Pengertian Teori Konflik,
Pendirinya, dan Contohnya
Apa Itu Teori Konflik?
Teori konflik, seperti
yang dikaitkan dengan Karl Marx
, adalah teori sosial yang menyatakan bahwa masyarakat berada dalam konflik
terus-menerus karena persaingan untuk mendapatkan sumber daya yang terbatas.1
Teori konflik berpendapat
bahwa tatanan sosial dipertahankan melalui dominasi dan kekuasaan, bukan
melalui konsensus dan konformitas. Menurut teori konflik, mereka yang kaya dan berkuasa
berusaha mempertahankannya dengan segala cara, terutama dengan menekan kelompok
miskin dan tidak berdaya. Premis dasar teori konflik adalah bahwa individu dan kelompok dalam masyarakat akan
bekerja untuk memaksimalkan kekayaan dan kekuasaan mereka sendiri.1
Poin Penting
· Teori konflik berfokus
pada persaingan antar kelompok dalam masyarakat atas sumber daya yang terbatas.
· Teori konflik Marxis melihat masyarakat terbagi
berdasarkan kelas ekonomi antara kelas pekerja proletar dan kelas penguasa
borjuis.
· Teori konflik memandang institusi sosial dan ekonomi
sebagai alat perjuangan antar kelompok atau kelas, yang digunakan untuk menjaga
kesenjangan dan dominasi kelas penguasa.
· Teori konflik versi selanjutnya melihat dimensi lain dari
konflik di antara faksi-faksi kapitalis dan di antara berbagai kelompok sosial,
agama, dan jenis kelompok lainnya.
Para filsuf dan
sosiolog telah lama berupaya menggunakan teori konflik untuk menjelaskan
berbagai fenomena, termasuk perang, revolusi, kemiskinan , diskriminasi, dan kekerasan dalam rumah tangga.
Teori konflik versi
Marx berfokus pada konflik antara dua kelas utama. Setiap kelas terdiri dari
sekelompok orang yang terikat oleh kepentingan bersama dan tingkat kepemilikan
properti tertentu. Marx berteori tentang borjuasi, kelompok yang mewakili
anggota masyarakat yang memegang mayoritas kekayaan dan harta benda. Proletariat adalah kelompok lainnya, yang terdiri
dari mereka yang dianggap sebagai kelas pekerja atau miskin.
Dengan bangkitnya
kapitalisme, Marx berteori bahwa kaum borjuis , kelompok minoritas
dalam masyarakat, akan menggunakan pengaruhnya untuk menindas kaum proletar,
kelas mayoritas. Cara berpikir seperti ini terikat pada gambaran umum yang
dikaitkan dengan model masyarakat yang berbasis teori konflik.2Penganut filosofi ini
cenderung mempercayai susunan piramida dalam hal bagaimana barang dan jasa
didistribusikan dalam masyarakat. Di puncak piramida terdapat sekelompok kecil elit yang mendikte syarat dan
ketentuan bagi sebagian besar masyarakat karena mereka mempunyai kendali yang
sangat besar atas sumber daya dan kekuasaan.
Distribusi yang tidak merata dalam masyarakat
diperkirakan akan dipertahankan melalui paksaan ideologis; kaum borjuasi akan
memaksa proletariat untuk menerima kondisi yang ada saat ini. Teori konflik
berasumsi bahwa elit akan membentuk sistem hukum, tradisi, dan struktur masyarakat
lainnya untuk lebih mendukung dominasi mereka dan mencegah orang lain untuk
bergabung dengan kelompok mereka.
Marx berteori bahwa,
ketika kondisi kelas pekerja dan miskin semakin memburuk, kesadaran kolektif
akan meningkatkan kesadaran mengenai kesenjangan, dan hal ini berpotensi
mengakibatkan pemberontakan. Jika, setelah pemberontakan, kondisinya
disesuaikan untuk mendukung kepentingan kaum proletar, maka lingkaran konflik
pada akhirnya akan terulang kembali tetapi dalam arah yang berlawanan. Kaum
borjuis pada akhirnya akan menjadi agresor dan pemberontak, yang menginginkan
kembalinya struktur-struktur yang sebelumnya mempertahankan dominasi mereka.
Pertimbangan Khusus
Marx memandang
kapitalisme sebagai bagian dari perkembangan sejarah sistem ekonomi. Dia
percaya kapitalisme berakar pada komoditas , atau barang yang diperjualbelikan. Misalnya, ia
percaya bahwa tenaga kerja adalah sejenis komoditas. Karena buruh mempunyai
sedikit kendali atau kekuasaan dalam sistem perekonomian (karena mereka tidak
memiliki pabrik atau bahan baku), nilai mereka dapat terdevaluasi seiring
berjalannya waktu. Hal ini dapat menimbulkan ketidakseimbangan antara pemilik
usaha dan pekerjanya, yang pada akhirnya dapat menimbulkan konflik sosial. Ia
yakin masalah-masalah ini pada akhirnya akan teratasi melalui revolusi sosial
dan ekonomi.3
Adaptasi
Teori Konflik Marxis
Max Weber, seorang
sosiolog, filsuf, ahli hukum, dan ekonom politik Jerman, mengadaptasi banyak
aspek teori konflik Marxis dan kemudian menyempurnakan beberapa gagasan Marx.4Weber percaya bahwa
konflik atas properti tidak terbatas pada satu skenario tertentu. Sebaliknya,
ia percaya bahwa ada banyak lapisan konflik yang terjadi pada saat tertentu dan
di setiap masyarakat.
Jika Marx membingkai
pandangannya tentang konflik sebagai konflik antara pemilik dan pekerja, Weber
juga menambahkan komponen emosional pada gagasannya tentang konflik.5Keyakinan Weber
tentang konflik melampaui keyakinan Marx karena keyakinan tersebut menyatakan
bahwa beberapa bentuk interaksi sosial, termasuk konflik, menghasilkan
keyakinan dan solidaritas antara individu dan kelompok dalam suatu masyarakat.
Dengan cara ini, reaksi individu terhadap kesenjangan mungkin berbeda-beda,
bergantung pada kelompok yang berhubungan dengan mereka; apakah mereka
menganggap orang yang berkuasa adalah orang yang sah; dan seterusnya.
Para ahli teori konflik
di akhir abad ke-20 dan awal abad ke-21 terus memperluas teori konflik
melampaui kelas ekonomi ketat yang dikemukakan oleh Marx, meskipun hubungan
ekonomi tetap menjadi ciri utama kesenjangan antar kelompok di berbagai cabang
teori konflik. Teori konflik sangat berpengaruh dalam teori-teori modern dan
postmodern mengenai ketidaksetaraan seksual dan ras, studi perdamaian dan
konflik, dan berbagai jenis studi identitas yang muncul di kalangan akademisi
Barat dalam beberapa dekade terakhir.
Contoh Teori Konflik
Para penganut teori
konflik memandang hubungan antara pemilik kompleks perumahan dan penyewa
didasarkan terutama pada konflik, bukan keseimbangan atau keselarasan, meskipun
mungkin lebih banyak keharmonisan daripada konflik. Mereka percaya bahwa mereka
ditentukan dengan mendapatkan sumber daya apa pun yang mereka bisa dari satu
sama lain.
Dalam contoh di atas,
beberapa sumber daya terbatas yang dapat menyebabkan konflik antara penyewa dan
pemilik kompleks mencakup terbatasnya ruang di dalam kompleks, terbatasnya
jumlah unit, uang yang dibayarkan penyewa kepada pemilik kompleks untuk
menyewa, dan sebagainya. . Pada akhirnya, para ahli teori konflik melihat
dinamika ini sebagai konflik perebutan sumber daya.
Pemilik kompleks,
betapapun ramahnya, pada dasarnya fokus untuk mengisi sebanyak mungkin unit
apartemen sehingga mereka dapat menghasilkan uang sewa sebanyak mungkin,
terutama jika tagihan seperti hipotek dan utilitas harus ditanggung. Hal ini dapat
menimbulkan konflik antar kompleks perumahan, antar pemohon penyewa yang ingin
pindah ke apartemen, dan sebagainya. Di sisi lain konflik, para penyewa sendiri
berupaya mendapatkan apartemen terbaik dengan biaya sewa yang paling sedikit.
Krisis keuangan tahun 2008
dan dana talangan bank yang terjadi setelahnya adalah contoh bagus dari teori
konflik dalam kehidupan nyata, menurut penulis Alan Sears dan James Cairns
dalam buku mereka "A Good Book, in Theory." Mereka memandang krisis
keuangan sebagai akibat yang tak terelakkan dari kesenjangan dan
ketidakstabilan sistem ekonomi global, yang memungkinkan bank-bank dan
lembaga-lembaga terbesar menghindari pengawasan pemerintah dan mengambil risiko
besar yang hanya menguntungkan segelintir orang saja.6
Sears dan Cairns
mencatat bahwa bank-bank besar dan
perusahaan-perusahaan besar kemudian menerima dana talangan dari pemerintah
yang sama yang mengaku tidak memiliki cukup dana untuk program sosial berskala
besar seperti layanan kesehatan universal.6Dikotomi ini mendukung asumsi mendasar teori konflik,
yaitu bahwa institusi politik arus utama dan praktik budaya memihak kelompok
dan individu dominan.
Contoh ini
mengilustrasikan bahwa konflik dapat melekat pada semua jenis hubungan,
termasuk hubungan yang tampaknya tidak bersifat antagonis. Hal ini juga
menunjukkan bahwa skenario sederhana sekalipun dapat menimbulkan konflik
berlapis.
Apa Itu Teori Konflik?
Teori
konflik merupakan teori sosiopolitik yang banyak dikaitkan dengan Karl Marx.
Teori ini berupaya menjelaskan peristiwa-peristiwa politik dan ekonomi dalam
kaitannya dengan perjuangan berkelanjutan atas sumber daya yang terbatas. Dalam
perjuangan ini, Marx menekankan hubungan antagonistik antara kelas-kelas
sosial, khususnya hubungan antara pemilik modal—yang disebut Marx sebagai
“borjuasi”—dan kelas pekerja, yang ia sebut sebagai “proletariat”. Teori
konflik mempunyai pengaruh yang besar terhadap pemikiran abad ke-19 dan ke-20
dan terus mempengaruhi perdebatan politik hingga saat ini.1
Apa Saja Kritik Umum
terhadap Teori Konflik?
Salah
satu kritik umum terhadap teori konflik adalah bahwa teori ini gagal menangkap
bagaimana interaksi ekonomi dapat saling menguntungkan berbagai kelas yang
terlibat. Misalnya, teori konflik menggambarkan hubungan antara pengusaha dan
pekerja sebagai salah satu konflik, dimana pengusaha ingin membayar upah
sesedikit mungkin atas tenaga kerja pekerjanya, sedangkan pekerja ingin
memaksimalkan upahnya. Namun dalam praktiknya, seringkali hubungan antara
pekerja dan pengusaha mempunyai hubungan yang harmonis. Selain itu,
lembaga-lembaga seperti program pensiun dan kompensasi berbasis saham dapat
semakin mengaburkan batasan antara pekerja dan perusahaan dengan memberikan
pekerja tambahan kepentingan dalam keberhasilan perusahaan mereka.
Siapa yang Dipuji karena
Penemu Teori Konflik?
Para
filsuf dan sosiolog telah lama menggunakan teori konflik untuk menganalisis
masyarakat.
Teori
konflik Marxis mengacu pada teori konflik seperti yang dikemukakan oleh filsuf
politik abad ke-19, yang memimpin perkembangan komunisme sebagai aliran
pemikiran di bidang ekonomi. Dua karya Karl Marx yang paling terkenal adalah The Communist Manifesto ,
yang diterbitkannya pada tahun 1848; dan Das
Kapital , diterbitkan pada tahun 1867. Meskipun ia hidup pada abad
ke-19, Marx mempunyai pengaruh besar terhadap politik dan ekonomi pada abad
ke-20 dan secara umum dianggap sebagai salah satu pemikir paling berpengaruh
dan kontroversial dalam sejarah.
Sumber Artikel
Investopedia
requires writers to use primary sources to support their work. These include
white papers, government data, original reporting, and interviews with industry
experts. We also reference original research from other reputable publishers
where appropriate. You can learn more about the standards we follow in
producing accurate, unbiased content in our editorial policy.
1. University of North Carolina, Pembroke. "Social Work Theories."
2. OpenEd CUNY. "Theoretical Perspectives on Society: Karl Marx and
Conflict Theory."
3. Stanford University, Stanford Encyclopedia of Philosophy. "Karl Marx."
4. OpenEd CUNY. "Theoretical Perspectives: Conflict Theory."
5. University of Minnesota Duluth. "Sociological Theory: The Basics of Conflict Theory."
6. Alan Sears and James Cairns. “A Good Book, In Theory.” Pages 40-41.
University of Toronto Press, 2015.
Sumber :
Conflict Theory Definition, Founder, and Examples (investopedia.com)