, yaitu: kognitif, sikap, dan keterampilan. Setiap aspek menuntut penggunaan media pembelajaran yang berbeda.Artinya, belajar kognitif memerlukan media yang berbeda dibandingkan siswa yang belajar aspek lainnya.Atas dasar ini, diperlukan strategi penyampaian yang menggunakan multimedia untuk memenuhi tuntutan belajar aspek yang berbeda-beda.

Kajian psikologi menyatakan bahwa anak akan lebih mudah mempelajari hal yang konkrit ketimbang yang abstrak. Berkaitan dengan kontinum konkrit-abstrak dan kaitannya dengan penggunaan media pembelajaran, ada beberapa pendapat. Pertama, Jerome Bruner, mengemukakan bahwa dalam proses pembelajaran hendaknya menggunakan urutan dari belajar dengan gambaran atau film (iconic representation of experiment) kemudian ke belajar dengan simbol, yaitu menggunakan kata-kata (symbolic representation). Menurut Bruner, hal ini juga berlaku tidak hanya untuk anak tetapi juga untuk orang dewasa. Kedua, Charles F. Haban, mengemukakan bahwa sebenarnya nilai dari media terletak pada tingkat realistiknya dalam proses penanaman konsep, ia membuat jenjang berbagai jenis media mulai yang paling nyata ke yang paling abstrak. Ketiga, Edgar Dale, membuat jenjang konkrit-abstrak dengan dimulai dari siswa yang berpartisipasi dalam pengalaman nyata, kemudian menuju siswa sebagai pengamat kejadian nyata, dilanjutkan ke siwa sebagai pengamat terhadap kejadian yang disajikan dengan media, dan terakhir siswa sebagai pengamat kejadian yang disajikan dengan simbol.

Berbagai temuan penelitian menunjukkan bahwa ada interaksi anatara penggunaan media pembelajaran dan karakteristik belajar siswa dalam menentukan hasil belajar siswa. Artinya, bahwa siswa akan mendapat keuntungan yang signifikan bila ia belajar dengan menggunakan media yang sesuai dengan karakteristiknya. Siswa yang memiliki gaya belajar visual akan lebih mendapatkan keuntungan dari menggunakan media visual, seperti film, video, gambar atau diagram. Sedangkan siswa yang memiliki gaya belajar auditif lebih mendapatkan keuntungan dari penggunaan media pembelajaran auditif, seperti rekaman suara , radio atau ceramah dari guru/ pengajar. Akan lebih tepat dan menguntungkan siswa dari kedua tipe belajar tersebut jika menggunakan media audio-visual.Berdasarkan landasan rasional empiris tersebut, maka pemilihan media pembelajaran hendaknya jangan atas dasar kesukaan guru, tetapi harus mempertimbangkan kesesuaian antara karakteristik pebelajar, karakteristik materi pelajaran, dan karakteristik media itu sendiri. Atas dasar ini, maka prinsip penyesuaian jenis media yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran dengan karakteristik individual siswa menjadi semakin mantap. Pemilihan dan penggunaan media hendaknya jangan didasarkan pada kesukaan atau kesenanangan pengajar, tetapi dilandaskan pada kecocokan media itu dengan karakteristik siswa, disamping kriteria lain yang telah disebutkan sebelumnya.

Ada suatu pandangan, bahwa dengan digunakannya berbagai jenis media hasil teknologi baru di dalam kelas, akan berakibat proses pembelajaran yang kurang manusiawi. Dengan kata lain, penerapan teknologi dalam pembelajaran akan terjadi dehumanisasi. Benarkah pendapat tersebut? Bukankah dengan adanya berbagai media pembelajaran justru siswa dapat mempunyai banyak pilihan untuk digunakan media yang lebih sesuai dengan karakteristik pribadinya? Dengan kata lain, siswa dihargai harkat kemanusiaannya diberi kebebasan untuk menentukan pilihan, baik cara maupun alat belajar sesuai dengan kemampuannya. Dengan demikian, penerapan teknologi tidak berarti dehumanisasi. Sebenarnya perbedaan pendapat tersebut tidak perlu muncul, yang penting bagaimana pandangan guru terhadap siswa dalam proses pembelajaran. Jika guru menganggap siswa sebagai anak manusia yang memiliki kepribadian, harga diri, motivasi, dan memiliki kemampuan pribadi yang berbeda dengan yang lain, maka baik menggunakan media hasil teknologi baru atau tidak, proses pembelajaran yang dilakukan akan tetap menggunakan pendekatan humanis.

Dengan memperhatikan kompleks dan uniknya proses belajar, maka ketepatan pemilihan media dan metode pembelajaran akan sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Di samping itu, persepsi siswa juga sangat mempengaruhi hasil belajar. Oleh sebab itu, dalam pemilihan media, di samping memperhatikan kompleksitas dan keunikan proses belajar, memahami makna persepsi serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penjelasan persepsi hendaknya diupayakan secara optimal agar proses pembelajaran dapat berangsung secara efektif. Untuk maksud tersebut, perlu: (1) diadakan pemilihan media yang tepat sehingga dapat menarik perhatian siswa serta memberikan kejelasan obyek yang diamatinya, (2) bahan pembelajaran yang akan diajarkan disesuaikan dengan pengalaman siswa.

    Ada beberapa konsep atau definisi media pendidikan atau media pembelajaran. Molenda, dkk (1996: 8) mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah seluruh alat dan bahan yang dapat dipakai untuk mencapai tujuan pendidikan seperti radio, televisi, buku, koran, majaah dan sebagainya. Menurut Molenda alat-alat semacam radio dan televisi kalau digunakan dan diprogram untuk pendidikan maka merupakan media pembelajaran.

   Namun demikian, media bukan hanya berupa alat atau bahan saja akan tetapi hal-hal lain yang memungkinkan siswa dapat memperoleh pengetahuan. Gerlach dan Ely (1980: 244) menyatakan : A medium, conceived is any peron, material or event that establishs condition which enable the learner to acquire knowledge, skill, and attitude.. Menurut Gerlach secara umum media itu meliputi orang, bahan, peralatan, atau kegiatan yang menciptakan kondisi yang memungkinkan  siswa memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Jadi, dalm pengertian ini media bukan hanya alat  seperti TV, radio, slide, bahan cetakan, tetapi meliputi orang sebagai sumber belajar atau juga berupa kegiatan semacam diskusi, seminar, karya wisata, simulasi, dan lain sebagainya yang dikondisikan untuk menambah pengetahuan dan wawasan, mengubah sikap siswa atau untuk menambah keterampilan.

   Dari dua pengertian di atas, maka tampak pengertian terakhir yang dikemukakan Gerlach lebih luas dibandingkan dengan pengertian yang pertama. Selain pengertian di atas, ada juga yang berpendapat bahwa media pengajaran meliputi perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software). Hardware adalah alat-alat yang dapat mengantarkan pesan seperti overhead projector (OHP), radio, televisi, dan sebagainya. Sedangkan software adalah isi program yang mengandung pesan seperti informasi yang terdapat pada transparasi atau buku dan bahan-bahan cetakan lainnya, cerita yang terkandung dalam film atau materi yang disuguhkan dalam bentuk bagan, grafik, diagram, dan lain sebagainya.

   Rasional proses komunikasi yang menggunakan media, sebagai berikut:

a.       Dalam proses komunikasi / informasi, maka informasi masuk dalam diri seseorang melaui pancaindra (penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan dan pengecapan); b) Penggunaan lebih dari satu media akan membantu efektivitas proses komunikasi. Prioritas banyaknya informasi yang masuk ke dalam diri seseorang adalah indra penglihatan (maka media visual amat penting), lalu pendengaran (maka media audio juga penting), indra lain sebagai pendukung.

Dalam media pembelajaran (Molenda, 1996) dikenal istilah P0BATEL, maksudnya:

P : pesan, dalam pendidikan adalah materi pelajaran,

0 : orang, yaitu subyek pengguna media, yaitu guru, dosen, dll.

B : bahan dapat berupa sofware seperti CD, buku, film, flash disc, dll.

A : alat, dapat berupa hardware, seperti komputer, LCD, dll.

TE : teknik, yaitu metode mengajar, strategi, pendekatan pembelajaran, dl

L : lingkungan, seperti ruang kelas, perpustakaan, laboratorium, sekolah, masyarakat, dll.

   POBARTEL  adalah  ruang  lingkup  yang  harus  diperhatikan  oleh  pengajar  jika  ingin mengembangkan komunikasi dengan menggunakan media secara utuh dan lengkap. Model komunikasi menurut Berlo (Molenda, dkk.1996:27-28)

Sumber (source)

= S

Pesan (message)

= P

Saluran

(channel)

= C

Penerima (receiver)

= R

Effektif

(effective)

=E

I

 

II

 

III

 

IV

 

V

 

                                                                       

2.2  Pentingnya Media Pembelajaran

Mengajar  dapat  dipandang  sebagai  usaha  yang  dilakukan  guru  agar  siswa  belajar. Sedangkan, yang dimaksudkan dengan belajar itu sendiri adalah proses perubahan tingkah laku melalui pengalaman. Pengalaman itu dapat berupa pengalaman langsung ataupun pengalaman tidak langsung. Pengalaman langsung adalah pengalaman yang diperoleh melalui sendiri pada situasi yang sebenarnya. Misalnya, bagaimana siswa mengoperasikan computer, demikian juga memberikan pengalaman bemain gitar, mengetik,   dll.

Namun demikian pada kenyataannya tidak semua bahan pelajaran dapat disajikan secara langsung. Untuk mempelajari bagaimana kehidupan kahkluk hidup di laut, tidak mungkin guru membimbing siswa langsung menyelam di dasar laut, atau membelah dada manusia hanya untuk mempelajari cara kerja jantung, paru-paru. Untuk memberikan pengalaman belajar semacam itu, guru memerlukan alat Bantu seperti film atau foto-foto dan lain sebagainya. Demikian juga untuk mempunyai keterampilan membedah atau melakukan operasi pada manusia, pertama kali tidak perlu melakukan pembedahan langsung, akan tetapi dapat menggunakan benda semacam boneka yang mirip dengan manusia. Atau untuk memperoleh keterampilan mengemudikan pesawat ruang angkasa, dalam proses pembelajarannya dapat melakukan simulasi terlebih dahulu dengan pesawat yang mirip dan memiliki karakterisktik yang sama. Alat yang dapat membantu proses belajar ini dinamkan media atau alat Bantu peraga pembelajaran.

Untuk memahami peranan media dalam proses mendapatkan pengalaman belajar bagi siswa, Edgar Dale ( Molenda, dkk,1996: 16) melukiskannya dalam sebuah kerucut yang kemudian dinamakan kerucut pengalaman (cone of experience). Kerucut pengalaman Edgar Dale ini pada saat ini dianut secara luas untuk menentukan alat bantu atau media apa yang sesuai agar siswa memperoleh pengalaman belajar secara mudah.

Kerucut pengalaman yang dikemukan oleh Edgar Dale itu memberikan gambaran bahwa pengalaman belajar yang diperoleh siswa dapat melalui proses perbuatan atau mengalami sendiri apa yang dipelajari, proses mengamati dan mendengarkan melalui media tertentu dan proses mendengarkan melalui bahasa. Semakin  konkret  siswa  mempelajari  bahan  pengajaran, contohnya melalui pengalaman langsung, maka semakin banyaklah pengalaman yang diperoleh siswa. Sebaliknya, semakin abstrak siswa memperoleh pengalaman, contohnya hanya mengandaikan bahasa verbal, maka semakin sedikit pengalaman yang akan diperoleh siswa.

Teori kerucut Edgar Dale (Schramm, 1984:101-102; Molenda, dkk,1996: 16),sbb: . Kerucut pengalaman (pengalaman tersusun dari yang paling abstrak pada no 12, yang paling atas dan sampai pada yang paling kurang abstrak pada no 1, yaitu paling bawah)

 

Sumber : Modul Pelatihan Praktik yang Baik di SD/MI  USAID 

 


Kerucut pengalaman yang dikemukakan oleh Edgar Dale itu memberikan gambaran bahwa pengalaman  belajar  yang  diperoleh  siswa  dapat  melalui  proses  perbuatgan  atau  mengalami sendiri apa yang dipelajari, proses mengamati dan mendengarkan melaui media tertentu dan proses mendengarkan melaui bahasa. Semakin konkret siswa mempelajari bahan pengajaran, contohnya memalui pengalaman langsung, maka semakin banyaklah pengalaman yang diperoleh siswa. Sebaliknya semakin abstrak siswa memperoleh pengalaman, contohnya hanya mengandalkan bahasa verbal, maka semakin sedikit pengalaman yang akan diperoleh siswa.

Selanjutnya uraian setiap pengalaman belajar seperti yang digambarkan dalam kerucut Dale tersebut akan dijelaskan berikut ini:

1.      Pengalaman  langsung  merupakan  pengalaman  yang  diperoleh  siswa  sebagai  hasil  dari aktivitas sendiri. Siswa mengalami, merasakan sendiri segala sesuatu yang berhubungan dengan pencapaian tujuan. Siswa berhubungan langsung dengan objek yang hendak dipelajari tanpa menggunakan  perantara.  Karena  diperoleh  siswa  secara  langsung  maka  menjadi  konkret sehingga akan memiliki ketepatan yang tinggi.

2.      Pengalaman  tiruan  adalah pengalaman  yang  diperoleh melalui  benda atau kejadian  yang dimanipulasi agar mendekati keadaan yang sebenarnya. Pengalaman tiruan sudah bukan pengalaman angsung lagi sebab objek yang dipelajari bukan yang asli atau yang sesunggguhnya, melainkan benda tiruan yang menyerupai  benda aslinya. Mempelajari objek tiruan sangat besar manfaatnya terutama untuk menghidari terjadinya verbalisme. Misalnya siswa akan mempelajari kanguru. Oleh karena binatang itu sulit diperoleh apalagi dibawa ke dalam kelas, maka untuk mempelajarinya dapat menggunakan model binatang dengan wujud yang sama namun terbuat dari plastik.

3.      Pengalaman melalui drama, yaitu pengalaman yang diperoleh dari kondisi dan situasi yang diciptakan melalui drama (peragaan) dengan menggunakan skenario yang sesuai dengan tujuan yang  hendak  dicapai.  Walaupun  siswa  tidak  mengalami  secara  langsung  terhadap  kejadian, namun melalui drama, siswa akan lebih menghayati berbagai peran yang disuguhkan.

4.      Pengalaman  melalui  demontrasi  adalah  teknik  penyampaian  informasi  melalui  peragaan. Kalau dalam drama siswa terlibat secara langsung dalam masalah yang dipelajari walaupun bukan dalam situasi nyata, maka pengalaman melalui demontrasi siswa hanya melihat peragaan orang lain.

5.      Pengalaman wisata, yaitu pengalaman yang diperoleh melalui kunjungan siswa ke suatu objek yang ingin dipelajari. Melalui wisata siswa dapat mengamati secara langsung, mencatat, dan bertanya tentang hal-hal yang dikunjungi.

6.      Pengalaman melalui pameran. Pameran adalah usaha untuk menunjukkan hasil karya. Melalui pameran siswa dapat mengamati hal-hal yang ingin dipelajari seperti karya seni (lukis, pahat,dll), dan hasil teknologi dengan berbagai cara kerjanya. Pameran lebih abstrak sifatnya dibandingkan karya wisata, sebab pengalaman yang diperoleh hanya terbatas pada kegiatan mengamati wujud benda itu sendiri.

7.      Pengalaman melalui telivisi merupakan pengalaman tidak langsung, sebab televisi merupakan perantara. Melalui elevisi siswa dapat menyaksikan berbagai peristiwa yang ditayangkan dari jarak jauh sesuai dengan program yang dirancang.

8.      Pengalaman melalui gambar hidup dan film merupakan pengalaman dengan melihat serangkaian  gambar mati  yang diproyeksikan pada layar dengan kecepatan tinggi,  sehingga menampilkan seakan-akan nyata, dengan mengamati film siswa dapat belajar sendiri, walaupun bahan pelajaranna terbatas sesuai dengan naskah yang disusun.

9.      Gambar mati atau slide adalah gambar yang diproyeksikan dengan sinar lampu sehingga gambar ditampilkan lagi seperti apa adanya. Siswa dapat belajar dari gambar sesuai dengan keadaan sebenarnya kendati amat terbatas. Gambar dapat dua dimensi atau tiga dimensi, tergantung dari kecanggihan alat photonya. Siswa dengan kejelihan penglihatannya mampu menangkap sebagaian dari kenyataan yang sesungguhnya.

10.  Pengalaman melalui radio dan rekaman adalah pengalaman pendengaran atas informasi yang disampaikan lewat suara tidak disertai gambar yang konkret. Pengalaman melalui media ini sifatnya lebih abstrak dibandingkan dengan pengalaman melalui gambar hidup atau gambar mati sebab hanya mengandalkan pendengarannya saja.

11.  Pengalaman melalui lambang visual seperti grafik, bagan, peta, dll. dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas kepada siswa. Untuk memahami media ini siswa perlu dibkali konsep-konsep untuk melakukan penafsiran atas lambang-lambang visual.

12.  Pengalaman melalui lambang verbal, merupakan pengalaman yang sifatnya lebih abstrak dibandingan pengalaman-pengalaman yang lain. Siswa hanya memperoleh pengalaman berdasarkan  bahasa baik  lisan  maupun tulisan,  dan  ada kemungkinan  terjadinya  verbalisme sangat tinggi sebab pengetahuan didasarkan atas konsep dan bukan berdasarkan kenyataan konkret. Untuk mengurangi bahaya verbalisme maka pembelajaran sebaiknya dilengkapi dengan penggunaan media lain.

Edgar Dale dengan kerucut pengalamannya ingin  menandaskan bahwa pengetahuan manusia, pertama-tama dibentuk lewat penangkapan objek konkret oleh pancindra, baru diabstraksi oleh akal budi. Maka media yang paling efektif untuk ditangkap oleh pancaindra adalah Pengalaman langsung, sebab ini yang paling konkret. Baru kemudian secara bertahap meningkat menuju objek yang makin abstrak dan menurut Edgar Dale yang paling abstrak adalah lambang verbal. Pembuatan media jika ingin efektif harus mempertimbangan kerucut pengalaman Dale ini.

2.3  Fungsi dan Manfaat Media Pembelajaran

Pengalaman sebagaimana dijelaskan oleh Edgar Dale menunjukkan bahwa pengetahuan akan semakin abstrak dan semakin sulit dipahami siswa jika hanya disampakan melalui bahasa verbal. Di pihak lain memberikan pengalaman langsung kepada siswa bukan suatu hal yang mudah. Oleh karena itu peranan media pembelajaran sangat diperlukan dalam kegiatan belajar-mengajar. Guru dapat menggunakan berbagai bentuk media yang dapat memberi informasi yang lebih baik dan lengkap kepada siswa. Melalui media pembelajaran hal-hal yang abstrak dapat dibuat lebih konkret.

Dengan memperhatikan hal-hal di atas maka media pembelajaran mempunyai fungsi dan mafaat yang besar, sedangkan masalah-masalah komunikasi termasuk dalam proses belajar mengajar adalah: (1) kesulitan bahasa; (2) lupa, tidak tahan lama; (3) distorsi (gangguan suara/suara luar masuk); (4) suara: terlalu kecil/ terlalu besar; terlalu jauh jaraknya; (5) obyeknya abstrak, kompleks (misal materi terlalu rumit).

Adapun fungsi dan manfaat media pembelajaran adalah sbb ;

a)      Fungsi media dalam memecahkan masalah-masalah komunikasi adalah: (1) Memperjelas (terutama konsep) materi ajar yang disampaikan guru kepada siswa, sehingga siswa dapat menangkap maksud guru secara utuh (demokrasi, kejujuran,dll); (2) Menjauhkan yang dekat ( pori-pori kulit kita), atau mendekatkan yang jauh (bintang-bintang atau benda-benda ruang angkasa); (3) Memperbesar  yang kecil  (bakteri, virus,dll), atau mengecilkan  yang besar (seperti  bencana alam, gunung meletus, dll); (4) Mempercepat (proses terjadinya janin, evolusi, dll)  atau memperlambat proses terjadinya suatu peristiwa ( jatuhnya benda, meledaknya bom, dll); (5) Menyederhanakan suatu objek yang terlalu kompleks  ( Indonsia dengan peta, kota dengan denah, dunia dengan globe, dll).

b)      Manfaat media pembelajaran: (1) Media dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki siswa; (2) Media dapat mengatasi keterbatasan ruang kelas; (3) Media memungkinkan terjadinya interaksi langsung antara peserta dengan lingkungan; (4) Media dapat menghasilkan keseragaman  pengamatan  dan pemahaman; (5) Media dapat membantu menanamkan konsep-konsep yang benar, nyata dan tepat; (6) Media dapat membangkitakan motivasi dan merangsang peserta untuk belajar dengan baik; (7) Media dapat membangkitkan keinginan dan minat baru; (8) Media dapat mengntrol kedepatan belajar siswa; (9) Media  dapat  memberikan  pengalaman  yang  menyeluruh  dari  mhal-hal  yang konkret sampai yang abstrak.

2.4  Klasifikasi Media Pembelajaran

   Pengklasifikasian media pembelajaran dapat dibuat tergantung dari sudut pandang mana kita melihatnya.

a.       Dilihat dari sifatnya, media dapat diklasifikasikan menjadi:

1)      Media auditif, yaitu media yang hanya dapat didengarkan saja, atau media yang memiliki unsur suara, seperti radio, rekaman suara, dll.

2)      Media visual,  yaitu media yang hanyan dapat  dilihat saja, tidak mengandung unsur suara. Yang termasuk di dalamnya adalah film slide, foto, transparansi, lukisan, gambar dan berbagai bahan cetak seperti media grafis dan lain sebainya.

3)      Media audiovisual, yaitu media yang mengandung unsur suara dan unsur gambar sekaligus, misalnya rekaman video, film, slide bersuara, dll. Kemampuan audiovisual lebih baik dan menarik daripada audio atau visual saja.

4)      multimedia adalah media yang menggabungkan audiovisual dengan perangkat media yang lain seperti komputer, LCD sebagai satu kesatuan.

a)      Multimedia  adalah  media  yang  jumlahnya  lebih  dari  satu  dan  digunakan  secara serentak.

b)      Multimedia amat penting dalam proses pembelajaran, apalagi untuk PKN, karena:

·         perkembangan ilmu amat cepat, apa lagi ilmu-ilmu sosial berkembang amat dinamis baik jumlah maupun kualitasnya;

·         ditinjau dari materi dan tujuan pembelajaran, maka menjadi amat jelas media yang canggih dibutuhkan untuk memperlancar proses pembelajaran agar efektif.

b. Dilihat dari kemampuan jangkauannya, media dapat dibagi menjadi:

1)      Media yang memiliki daya liput yang luas dan serentak seperti radio dan TV. Melalui media ini siswa dapat mempelajari hal-hal atau kejadian-kejadia aktual secara serentak tanpa harus menggunakan ruangan khusus.

2)      Media yang mempunyai daya liput yang terbatas oleh ruang dan waktu seperti film slide, film, video dll.

c. Dilihat dari teknik pemakaiannya, media dapat dibagi:

a.       Media yang diproyeksikan seperti film, slide, film strip, transparansi, dll. Jenis media yang demikian memerlukan alat proyeksi khusus seperti film projector, slide projector, OHP. (2) Media yang tidak diproyeksikan seperti gambar, foto, lukisan, radio, dll.

d.    Dilihat dari ukurannya, maka media menurut Wilbur Schramn( 1984:166) , dapat dibagi menjadi media besar dan media kecil sbb:

·         (Media besar, contohnya: televisi dan film; sedangkan media kecil, contohnya: slide,filmstrip,tape audio,dll.

   Berdasarkan contoh tersebut di atas, maka klasifikasi tersebut didasarkan atas besar kecilnya ongkos/biaya produksi dan besar kecilnya peralatan yang terkait. Media besar, disebut demikian karena biaya produksinya relatif besar, dan perlengkapan yang dihasilnya juga besar ukurannya (memerlukan tempat/ruang yang besar; dan cukup berat); sedangkan media kecil, disebut demikian karena biaya produksi relatif sedikit dan peralatan yang dihasilkan juga ukurannya relatif kecil (memerlukan tempat kecil).

e. Klasifikasi media menurut Molenda, dkk (1996) (1) media audio ; (2) media visual; (3) media audio-visual; (4) media yang diproyeksikan; (5) media yang tidak diproyeksikan; (6) media berbasis computer; (7) media berbasis non komputer

Dalam memanfaatkan komputer sebagai dasar media, maka perlu dipahami, hal-hal berikut:

a)      Computer multimedia: penggunaan dua media atau lebih dengan memanfaatkan komputer secara terpadu. Contohnya: penjelasan dengan power point, perlu komputer dan viewer.

b)      hypermedia: perangkat lunak komputer yang berisi kumpulan dokumen, teks, grafik, video dan audio yang dihubungkan satu sama lain dengan komputer sehingga dapat mengeksplorasi berbagai informasi untuk berbagai tujuan. Contohnya: wibe side; email,dll.

c)      video interaktif: video yang digabungkan dengan komputer untuk keperluan pembelajaran sehingga siswa tidak saja mendengar dan melihat gambar-gambar tetapi siswa juga dapat menanggapinya   /   meresponnya   secara   aktif   dalam   proses   pembelajaran.   Contohnya: pembelajaran dengan animasi gambar lewat komputer.

d)     CD-ROM:  ialah  sistem  penyimpanan  yang  menggunakan  compact  disc  yang  hanya berdiameter 12 cm (4,72 inchi), namun mempunyai kapasitas penyimpanan yang cukup besar yaitu  lebih  dri  650  megabytes  baik  data,  grafik  maupun suara.  Hal  ini  amat  praktis  untuk keperluan pembelajaran.

e)      DVI: (digital video interacitive) terdiri dari sebuah komputer dengan CD_ROM player, sedangkan CDI (Compact disc interactive) yaitu compact disc yang dapat dihubungkan dengan pesawat televisi. Contohnya: penampilan teks, gambar yang disertai suara/bunyi dengan menggunakan komputer.

f)       Virtual Reality: adalah salah satu aplikasi terbaru berbasis teknologi komputer yang dapat menghasilkan gambar tiga dimensi, sehingga gambar itu seperti kenyataan yang sebenarnya. Contohnya film kartun.

g)      Computer based media amat relevan untuk pembelajaran IPS Terpadu karena amat sesuai dengan sifat materinya, yaitu sebagai perpaduan dari sejumlah ilmu-ilmu sosial yang begitu kompleks. Kompleksitas materi tersebut akan lebih mudah dijelaskan jika menggunakan multimedia yang berbasis komputer.     

 

 

2.5  Prinsip-prinsip Penggunaan Media (Wina Sanjaya, 2008: 173)

Agar media pembelajaran benar-benar bermanfaat dalam pembelajaran maka ada sejumlah prinsip yang harus diperhatikan oleh guru, sbb:

a.       Media yang akan digunakan guru harus sesuai dan diarahkan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Jadi media yang disajikan benar-benar harus membantu siswa untuk dapat lebih mudah memahami dan memaknai bahan pelajaran.

b.      Media yang akan digunakan harus sesuai dengan materi pembelajaran. Setiap materi pembelajaran memiliki kekhasan dan kekomplekannya sendiri-sendiri, Media yang digunakan harus sesuai dengan ciri khas dan kekompleksitasan materi pembelajaran.

c.       Media pembelajaran harus sesuai dengan minat, kebutuhan, dan kondisi siswa. Siswa yang memiliki kemampuan mendengarkan kurang baik, akan sulit memahami pelajaran manakala digunakan media yang bersifat auditif; demikian pula sebaliknya, siswa yang memiliki kemampuan penglihatan yang kurang, akan sulit menangkap bahan pelajaran yang disajikan melalui media visual. Jadi guru perlu memperhataikan setiap kemampuan dan gaya belajar siswa.

d.      Media  yang akan digunakan harus memperhatikan efektifitas dan  efisiensi. Media yang memerlukan peralatan yang mahal belum tentu efektif untuk mencapai tujuan tertentu; atausebaliknya media yang sangat sederhana dapat saja sangat efektif. Setiap media yang dirancang guru perlu memperhatikan efektifitas penggunaannya.

e.       Media yang digunakan harus sesuai dengan kemampuan guru dalam mengoperasikannya. Sering media yang konpleks seperti multimedia tersedia di kelas, tetapi jika guru tidak sanggup mengoperasikannya maka media itu tidak berguna. Oleh sebab itu guru harus melihat kemampuannya mengoperasikan mdia, sebelum menentukan pilihannya, jangan sampai terjadi kontra produktif.

2.6  Sumber Belajar

   Menurut Malonda, dkk secara umum sumber belajar terdiri dari:

a)      by design, yaitu sumber belajar yang dirancang/direncanakan seperti modul, TV, radio, ruang kelas, laboratorium, dll.

b)      by utilization, yaitu sumber belajar karena dimanfaatkan  atau segala sesuatu yang bisa dimanfaatkan untuk belajar, seperti pengadilan untuk mahasiswa hukum, kebun binatang untuk mahasiswa biologi, hutan untuk mahasiswa kehutanan, DPRD,kantor kelurahan,dll untuk siswa SLTA/SLTP

   Tetapi jika sumber belajar yang dimaksudkan adalah segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan oleh siswa untuk mempelajari bahan dan pengalaman belajar sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, maka sumber belajar termasuk di dalamnya:

a) Manusia

Manusia merupakan sumber utama dalam proses pembelajaran. Dalam usaha mencaapai tujuan pembelajaran, guru dapat memanfaatkan dalam setting proses belajar mengajar. Misalnya, untuk menjelasakan undang-undang lalu lintas, guru dapat mengundang polisi lalu lintas; untuk menerangkan anatomi tubuh manusia, guru dapat mengundang dokter; untuk menjelaskan sistem pemerintahan desa, guru dapat mengundang kepala desa, dll.

b)      Alat dan bahan pengajaran

Alat adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk membantu guru;sedangkan bahan pengajaran adalah segala sesuatu yang mengandung pesan yang akan disampaikan kepada siswa. Alat dan bahan biasanya menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Yang menjadi bahan pelajaran di antaranya, adalah buku-buku, majalah, koran, dan bahan cetak lainnya, transparansi yang telah berisi pesan yang akan disampaikan, film slide, foto, gambar, dll. Sedangkan yang termasuk alat adalah OHP, slide projector, tape, video player, kased video, komputer, laptop, dll. c) Berbagai aktivitas dan kegiatan

Yang dimaksudkan aktivitas adalah segala perbuatan yang sengaja dirancang oleh guru untuk memfasilitasi kegiatan  belajar siswa seperti kegiatan diskusi, demonstrasi, simulasi, melakukan percobaan, dll.

d) Lingkungan atau setting

Lingkungan  adalah  segala  sesuatu  yang  dapat  memungkinkan  siswa  belajar.  Misalnya, gedung sekolah, perpustakaan, laboratorium, taman, kantin sekolah, dll

2.7  Langkah-langkah Pengembangan dan Produksi Multimedia

Langkah-langkah pengembangan dan Produksi Multimedia (Molenda, dkk,1996: 309-319)

a.       Langkah pertama membuat design, mencakup:

1)      Identifikasi  masalah  atau  kebutuhan:  permasalahan  atau  kebutuhan  apa  saja  yang  ingin dijawab dalam proses pembelajaran dan memerlukan media apa saja;

2) Analisis setting: keadaan tempat di mana akan digunakannya media;

3) Pengelolaan: siapa team pengembangnya.

b.      Langkah kedua adalah membuat develop, yang mencakup:

1)      merumuskan secara jelas tujuan atau fungsi media;

2)      menentukan strategi yang akan dipilih;

3)      pembuatan proto tipe (draf) media;

c.       Langkah ketiga adalah evaluate , yaitu langkah:

1)      menguji prototipe media yang telah dibuat dengan mengkonsultasikannya pada konsultan ahli, baru diadakan uji coba di lapangan;

2)      setelah prototip diuji coba, lalu hasilnya dianalisis; dan akhirnya

3)      dan terakhir: diimplementasikan di lapangan. 

 

2.8  Media Pembelajaran Faktual

   Prinsip pemanfaatan sumber dan media pembelajaran terdekat dengan kehidupan siswa adalah terkait dengan filosofi bahwa pendidikan adalah “bermodus menjadi”, bukan “bermodus memiliki”, jika sebuah pendidikan bermodus “memiliki”, milik itu bisa hilang. Jika pembelajaran dilakukan dengan tujuan agar peserta didik memiliki pengetahuan, pengetahuan itu bisa hilang, namanya lupa atau lepas dari peserta didik. Akan tetapi jika pembelajaran dilakukan agar peserta didik menjadi seperti apa yang dipelajari, berarti pengetahuan itu berubah wujud menjadi diri atau kepribadian peserta didik, sehingga ia tidak lepas, tetapi menyatu dalam diri peserta didik menjadi suatu cirri pribadi (Sa’dun Akbar, 2013:112-113).

  Dalam pembelajaran IPA, konsepsi anak sebagai hasil konstruksi tentang alam sekitarnya berbeda dengan konsepsi ilmiah. Oleh karena itu ada yang memberi nama “miskonsepsi” pada konsepsi anak ini. Dalam pustaka pendidikan sains, Osborne (1985) (dalam Wilis Dahar, 2011:153) memberikan beberapa nama, yaitu ada yang menyebutnya “Children’s science”, “misconception”,” alternative framework”, “alternative conception”, atau “children’s idea”.

 Terjadinya miskonsepsi pada siswa manakala seorang guru dalam pembelajaran hanya menggunakan metode ceramah, atau gambar sekalipun, mendorong peneliti untuk membuat media pembelajaran yang mempermudah siswa dalam memahami proses daur ulang air dengan cara mengamati dan mengalami langsung melalui panca inderanya, sehingga siswa akan mengetahui bagaimana proses daur ulang air itu terjadi.

Media pembelajaran yang dimaksudkan penulis diberi nama “Media Pembelajaran Faktual”. Tujuan dibuatnya media ini adalah untuk menciptakan sebuah pembelajaran yang bisa menjembatani konsep tentang “daur ulang air” yang masih berbentuk penjelasan teks dengan pemikiran siswa sekolah dasar, yang berumur antara 7 sampai dengan 11 tahun, yang masih berada pada tahap operasional konkret (Hergenhahn, 2012:320), sehingga siswa dapat menangkap, memroses, dan menyusun kembali informasi yang diperolehnya secara visual dan pengalaman langsung dalam mempraktekkan media pembelajaran tersebut.

Media Pembelajaran Faktual yang dibuat oleh peneliti berasal dari sumber/bahan yang biasa dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari di sekolah maupun di rumah-rumah siswa, sehingga sudah tidak asing lagi bagi siswa. Tujuannya adalah agar siswa sudah mengenal betul alat tersebut dan mudah pula mengetahui kegunaannya kalau sudah dibuat menjadi media pembelajaran. Hal ini didasari oleh pendapat Briggs (1977) media pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi pembelajaran, seperti buku, film, video dan sebagainya. Kemudian menurut National Education Associaton(1969), media pembelajaran adalah sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun pandang-dengar, termasuk teknologi perangkat keras.

Oleh karena itu, proses pembelajaran merupakan proses komunikasi dan berlangsung dalam suatu sistem, maka media pembelajaran menempati posisi yang cukup penting sebagai salah satu komponen sistem pembelajaran. Tanpa media, komunikasi tidak akan terjadi dan proses pembelajaran sebagai proses komunikasi juga tidak akan bisa berlangsung secara optimal. Oleh karena itu, media pembelajaran dinyatakan sebagai komponen integral dari sistem pembelajaran.  



DAFTAR PUSTAKA

Afrizal Fadhilah ,(2008), Hakekat Pembelajaran, (http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._GEOGRAFI/197210242001121-BAGJA_WALUYA/MEDIA_PEMBEL.GEOGRAFI/Hakikat_ Media_ dalam_Pembelajaran.pdf) (online) diakses pada tgl  5 April 2015  Jam 21.11 WIB.

 

Akbar, Sa’dun, (2013) Instrumen Perangkat Pembelajaran, Cetakan kedua, Bandung, PT Remaja Rosdakarya

 

Ayşe OĞUZ-ÜNVER & bSertaç ARABACIOĞLU, ,(2015), OVERVIEWS ON INQUIRY BASED AND PROBLEM BASED LEARNING METHODS, (http://webb.deu.edu.tr/baed/giris/baed/ozel_sayi/303-310.pdf) diakses pada tgl  10 April 2015  Jam 20.11 WIB.

Arsyad,Azhar (2011). Media Pembelajaran, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.

Briggs, leslie.1977. Instructional Desain Principles and Aplication. New Jersey: Educational Technology Publication.

Collete, T.A. & Chiappetta, L. E. 1994. Science Instruction In The Middle And Secondary Schools, Third Edition. New York: Macmillan Publising Company

Dahar, Ratna Wilis. (2011) Teori-teori Belajar & Pembelajaran, Erlangga, Jakarta.

Dale, Edgar, 1969, Belajar untuk Hidup: Pendidikan Hari Ini dan Hari      Esok, Jakarta: Bhatara Karya Aksara.

Gerlach Venon S., Donald P. Ely, & Rob Melnick. (1980). Teaching and Media a

systematic approach.New Jersey: Prentice -Hall, Inc.

Molenda M, Pershing JAand Reigeluth CM (1966), Designing Instructional Systems, New York, NY McGraw-Hill.

Niamwh, (2010), landasan penggunaan media pembelajaran ttps://niamw.wordpress.com/2010/04/30/landasan-penggunaan-media-pembelajaran/), (Online) diakses pada tgl 9 April 2014 jam 21.00 WIB.

Hergenhahn, B.R, Olson, H, Matthew, (2012). Theories Of Learning (Teori Belajar), Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

 Keiichi Takaya, (2008), Jerome Bruner’s Theory of Education: From Early Bruner to Later Bruner,( http://ocw.metu.edu.tr/pluginfile.php/8931/ mod_resource/content/1/7su.pdf) (Online) diakses pada tgl  8 April 2015  Jam 21.11 WIB.

Latifatus Sifa, (2014) Landasan Penggunaan Media Pembelajaran,   http://syifajulia.blogspot.com, diakses tanggal 19 Mei 2014

Nana Syaodih Sukmadinata, (2011), Pengembangan Pengembangan Kurikulum Teori Dan Praktek, Bandung, PT Remaja Rosdakarya.

Trowbridge & Bybee. (1990). Becoming A Secondary School Science Teacher 5th ed. USA: Merill Publishing Company

Wina Sanjaya, (2008), Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta : Kencana.

Comments
0 Comments

Tidak ada komentar: