Perkembangan suatu
bangsa erat hubungannya
dengan masalah pendidikan.
Pendidikan adalah sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman,
dan cara bertingkahlaku yang sesuai
dengan kebutuhan. Pendidikan diharapkan
mampu menghasilkan output yang
berkualitas dari berbagai macam
karakteristik input yang masuk. Pendidikan
tersebut mempunyai fungsi yang harus
diperhatikan. Fungsi tersebut dapat dilihat pada UU No.20 tahun 2003 Pasal 4
tentang sistem pendidikan nasional bahwa:
Pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman
dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif,
mandiri dan menjadi
warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Untuk
mengamankan, mendukung dan melaksanakan Undang-undang tersebut diperlukan kerja
sama yang baik antara pemerintah (sekolah ), masyarakat dan keluarga, yang sering disebut Tiga Pusat
Pendidikan. Tujuan tersebut bisa terwujud apabila ada
keseriusan dari semua komponen yang terkait dalam pelaksanaannya, yaitu dari
pemerintah sendiri, keluarga yang mempunyai anak, dan masyarakat. Pemerintah
untuk melaksanakan UUSPN tersebut sudah berupaya mempersiapkan segala unsur
pendukungnya antara lain. Kurikulum pendidikan disemua jenjang
pendidikan diperbaharuhi sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan zaman, tenaga
pengajar/guru ditingkatkan kemampuannya melalui pendidikan dan latihan/diklat
dan penataran-penataran serta seminar-seminar pendidikan, buku-buku pegangan
baik pegangan guru maupun pegangan murid diperbaharui dan didistribusikan ke
sekolah-sekolah.
Ketika Ilmu Pengetahuan masih terbatas, ketika penemuan
hasil-hasil teknologi belum berkembang hebat seperti sekarang ini, maka peran
guru di sekolah adalah menyampaikan Ilmu Pengetahuan sebagai warisan kebudayaan
masa lalu yang dianggap berguna sehingga harus dilestarikan. Dalam kondisi demikian
guru berperan sebagai sumber belajar (learning resources) bagi siswa. Siswa
akan belajar apa yang keluar dari mulut guru. Oleh karena itu, ada pepatah yang
menyebutkan bagaimanapun pintarnya siswa, maka tidak mungkin dapat
mengalahkan pintarnya guru. Pertanyaannya adalah, Apakah kondisi seperti ini
masih tetap mau dipertahankan ? Apakah Ilmu Pengetahuan sebagai warisan masa
lalu yang harus dikuasai itu hanya dapat dipelajari dari mulut guru ? Tentu
saja tidak. Dalam abad teknologi dan informasi ini siswa dapat mempelajarinya
dari berbagai sumber.
Saat ini, kita
memasuki abad XXI, suatu era dengan tuntutan yang lebih rumit dan menantang,
suatu era dengan spesifikasi tertentu yang ternyata sangat besar pengaruhnya
terhadap segala aspek kehidupan manusia. Dunia Pendidikan mendapat sorotan yang
sangat tajam berkaitan dengan tuntutan untuk menghasilkan sumber daya manusia
yang mampu hidup di era XXI. Tuntutan yang diarahkan ke dunia pendidikan ini,
diakibatkan oleh perkembangan yang luar biasa dalam Ilmu Pengetahuan, khususnya
dalam psikologi belajar/ pendidikan dan teknologi pendidikan. Dampaknya sangat nyata
pada perubahan cara pandang manusia terhadap manusia, cara pandang terhadap
pendidikan dan belajar, perubahan peran pendidik serta perubahan pola hubungan
pendidik dan subyek didik. Sebagian ada yang berpacu dengan perubahan dan
sebagian memutuskan untuk menjadi penonton saja, dengan resiko ditinggalkan
oleh perubahan itu.
Sumber daya
manusia yang bisa hidup di abad XXI adalah manusia yang benar-benar unggul.
Manusia unggul yang dimaksud adalah manusia yang memiliki kompetensi yang
dibutuhkan untuk memasuki kehidupan, khususnya dunia kerja di abad XXI. Menurut
I Nyoman S. Degeng ( Degeng , 2005 ) Kompetensi yang harus dimiliki oleh
manusia yang disebut unggul adalah : 1) Berpikir kreatif-produktif, 2)
Pengambilan keputusan, 3) Pemecahan masalah, 4) Belajar bagaimana belajar, 5)
Kolaborasi, 6) Pengelolaan diri.
Oleh karena
itu, tujuan pendidikan dan sekaligus strategi pendidikan harus mengarah ke
pembentukan kompetensi tersebut. Strategi pendidikan untuk menghasilkan manusia
yang bisa hidup di abad XXI haruslah
yang berangkat dari landasan teoritik yang cocok, yaitu yang lebih memberi
peluang setiap siswa dapat mengalami growt in learning. Satu unsur penting yang berkaitan dengan
strategi pendidikan ini adalah bagaimana menata lingkungan agar belajar benar-benar
merupakan aktivitas yang menggairahkan.
Tetapi,
kenyataannya menurut (http://edukasi.kompas.com/read /2011/03/02/18555569/Indeks
pendidikan Indonesia menurun)
sebagaimana dijelaskan berikut ini ;:
“Indeks pembangunan
pendidikan untuk semua atau education
for all di Indonesia menurun. Jika pada 2010 lalu Indonesia berada
di peringkat 65, tahun ini merosot ke peringkat 69.
Berdasarkan data dalam
Education For All (EFA) Global Monitoring Report 2011: The Hidden Crisis, Armed
Conflict and Education yang dikeluarkan Organisasi Pendidikan, Ilmu
Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) yang
diluncurkan di New York, Senin (1/3/201) waktu setempat, indeks pembangunan
pendidikan atau education
development index (EDI) berdasarkan data tahun 2008 adalah 0,934.
Nilai itu menempatkan Indonesia di posisi ke-69 dari 127 negara di dunia.
EDI dikatakan tinggi jika
mencapai 0,95-1. Kategori medium berada di atas 0,80, sedangkan kategori rendah
di bawah 0,80.
Global Monitoring Report
dikeluarkan setiap tahun yang berisi hasil pemonitoran reguler pendidikan
dunia. Indeks pendidikan tersebut dibuat dengan mengacu pada enam tujuan
pendidikan EFA yang disusun dalam pertemuan pendidikan global di Dakar,
Senegal, tahun 2000.
Saat ini Indonesia masih
tertinggal dari Brunei Darussalam yang berada di peringkat ke-34. Brunai
Darussalam masuk kelompok pencapaian tinggi bersama Jepang, yang mencapai posisi
nomor satu dunia.
Adapun Malaysia berada di
peringkat ke-65 atau masih dalam kategori kelompok pencapaian medium seperti
halnya Indonesia. Posisi Indonesia jauh lebih baik dari Filipina (85), Kamboja
(102), India (107), dan Laos (109).
Total nilai EDI itu
diperoleh dari rangkuman perolehan empat kategori penilaian, yaitu angka
partisipasi pendidikan dasar, angka melek huruf pada usia 15 tahun ke atas,
angka partisipasi menurut kesetaraan jender, dan angka bertahan siswa hingga
kelas V sekolah dasar (SD).
Penurunan EDI Indonesia
yang cukup tinggi tahun ini terjadi terutama pada kategori penilaian angka
bertahan siswa hingga kelas V SD. Kategori ini untuk menunjukkan kualitas
pendidikan di jenjang pendidikan dasar yang siklusnya dipatok sedikitnya lima
tahun”.
Dari data-data
diatas dapat dilihat
bahwa kualitas pendidikan mengalami penurunan
yang pada tahun
2010 indeks pendidikan Indonesia berada pada urutan 65 dan pada
tahun 2011 Indonesia berada pada urutan
69 dari 127 negara yang
disurvei. Indonesia masih
tertinggal dari Brunei yang berada di
peringkat ke-34 yang masuk kelompok pencapaian tinggi bersama Jepang yang
mencapai posisi nomor
satu di dunia.
Sementara Malaysia berada di
peringkat ke-65. Posisi Indonesia jauh lebih
baik dari Filipina (85), Kamboja (102),
India (107), dan Laos (109). Jepang yang
mencapai posisi satu di dunia
mengadopsi pendidikan berbasis teknologi yang membedakan dengan Indonesia.
Sementara itu Prof. Dr. H. Nur Syam, M.Si. Rektor IAIN Sunan
Ampel yang disinyalir dalam (http://sunan-ampel.ac.id/in/kolom-akademisi/1327-indeks-pendidikan-indonesia.html)
menjelaskan ;
“ Pencapaian angka EDI Indonesia
ini tentu saja bukan sesuatu yang menggembirakan mengingat bahwa sebenarnya
pemerintah Indonesia memiliki peluang yang besar untuk peningkatan EDI ini.
Memang jika dibandingkan dengan beberapa negara Asia kita harus menyatakan
kalah, sebab pada tahun 1995 saja anggaran pendidikan negara tetangga seperti
Singapura, Malaysia, Thailand bahkan Filipina sudah berada jauh di atas
anggaran pendidikan Indonesia. Kala itu anggaran pendidikan Indonesia baru
sebesar 10,2 persen dari APBN, sementara Singapura sudah mencapai angka 21
persen.
Tetapi besaran anggaran
bukanlah pengungkit utama di dalam perubahan pendidikan. Bagi bangsa Indonesia
yang besar dengan jumlah pulau, penduduk dan juga varian-varian suku dan
sebagainya juga menjadi persoalan khusus di dalam peningkatan EDI ini. Jika di
Jawa kita bisa melihat perkembangan pendidikan yang sangat baik, akan tetapi
ketika kita melihat kondisi pendidikan di daerah terpencil, maka kita
harus menyatakan bahwa pendidikan Indonesia memang belum maju.
Kita masih melihat gap
antara kualitas pendidikan di Jawa dengan wilayah lain. Pembangunan yang lebih
terkonsentrasi di wilayah barat dengan berbagai dukungan potensi dan sumber
daya mengakibatkan adanya kesenjangan tersebut. Dan akibatnya tentu saja EDI
kita belum bisa masuk ke jajaran grade tinggi, sebab perimbangan kualitas
pendidikan yang tidak balance. Jadi meskipun di wilayah barat maju akan tetapi
di wilayah timur terpuruk. Akibatnya peringkatnya juga masih berada pada
kategori medium.
Sesuai dengan konsepsi
UNESCO, bahwa pembelajaran adalah to know, to do, to be dan to live
together. Artinya bahwa pendidikan tidak hanya untuk kepentingan meningkatkan
pengetahuan dan bahkan kerja, akan tetapi lebih jauh adalah untuk kepentingan
membangun hidup bersama. Itulah akhirnya diputuskan bahwa yang menjadi sasaran
pendidikan bukan hanya kecerdasan intelektual, akan tetapi juga kecerdasan
social dan kecerdasan spiritual. Pendidikan harus bisa mengarahkan anak
didiknya untuk mencapai kecerdasan spiritual ini.
Pendidikan adalah modal
bangsa untuk pembangunan berkelanjutan. Makanya, investasi pendidikan merupakan
kemutlakan bagi bangsa ini jika ke depan ingin sejajar dengan bangsa-bangsa
lain. Itulah sebabnya pendidikan harus dilakukan dengan kreatif dan inovatif.
Untuk kepentingan ini maka perlu dikembangkanlah pendidikan soft skill
selain menempa aspek hard skill-nya.
Dari sisi hard skill,
mungkin relevansinya juga masih dipertanyakan, sebab kebanyakan lembaga
pendidikan tinggi hanya mengusung dimensi kognitif di dalam proses pembelajaran,
selain sentuhannya yang hanya bercorak teoretik. Di dalam hal ini, maka
sesungguhnya diperlukan sinergi antara berbagai komponen agar tujuan pendidikan
untuk mencetak manusia Indonesia yang professional dan paripurna akan dapat
dicapai. Program link and match yang pernah menjadi isu di dalam dunia
pendidikan, saya kira layak untuk dibuka kembali.
Saya terus
terang menghargai inovasi yang dikembangkan misalnya oleh President University
yang melakukan program link and match dengan dunia perusahaan yang ada di
sekitarnya. Melalui kerjasama tersebut, maka gambaran tentang profesionalitas
dan dunia kerja tersebut sudah ada di depan mata. Hanya yang perlu ditambahkan
adalah soft skill, yaitu pendidikan yang mengarah kepada bagaimana living
together dalam paket to live together bisa diarahkan” .
Menyadari
kondisi di atas, pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mengembangkan
standar kompetensi guru dan sertifikasi guru, antara lain dengan disahkannya
undang-undang guru dan dosen yang ditindaklanjuti dengan peraturan pemerintah
tentang guru dan dosen, yang kesemuanya itu dilakukan untuk meningkatkan
profesionalisme dan kompetensi guru.
Guru sebagai
ujung tombak pelaksanaan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional harus senantiasa berupaya
meningkatkan kemampuan dirinya melalui Kelompok Kerja Guru (KKG), dimana dalam
forum tersebut segala persoalan guru dalam bidang pendidikan diungkapkan, dimusyawarahkan,
dicari pemecahan/solusinya serta diupayakan bagaimana penerapannya di sekolah.
Di sekolah dalam kegiatan pembelajaran, guru menerapkan berbagai metode,
menggunakan media pendidikan yang lengkap dan sesuai kebutuhan, tampil di depan
siswanya dengan simpatik, bertutur kata yang baik yang mencerminkan seorang
pendidik, memberikan pelajaran tambahan atau les bagi siswa yang membutuhkan,
memberikan pelajaran perbaikan bagi siswa yang prestasinya rendah, memberikan
pelajaran pengayaan bagi siswa yang prestasinya baik dan memberikan latihan
ketrampilan sebagai langkah peningkatan penguasaan konsep dasar bagi siswanya
serta berbagai upaya lainnya. Semua upaya yang dilakukan guru adalah dalam
rangka melaksanakan layanan bimbingan belajar bagi siswanya agar siswa dengan
mudah mampu menerima, memahami, dan menguasai materi pelajaran yang harus
dikuasainnya, sehingga siswa akan mampu mengerjakan tugas-tugas atau soal-soal
dengan baik. Harapan yang ingin dicapai oleh guru dengan semua upayanya
tersebut adalah mewujudkan siswa yang berprestasi dalam belajarnya, yang
diwujudkan dalam bentuk nilai yang tinggi, yang kelak dapat menjadi modal
melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, sehingga para siswa dapat
mencapai cita-citanya.
Dengan
memiliki bekal ilmu pengetahuan yang luas siswa akan mampu menguasai teknologi
yang sudah maju dengan pesatnya. Selain memberikan pendidikan umum, sekolah
juga memberikan pendidikan agama. Diberikannya pendidikan agama di
sekolah diharapkan para siswa kelak akan menjadi orang-orang yang beriman
kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehingga lengkaplah mereka akan menjadi orang yang
menguasai IPTEK (ilmu pengetahuan dan teknologi) dan Imtak (iman dan
takwa) sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang
Sistim Pendidikan Nasional.
Pendidikan menurut
bentuknya dibedakan menjadi
dua, yaitu pendidikan formal
dan pendidikan non
formal. Pendidikan formal
adalah pendidikan yang berlangsung secara
teratur, bertingkat dan berkesinambungan. Sedangkan
pendidikan non formal
adalah pendidikan yang dilakukan
secara tertentu tetapi tidak mengikuti peraturan yang ketat.
Sekolah sebagai
lembaga formal yang
menyelenggarakan pendidikan bagi
siswa. Sebagai penyelenggara pendidikan
formal, sekolah mengadakan kegiatan secara berjenjang dan berkesinam bungan. Di samping itu
sekolah sebagai lembaga pendidikan
formal juga berusaha
semaksimal mungkin untuk meningkatkan
prestasi belajar anak
didiknya. Dalam proses
belajar mengajar terdapat banyak
hal yang mendukung dan saling berkaitan
dalam dunia pendidikan dan proses belajar mengajar.
Keberhasilan proses
belajar mengajar merupakan
hal utama yang didambakan dalam
pelaksanaan pendidikan di
sekolah. Tujuan proses pembelajaran diperolehnya hasil
optimal melalui optimalisasi proses pembelajaran tersebut, diharapkan para peserta didik dapat meraih
prestasi belajar yang optimal
dan memuaskan. Keberhasilan
maupun kegagalan belajar tersebut
ditandai dengan prestasi belajar yang dicapai seseorang dalam suatu usaha
belajar.
Salah satu
indikator untuk melihat
kualitas pendidikan
diantaranya dengan melihat
prestasi belajar siswa.
Realisasinya adalah peningkatan prestasi belajar, baik ditingkat dasar, sekolah menengah maupun di sekolah tingkat atas.
Banyak faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, faktor-faktor itu
dapat berasal dari anak sendiri (internal), misalnya daya minat
siswa atau daya kreativitas siswa itu
sendiri, sedangkan dari luar diri anak (eksternal) misalnya dari
sekolah, media pengajaran yang digunakan
dalam mendukung peningkatan
prestasi belajar siswa.
Jadi tidak ada
faktor tunggal yang berdiri sendiri menentukan prestasi belajar
seseorang.
Prestasi belajar
merupakan suatu masalah
dalam sejarah kehidupan
manusia menurut bidang
dan kemampuannya
masing-masing. Kata prestasi belajar berasal dari bahasa Belanda "prestatic" yang
berarti hasil usaha. Dan Marhijanto (2000:312),
menyatakan Prestasi belajar
sebagai bentuk penilaian yang diperoleh dari kegiatan persekolahan yang bersifat kognitif dan biasanya
ditentukan melalui pengukuran dan
penilaian.
Prestasi belajar
merupakan hasil dari
usaha belajar, semakin
baik usahanya maka semakin baik pula prestasi yang diraih. Tirtonegoro
(2001:43), menyatakan “Prestasi Belajar merupakan hasil dari pengukuran serta
penilaian usaha belajar yang dinyatakan dalam bentuk angka,
huruf, maupun kalimat yang
dapat mencerminkan hasil yang sudah
dicapai oleh setiap siswa dalam periode
tertentu”. Dan dapat di simpulkan
bahwa prestasi belajar merupakan hasil dari usaha belajar yang
berupa nilai.
Keberhasilan belajar
siswa dapat dilihat
dari prestasi belajarnya. Keunggulan prestasi
belajar selalu menjadi
penilaian utama masyarakat terhadap suatu sekolah atau
lembaga pendidikan. Hal ini tidak
terlepas dari keberhasilan pelaksanaan
proses belajar mengajar.
Prestasi belajar
menentukan berhasil tidaknya pendidikan, karena
itu prestasi memiliki fungsi yang penting bagi siswa dalam proses
belajar. Fungsi prestasi juga dapat
menentukan suatu kualitas
dalam dunia pendidikan, karena dengan prestasi akan dapat
diketahui seberapa besar mutu dan kualitas yang dimiliki oleh siswa maupun
sekolah.
Prestasi belajar yang dicapai
oleh siswa menunjukkan
sejauh mana siswa mampu memahami dan menguasai bahan pelajaran yang disampaikan oleh guru. Dengan melihat prestasi belajar
yang dicapai siswa, maka dapat
dilakukan evaluasi mengenai
hal-hal yang menyebabkan
siswa kurang memahami dan
menguasai materi pelajaran.
Prestasi juga sebagai tendensi keingintahuan yang
merupakan kebutuhan umum manusia. Siswa yang ingin mencapai kepuasan
belajar, mereka akan
mempeoleh prestasi belajar
yang lebih baik dengan cara yang tekun dan giat dalam belajar.
Prestasi belajar dapat
dijadikan sebagai pendorong bagi siswa
dalam meningkatkan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Selain
itu prestasi juga sebagai bahan evaluasi dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan karena
prestasi yang telah diraih oleh siswa
digunakan sebagai tolok ukur tingkat produktivitas
suatu institusi pendidikan dan kesuksesan siswa dalam belajar.
Dalam dunia
pendidikan guru memegang
peranan penting, karena guru terlibat langsung dalam
pembentukan dan pengembangan intelektual dan kepribadian siswa.
Oleh karena itu,
guru sering dijadikan
tokoh teladan bahkan dijadikan
tokoh identitas diri, dengan demikian guru
harus memiliki perilaku dan
kemampuan yang memadai
untuk melaksanakan tugasnya dengan baik. Untuk mendapatkan hasil
yang optimal khususnya
dalam proses belajar mengajar
yanng berlangsung di
sekolah banyak dipengaruhi
oleh komponen-komponen guru dalam
mengajar tersebut. Komponen
tersebut meliputi
keterampilan membuka pelajaran,
menggunakan metode yang bervariasi, keterampilan dalam menggunakan media,
keterampilan memberi penguatan, keterampilan
verbal dan non
verbal, keterampilan bertanya, melakukan penjajagan
dan menutup pelajaran.
Hal ini akan
menunjukkan keterampilan guru dalam mengajar.
Harapan
tersebut dapat terwujud apabila siswa memiliki motivasi belajar yang
tinggi. Teman-teman di sekolah yang baik juga bisa mempengaruhi motivasi
belajar teman sekelasnya. Warga masyarakat yang berpendidikan,
berwawasan luas dan memiliki cita-cita mmemajukan lingkungan khususnya dan
bangsanya pada umumnya juga merupakan sumbangan yang tak ternilai bagi
perkembangan kemajuan belajar para siswa, utamanya dalam mendorong para siswa
untuk memiliki motivasi belajar yang tinggi. Sekolah yang berkualitas,
guru-guru yang memiliki kompetensi dan komitmen yang tinggi dan disiplin terhadap
tugasnya, teman-teman yang baik, orang tua yang
berpendidikan dan berpandangan luas dan disiplin dalam mendidik anak, warga
masyarakat yang mendukung belajar siswa dan berpandangan maju, merupakan dampak
berhasilnya cita-cita lembaga pendidikan untuk mencapai tujuan nasional yang
ingin dicapai sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional.
Persepsi adalah
pengamatan tentang objek peristiwa
atau hubungan yang diperoleh
dengan menyimpulkan informasi dan penafsiran kesan-kesan sehingga pengamatan
dapat dikatakan sebagai
pintu gerbang masuknya pengaruh dari
luar. Suatu interaksi
belajar mengajar didalamnya
terdapat partisipasi siswa yang
satu dengan yang
lain berbeda-beda dalam
hal keaktifannya. hal ini
disebabkan oleh persepsi siswa mengenai kompetensi guru yang berbeda-beda pula. Ada sikap siswa
yang terlibat aktif dalam suatu interaksi edukatif juga ada pula siswa yang bersikap kurang aktif. Siswa akan aktif dalam proses belajar mengajar jika kemampuan
gurunya baik dan dan sikap kurang aktif
dalam proses pembelajaran jika kemampuan gurunya tidak baik.
Dengan adanya kompetensi
guru yang baik maka akan memberikan persepsi siswa
yang baik pula sehingga
tercipta keberhasilan siswa
dalam belajar. Kompetensi menurut UU No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, bahwa “kompetensi
adalah seperangkat pengetahuan,
ketrampilan, dan perilaku yang
harus dimiliki, dihayati
dan dikuasai oleh
guru dalam melaksanakan tugas
keprofesionalnya”. Menurut Muhibbin
(2004:30) “kompetensi adalah kemampuan,
kecakapan, keadaan berwenang,
atau memenuhi syarat menuntut
ketentuan hukum”.
Guru yang memiliki kemampuan atau
dengan kata lain
guru yang
profesional akan dapat menyelenggarakan proses
pembelajaran dan penilaian
objektif bagi siswa, sehingga dapat mendorong tumbuhnya
kreatifitas belajar pada diri siswa. Jadi disini, persepsi siswa mengenai
kompetensi guru adalah sejauh mana guru itu dapat mencapai
keberhasilan dalam proses
belajar mengajar. Karena
akan menimbulkan persepsi siswa
terkait dengan penglihatanya terhadap seorang guru. Faktor tersebut kemudian akan
dirangsang dan menantang siswa untuk terlibat
penuh dalam proses
belajar mengajar. Sehingga
disini pencapaian prestasi
belajar tergantung pada kompetensi yang
dimiliki oleh seorang guru dalam
pembelajaran. Jika guru
mempunyai kompetensi yang
baik maka, prestasi belajar siswa
dapat berubah menjadi lebih baik lagi.