Tafsir QS.Al-Baqoroh
Ayat 224 - 227
Hukum Tentang Sumpah 'Ila Dan Yang Berhubungan Dengannya
وَلَا تَجْعَلُوا۟ ٱللَّهَ
عُرْضَةًۭ لِّأَيْمَٰنِكُمْ أَن تَبَرُّوا۟ وَتَتَّقُوا۟ وَتُصْلِحُوا۟ بَيْنَ
ٱلنَّاسِ ۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌۭ ﴿البقرة: 224﴾
Jangahlah
kamu jadikan (nama) Allah dalam sumpahmu sebagai penghalang untuk berbuat
kebajikan, bertakwa dan mengadakan ishlah di antara manusia. Dan Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui.
v
Ayat ini memperingatkan manusia agar berhati-hati mem-pergunakan nama Allah dalam
bersumpah. Jangan berani bersumpah
dengan menyebut nama Allah untuk hal-hal yang tidak baik dan yang dilarang oleh
agama, sebab nama Allah sangat mulia dan harus diagungkan. Diriwayatkan oleh
Ibnu Jarir bahwa sebab turunnya ayat 224 ini, ialah ketika Abu Bakar bersumpah
dengan menyebut nama Allah, bahwa ia tidak akan membantu lagi seorang
kerabatnya (an-Nur/24 :22) yang bernama Mistah yang turut menyiarkan kabar
bohong menjelek-jelekkan nama Aisyah istri Rasulullah saw. Riwayat yang
mencemarkan nama baik Aisyah oleh orang-orang munafik disebut hadisul-ifki
(kabar bohong). Dalam ayat ini dilarang bersumpah untuk tidak berbuat baik atau
tidak bertakwa atau tidak mengadakan islah di antara manusia. Kalau sumpah
seperti itu sudah diucapkan, wajib dilanggar (dibatalkan), sebab sumpah
tersebut tidak pada tempatnya, tetapi sesudah sumpah itu dilanggar, harus
ditebus dengan membayar kafarat, yaitu memerdekakan seorang budak atau memberi
makan sepuluh orang miskin atau memberi pakaian kepada mereka atau kalau tak
sanggup, berpuasa selama 3 hari. Allah selalu mendengar dan mengetahui apa yang
diucapkan dan dikerjakan oleh setiap orang. Bersumpah yang hanya ucapan lidah saja
tanpa sungguh-sungguh tidaklah akan dihukum Allah. Tapi sumpah yang keluar dari
hati dan diucapkan oleh lidah akan dinilai sebagai sumpah.
v
Usai menjelaskan hubungan harmonis suami-istri
dalam rumah tangga, Allah menjelaskan adanya hubungan kurang harmonis antara
keduanya yang sengaja ditutup-tutupi melalui sumpah. Dan janganlah kamu jadikan
nama Allah selalu disebut-sebut dalam sumpahmu lantaran sumpah itu kamu jadikan
sebagai penghalang untuk berbuat kebajikan, bertakwa dan menciptakan kedamaian
di antara manusia. Mengucapkan sumpah atas nama Allah untuk tidak mengerjakan
perbuatan baik, seperti "Demi Allah, aku tidak akan membantu anak
yatim", dilarang oleh agama. Jika telanjur diucapkan maka sumpah itu harus
dibatalkan dengan membayar kafarat atau denda berupa salah satu dari tiga
pilihan, yakni memberi makan sepuluh orang miskin sekali makan, memberi pakaian
kepada mereka, memerdekakan budak, atau puasa tiga hari, seperti dijelaskan
dalam Surah al-Ma;'idah/5: 89. Allah Maha Mendengar apa yang kamu ucapkan, Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
لَّا يُؤَاخِذُكُمُ ٱللَّهُ
بِٱللَّغْوِ فِىٓ أَيْمَٰنِكُمْ وَلَٰكِن يُؤَاخِذُكُم بِمَا كَسَبَتْ قُلُوبُكُمْ
ۗ وَٱللَّهُ غَفُورٌ حَلِيمٌۭ ﴿البقرة: 225﴾
Allah
tidak menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah),
tetapi Allah menghukum kamu disebabkan (sumpahmu) yang disengaja (untuk
bersumpah) oleh hatimu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.
v
Ayat ini memperingatkan manusia agar berhati-hati mem-pergunakan nama Allah dalam
bersumpah. Jangan berani bersumpah
dengan menyebut nama Allah untuk hal-hal yang tidak baik dan yang dilarang oleh
agama, sebab nama Allah sangat mulia dan harus diagungkan. Diriwayatkan oleh
Ibnu Jarir bahwa sebab turunnya ayat 224 ini, ialah ketika Abu Bakar bersumpah
dengan menyebut nama Allah, bahwa ia tidak akan membantu lagi seorang
kerabatnya (an-Nur/24 :22) yang bernama Mistah yang turut menyiarkan kabar
bohong menjelek-jelekkan nama Aisyah istri Rasulullah saw. Riwayat yang
mencemarkan nama baik Aisyah oleh orang-orang munafik disebut hadisul-ifki (kabar
bohong). Dalam ayat ini dilarang bersumpah untuk tidak berbuat baik atau tidak
bertakwa atau tidak mengadakan islah di antara manusia. Kalau sumpah seperti
itu sudah diucapkan, wajib dilanggar (dibatalkan), sebab sumpah tersebut tidak
pada tempatnya, tetapi sesudah sumpah itu dilanggar, harus ditebus dengan
membayar kafarat, yaitu memerdekakan seorang budak atau memberi makan sepuluh
orang miskin atau memberi pakaian kepada mereka atau kalau tak sanggup,
berpuasa selama 3 hari. Allah selalu mendengar dan mengetahui apa yang
diucapkan dan dikerjakan oleh setiap orang. Bersumpah yang hanya ucapan lidah
saja tanpa sungguh-sungguh tidaklah akan dihukum Allah. Tapi sumpah yang keluar
dari hati dan diucapkan oleh lidah akan dinilai sebagai sumpah.
v
Setelah menjelaskan
larangan bersumpah untuk tidak berbuat baik,
Allah pada ayat ini menjelaskan jenis sumpah lain. Allah tidak menghukum dengan
memberi sanksi berupa kafarat terhadap kamu karena sumpahmu yang diucapkan
dengan tidak kamu sengaja, yakni ucapan sumpah namun tidak ada maksud
bersumpah, tetapi Dia menghukum kamu dengan memberi sanksi atau mengazab di
akhirat karena niat yang terkandung dalam hatimu, yakni bila kamu bersumpah
untuk meyakinkan orang lain. Allah Maha Pengampun atas sumpah yang telah kamu
ucapkan, Maha Penyantun dengan tidak segera mengazab orang yang berbuat dosa
agar mereka sadar dan bertobat.
لِّلَّذِينَ يُؤْلُونَ مِن
نِّسَآئِهِمْ تَرَبُّصُ أَرْبَعَةِ أَشْهُرٍۢ ۖ فَإِن فَآءُو فَإِنَّ ٱللَّهَ
غَفُورٌۭ رَّحِيمٌۭ ﴿البقرة: 226﴾
Kepada
orang-orang yang meng-ilaa' isterinya diberi tangguh empat bulan (lamanya).
Kemudian jika mereka kembali (kepada isterinya), maka sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.
v
Ayat ini berhubungan dengan seseorang yang
bersumpah tidak akan mencampuri istrinya,
seperti, "Demi Allah, aku tidak akan bersetubuh dengan engkau lagi."
Sumpah seperti ini disebut ila'. Dalam hal ini, istri tentu akan tersiksa dan
menderita, karena tidak digauli dan tidak pula dicerai (ditalak). Hal seperti
ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut, sebab perbuatan semacam ini perbuatan
zalim. Bila sudah dekat empat bulan lamanya sesudah bersumpah itu, suami harus
mengambil keputusan apakah ia akan kembali bergaul sebagai suami-istri atau
bercerai. Kalau suami mengambil keputusan kembali berbaik dengan istrinya, maka
itulah yang lebih baik, tetapi dia harus membayar kafarat sumpah. Dia harus
mengatur rumah tangganya kembali, mendidik anaknya dan tidak boleh diulangi
lagi sumpah yang seperti itu. Tapi kalau dia bermaksud untuk menceraikan, maka
ceraikanlah secara baik, jangan sampai istri itu teraniaya, sebab Allah Maha
Mendengar, Maha Mengetahui.
v
Bagi orang laki-laki yang meng-ila' istrinya,
yaitu bersumpah tidak akan mencampuri istri, dan lantaran sumpah tersebut seorang istri
menderita karena tidak dicampuri dan tidak pula diceraikan; dalam kondisi ini maka
istri harus menunggu empat bulan sebagai batas atau tenggang waktu bagi istri
untuk menerima keputusan suami, apakah rujuk dengan membayar kafarat sumpah
atau cerai. Kemudian jika dalam masa empat bulan itu mereka kembali kepada
istrinya dan hidup bersama sebagai suami-istri dan saling memaafkan, maka
sungguh, Allah Maha Pengampun atas kesalahan yang telah mereka perbuat, Maha
Penyayang kepada hamba-hamba yang menyadari kesalahan mereka.
وَإِنْ عَزَمُوا۟ ٱلطَّلَٰقَ
فَإِنَّ ٱللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌۭ ﴿البقرة:227﴾
Dan jika
mereka berazam (bertetap hati untuk) talak, maka sesungguhnya Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui.
v
Ayat ini berhubungan dengan seseorang yang
bersumpah tidak akan mencampuri istrinya,
seperti, "Demi Allah, aku tidak akan bersetubuh dengan engkau lagi."
Sumpah seperti ini disebut ila'. Dalam hal ini, istri tentu akan tersiksa dan
menderita, karena tidak digauli dan tidak pula dicerai (ditalak). Hal seperti
ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut, sebab perbuatan semacam ini perbuatan
zalim. Bila sudah dekat empat bulan lamanya sesudah bersumpah itu, suami harus
mengambil keputusan apakah ia akan kembali bergaul sebagai suami-istri atau
bercerai. Kalau suami mengambil keputusan kembali berbaik dengan istrinya, maka
itulah yang lebih baik, tetapi dia harus membayar kafarat sumpah. Dia harus
mengatur rumah tangganya kembali, mendidik anaknya dan tidak boleh diulangi
lagi sumpah yang seperti itu. Tapi kalau dia bermaksud untuk menceraikan, maka
ceraikanlah secara baik, jangan sampai istri itu teraniaya, sebab Allah Maha
Mendengar, Maha Mengetahui.
v
Dan jika mereka berketetapan hati tanpa
keraguan hendak menceraikan istrinya maka mereka wajib mengambil keputusan yang
pasti, yaitu cerai, maka sungguh, Allah Maha Mendengar apa yang mereka ucapkan
dan Maha Mengetahui apa yang ada dalam hati mereka. Penyebutan dua sifat Allah
sekaligus mengisyaratkan bahwa talak atau perceraian dianggap sah apabila
diucapkan atau diikrarkan dengan jelas dan bukan karena paksaan.
TAFSIR
JALALAIN
v
{وَلَا تَجْعَلُوا اللَّه}
أَيْ الْحَلِف بِهِ {عُرْضَة} عِلَّة مَانِعَة {لِأَيْمَانِكُمْ} أَيْ نَصْبًا
لَهَا بِأَنْ تُكْثِرُوا الْحَلِف بِهِ {أَنْ} لَا {تَبَرُّوا وَتَتَّقُوا}
فَتُكْرَه الْيَمِين عَلَى ذَلِكَ وَيُسَنّ فِيهِ الْحِنْث وَيُكَفِّر بِخِلَافِهَا
عَلَى فِعْل الْبِرّ وَنَحْوه فَهِيَ طَاعَة {وَتُصْلِحُوا بَيْن النَّاس}
الْمَعْنَى لَا تَمْتَنِعُوا مِنْ فِعْل مَا ذُكِرَ مِنْ الْبِرّ وَنَحْوه إذَا
حَلَفْتُمْ عَلَيْهِ بَلْ ائْتُوهُ وَكَفَّرُوا لِأَنَّ سَبَب نُزُولهَا
الِامْتِنَاع مِنْ ذَلِكَ {وَاَللَّه سَمِيع} لِأَقْوَالِكُمْ {عَلِيم}
بِأَحْوَالِكُمْ (224)
وَالْمُفَسِّرُونَ أَكْثَرُوا مِنَ
الْكَلَامِ فِي هَذِهِ الْآيَةِ، وَأَجْوَدُ مَا ذَكَرُوهُ وَجْهَانِ الْأَوَّلُ: وَهُوَ الَّذِي ذَكَرَهُ أَبُو مُسْلِمٍ الْأَصْفَهَانِيُّ، وَهُوَ
الْأَحْسَنُ أَنَّ قَوْلَهُ: وَلا تَجْعَلُوا اللَّهَ عُرْضَةً لِأَيْمانِكُمْ
نَهَى عَنِ الْجَرَاءَةِ عَلَى اللَّهِ بِكَثْرَةِ الْحَلِفِ بِهِ، لِأَنَّ مَنْ
أَكْثَرَ ذِكْرَ شَيْءٍ فِي مَعْنًى مِنَ الْمَعَانِي فَقَدْ جَعَلَهُ عُرْضَةً
لَهُ يَقُولُ الرَّجُلُ: قَدْ جَعَلْتَنِي عُرْضَةً لِلَوْمِكَ وَقَدْ ذَمَّ
اللَّهُ تَعَالَى مَنْ أَكْثَرَ الْحَلِفَ بِقَوْلِهِ: وَلا تُطِعْ كُلَّ حَلَّافٍ
مَهِينٍ [الْقَلَمِ: 10] وَقَالَ تَعَالَى:وَاحْفَظُوا أَيْمانَكُمْ
[الْمَائِدَةِ: 89] وَالْعَرَبُ كَانُوا يَمْدَحُونَ الْإِنْسَانَ بِالْإِقْلَالِ
مِنَ الْحَلِفِ وَالْحِكْمَةُ فِي الْأَمْرِ بِتَقْلِيلِ الْأَيْمَانِ أَنَّ مَنْ حَلَفَ فِي كُلِّ قَلِيلٍ وَكَثِيرٍ بِاللَّهِ انْطَلَقَ
لِسَانُهُ بِذَلِكَ وَلَا يَبْقَى لِلْيَمِينِ فِي قَلْبِهِ وَقْعٌ، فَلَا
يُؤْمَنُ إِقْدَامُهُ عَلَى الْيَمِينِ الْكَاذِبَةِ، فَيَخْتَلُّ مَا هُوَ
الْغَرَضُ الْأَصْلِيُّ فِي الْيَمِينِ، وَأَيْضًا كُلَّمَا كَانَ الْإِنْسَانُ
أَكْثَرَ تَعْظِيمًا لِلَّهِ تَعَالَى كَانَ أَكْمَلَ فِي الْعُبُودِيَّةِ وَمِنْ
كَمَالِ التَّعْظِيمِ أَنْ يَكُونَ ذِكْرُ اللَّهِ تَعَالَى أَجَلَّ وَأَعْلَى
عِنْدَهُ مِنْ أَنْ يَسْتَشْهِدَ بِهِ فِي غَرَضٍ مِنَ الْأَغْرَاضِ
الدُّنْيَوِيَّةِ.
وَأَمَّا قَوْلُهُ
تَعَالَى بَعْدَ ذَلِكَ: أَنْ تَبَرُّوا فَهُوَ عِلَّةٌ لِهَذَا النَّهْيِ،
فَقَوْلُهُ: أَنْ تَبَرُّوا أَيْ إِرَادَةَ أَنْ تَبَرُّوا، وَالْمَعْنَى:
إِنَّمَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ هَذَا لِمَا أَنَّ تَوَقِّيَ ذَلِكَ مِنَ الْبِرِّ
وَالتَّقْوَى وَالْإِصْلَاحِ، فَتَكُونُونَ يَا مَعْشَرَ الْمُؤْمِنِينَ بَرَرَةً
أَتْقِيَاءَ مُصْلِحِينَ فِي الْأَرْضِ غَيْرَ مُفْسِدِينَ.
فَإِنْ قِيلَ: وَكَيْفَ يَلْزَمُ مِنْ تَرْكِ الْحَلِفِ حُصُولُ
الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَالْإِصْلَاحِ بَيْنَ النَّاسِ؟.
قُلْنَا: لِأَنَّ
مَنْ تَرَكَ الْحَلِفَ لِاعْتِقَادِهِ أَنَّ اللَّهَ تَعَالَى أَجَلُّ وَأَعْظَمُ
أَنْ يُسْتَشْهَدَ بِاسْمِهِ الْعَظِيمِ فِي/ مَطَالِبِ الدُّنْيَا وَخَسَائِسِ
مَطَالِبِ الْحَلِفِ، فَلَا شَكَّ أَنَّ هَذَا مِنْ أَعْظَمِ أَبْوَابِ الْبِرِّ
وَأَمَّا مَعْنَى التَّقْوَى فَظَاهِرٌ أَنَّهُ اتَّقَى أَنْ يَصْدُرَ مِنْهُ مَا
يُخِلُّ بِتَعْظِيمِ اللَّهِ، وَأَمَّا الْإِصْلَاحُ بَيْنَ النَّاسِ فَمَتَى
اعْتَقَدُوا فِي صِدْقِ لَهْجَتِهِ، وَبُعْدِهِ عَنِ الْأَغْرَاضِ الْفَاسِدَةِ
فَيَقْبَلُونَ قَوْلَهُ فَيَحْصُلُ الصُّلْحُ بِتَوَسُّطِهِ.
التَّأْوِيلُ
الثَّانِي: قَالُوا: الْعُرْضَةُ عِبَارَةٌ عَنِ الْمَانِعِ، وَالدَّلِيلُ عَلَى صِحَّةِ هَذِهِ
اللُّغَةِ أَنَّهُ يُقَالُ: أَرَدْتُ أَفْعَلُ كَذَا فَعَرَضَ لِي أَمْرُ كَذَا،
وَاعْتَرَضَ أَيْ تَحَامَى ذَلِكَ فَمَنَعَنِي مِنْهُ، وَاشْتِقَاقُهَا مِنَ
الشَّيْءِ الَّذِي يُوضَعُ فِي عُرْضِ الطَّرِيقِ فَيَصِيرُ مَانِعًا لِلنَّاسِ
مِنَ السُّلُوكِ وَالْمُرُورِ وَيُقَالُ: اعْتَرَضَ فُلَانٌ عَلَى كَلَامِ
فُلَانٍ، وَجَعَلَ كَلَامَهُ مُعَارِضًا لِكَلَامٍ آخَرَ، أَيْ ذَكَرَ مَا
يَمْنَعُهُ مِنْ تَثْبِيتِ كَلَامِهِ، إِذَا عَرَفْتَ أَصْلَ الِاشْتِقَاقِ
فَالْعُرْضَةُ فُعْلَةٌ بِمَعْنَى الْمَفْعُولِ، كَالْقُبْضَةِ، وَالْغُرْفَةِ،
فَيَكُونُ اسْمًا لِمَا يُجْعَلُ مُعْرَضًا دُونَ الشَّيْءِ، وَمَانِعًا مِنْهُ،
فَثَبَتَ أَنَّ الْعُرْضَةَ عِبَارَةٌ عَنِ الْمَانِعِ، وَأَمَّا اللَّامُ فِي
قَوْلِهِ: لِأَيْمانِكُمْ فَهُوَ لِلتَّعْلِيلِ.
إِذَا عَرَفْتَ
هَذَا فَنَقُولُ: تَقْدِيرُ الْآيَةِ: وَلَا
تَجْعَلُوا ذِكْرَ اللَّهِ مَانِعًا بِسَبَبِ أَيْمَانِكُمْ مِنْ أَنْ تَبَرُّوا
أَوْ فِي أَنْ تَبَرُّوا، فَأُسْقِطَ حَرْفُ الْجَرِّ لِعَدَمِ الْحَاجَةِ
إِلَيْهِ بِسَبَبِ ظُهُورِهِ، قَالُوا: وَسَبَبُ نُزُولِ الْآيَةِ
أَنَّ الرَّجُلَ كَانَ يَحْلِفُ عَلَى تَرْكِ الْخَيْرَاتِ مِنْ صِلَةِ الرَّحِمِ،
أَوْ إِصْلَاحِ ذَاتِ الْبَيْنِ، أَوْ إِحْسَانٍ إِلَى أَحَدِ أَدْعِيَائِهِ ثُمَّ
يَقُولُ: أَخَافُ اللَّهَ أَنْ أَحْنَثَ فِي يَمِينِي فَيَتْرُكُ الْبِرَّ
إِرَادَةَ الْبِرِّ فِي يَمِينِهِ فَقِيلَ: لَا تَجْعَلُوا ذِكْرَ اللَّهِ
مَانِعًا بِسَبَبِ هَذِهِ الْأَيْمَانِ عَنْ فِعْلِ الْبِرِّ وَالتَّقْوَى هَذَا
أَجْوَدُ مَا ذَكَرَهُ الْمُفَسِّرُونَ وَقَدْ طَوَّلُوا فِي كَلِمَاتٍ أُخَرَ،
وَلَكِنْ لَا فَائِدَةَ فِيهَا فَتَرَكْنَاهَا، ثُمَّ قَالَ في آخِرِ الْآيَةِ:
وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ أَيْ: إِنْ حَلَفْتُمْ يَسْمَعُ، وَإِنْ تَرَكْتُمُ
الْحَلِفَ تَعْظِيمًا لِلَّهِ وَإِجْلَالًا لَهُ مِنْ أَنْ يُسْتَشْهَدَ بِاسْمِهِ
الْكَرِيمِ فِي الْأَعْرَاضِ الْعَاجِلَةِ فَهُوَ عَلِيمٌ عَالِمٌ بِمَا في قلوبكم
ونيتكم.( مفاتيح الغيب = التفسير الكبير)
v
{لَا يُؤَاخِذكُمْ اللَّه بِاللَّغْوِ} الْكَائِن {فِي أَيْمَانكُمْ}
وَهُوَ مَا يَسْبِق إلَيْهِ اللِّسَان مِنْ غَيْر قَصْد الْحَلِف نَحْو وَاَللَّه
وَبَلَى وَاَللَّه فَلَا إثْم عَلَيْهِ وَلَا كَفَّارَة {وَلَكِنْ يُؤَاخِذكُمْ
بِمَا كَسَبَتْ قُلُوبكُمْ} أَيْ قَصَدَتْهُ مِنْ الْأَيْمَان إذَا حَنِثْتُمْ
{وَاَللَّه غَفُور} لِمَا كَانَ مِنْ اللَّغْو {حليم} بتأخير العقوبة عن مستحقها
(225)
v
{للذين يؤولون مِنْ نِسَائِهِمْ} أَيْ يَحْلِفُونَ أَنْ لَا
يُجَامِعُوهُنَّ {تَرَبُّص} انْتِظَار {أَرْبَعَة أَشْهُر فَإِنْ فَاءُوا}
رَجَعُوا فِيهَا أَوْ بَعْدهَا عَنْ الْيَمِين إلَى الْوَطْء {فإن الله غَفُور}
لَهُمْ مَا أَتَوْهُ مِنْ ضَرَر الْمَرْأَة بِالْحَلِفِ {رَحِيم} بِهِمْ
(226)
v
{وَإِنْ عَزَمُوا الطَّلَاق} أَيْ عَلَيْهِ بِأَنْ لَا يَفِيئُوا
فَلْيُوقِعُوهُ {فَإِنَّ اللَّه سَمِيع} لِقَوْلِهِمْ {عَلِيم} بِعَزْمِهِمْ
الْمَعْنَى لَيْسَ لَهُمْ بَعْد تَرَبُّص مَا ذُكِرَ إلَّا الْفَيْئَة أَوْ
الطَّلَاق (227)
كِتَابُ الْأَيْمَانِ فِيهِ ثَلَاثَةُ
أَبْوَابٍ (روضة الطالبين وعمدة المفتين)
الْأَوَّلُ: فِي
نَفْسِ الْيَمِينِ وَلِلْأَئِمَّةِ عِبَارَاتٌ فِي حَقِيقَةِ الْيَمِينِ،
أَجْوَدُهَا وَأَصْوَبُهَا عَنِ الِانْتِقَاضِ وَالِاعْتِرَاضِ عِبَارَةُ
الْبَغَوِيِّ، قَالَ: الْيَمِينُ تَحْقِيقُ
الْأَمْرِ أَوْ تَوْكِيدُهُ بِذِكْرِ اسْمِ اللَّهِ تَعَالَى أَوْ صِفَةٍ مِنْ
صِفَاتِهِ. وَيَتَعَلَّقُ
بِالضَّبْطِ مَسَائِلُ إِحْدَاهَا: تَنْعَقِدُ الْيَمِينُ
عَلَى الْمُسْتَقْبَلِ وَالْمَاضِي، فَإِنْ حَلَفَ عَلَى مَاضٍ كَاذِبًا وَهُوَ
عَالِمٌ، فَهُوَ الْيَمِينُ الْغَمُوسُ، سُمِّيَتْ غَمُوسًا، لِأَنَّهَا تَغْمِسُ صَاحِبَهَا فِي الْإِثْمِ
أَوْ فِي النَّارِ، وَهِيَ مِنَ الْكَبَائِرِ، وَتَتَعَلَّقُ بِهَا الْكَفَّارَةُ.
فَإِنْ كَانَ جَاهِلًا، فَفِي وُجُوبِ
الْكَفَّارَةِ الْقَوْلَانِ: فِيمَنْ فَعَلَ
الْمَحْلُوفَ عَلَيْهِ نَاسِيًا.
الثَّانِيَةُ: مَنْ
سَبَقَ لِسَانُهُ إِلَى لَفْظِ الْيَمِينِ بِلَا قَصْدٍ، كَقَوْلِهِ فِي حَالَةِ غَضَبٍ أَوْ لَجَاجٍ أَوْ عَجَلَةٍ أَوْ
صِلَةِ كَلَامٍ: لَا وَاللَّهِ، وَبَلَى
وَاللَّهِ، لَا تَنْعَقِدُ يَمِينُهُ، وَلَا يَتَعَلَّقُ بِهِ كَفَّارَةٌ. وَلَوْ
كَانَ يَحْلِفُ عَلَى شَيْءٍ، فَسَبَقَ لِسَانُهُ إِلَى غَيْرِهِ، فَكَذَلِكَ.
وَهَذَا كُلُّهُ يُسَمَّى لَغْوَ الْيَمِينِ. وَإِذَا حَلَفَ وَقَالَ: لَمْ أَقْصِدِ الْيَمِينَ
صُدِّقَ، وَفِي الطَّلَاقِ وَالْعَتَاقِ وَالْإِيلَاءِ لَا يُصَدَّقُ فِي
الظَّاهِرِ، لِتَعَلُّقِ حَقِّ الْغَيْرِ بِهِ. قَالَ الْإِمَامُ فِي
الْفَرْقِ: جَرَتِ الْعَادَةُ بِإِجْرَاءِ أَلْفَاظِ الْيَمِينِ بِلَا قَصْدٍ
بِخِلَافِ الطَّلَاقِ وَالْعَتَاقِ، فَدَعْوَاهُ فِيهَا تُخَالِفُ الظَّاهِرَ،
فَلَا يُقْبَلُ. قَالَ: فَلَوِ
اقْتَرَنَ بِالْيَمِينِ مَا يَدُلُّ عَلَى الْقَصْدِ، لَمْ يُقْبَلْ قَوْلُهُ
عَلَى خِلَافِ الظَّاهِرِ.
الثَّالِثَةُ: إِذَا قَالَ غَيْرُهُ: أَسْأَلُكَ بِاللَّهِ، أَوْ
أُقْسِمُ عَلَيْكَ بِاللَّهِ، أَوْ أَقْسَمْتُ عَلَيْكَ بِاللَّهِ: لَتَفْعَلَنَّ
كَذَا، فَإِنْ قَصَدَ بِهِ الشَّفَاعَةَ، أَوْ قَصَدَ عَقْدَ الْيَمِينِ
لِلْمُخَاطَبِ، فَلَيْسَ بِيَمِينٍ فِي حَقِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا وَإِنْ قَصَدَ
عَقْدَ الْيَمِينِ لِنَفْسِهِ، كَانَ يَمِينًا عَلَى الصَّحِيحِ، كَأَنَّهُ قَالَ: أَسْأَلُكَ ثُمَّ حَلَفَ. وَقَالَ ابْنُ أَبِي هُرَيْرَةَ: لَيْسَ بِيَمِينٍ وَهُوَ ضَعِيفٌ. وَيُسْتَحَبُّ لِلْمُخَاطَبِ
إِبْرَارُهُ، فَإِنْ لَمْ يَفْعَلْ وَحَنِثَ الْحَالِفُ، لَزِمَهُ الْكَفَّارَةُ،
وَإِنْ أَطْلَقَ وَلَمْ يَقْصِدْ شَيْئًا يُحْمَلُ عَلَى الشَّفَاعَةِ
الأحكام الشرعية (روائع البيان تفسير آيات الأحكام)
الحكم الأول: ما
المراد باليمين اللغو، وهل فيه كفارة؟
دل قوله تعالى:
{لاَّ يُؤَاخِذُكُمُ الله باللغو في أَيْمَانِكُمْ} على أن اليمين اللغو لا إثم
فيه ولا كفارة، وقد اختلف الفقهاء في تعريف هذه اليمين على أقوال:
v
أ
- قال الشافعي وأحمد: اللغو في
اليمين هو: ما يجري على اللسان من غير قصد الحلف، كقول الرجل في كلامه: لا والله،
وبلى والله دون قصد لليمين، وهذا التأويل منقول عن بعض السلف كعائشة، والشعبي،
وعكرمة.
v
ب
- وقال أبو حنيفة ومالك: اللغو في اليمين هو: أن يحلف على شيء يظنه كما يعتقد
فيكون بخلافه، وهذا التأويل منقول عن ابن
عباس، والحسن، ومجاهد.
قال مالك رَحِمَهُ اللَّهُ في
«الموطأ» : «أحسنُ ما سمعت في هذه أنّ اللغو حلف الإنسان على الشيء يستيقن أنه
كذلك ثم يوجد الأمر بخلافه فلا كفارة فيه» .
وفي البخاري: عن عائشة رَضِيَ اللَّهُ عَنْها قالت:
«نزل قوله تعالى: {لاَّ يُؤَاخِذُكُمُ الله باللغو في أَيْمَانِكُمْ} في قول
الرجل: لا والله، وبلى والله» .
والصحيح أن اللغو:
يشمل النوعين وهو اختيار ابن جرير
الطبري فقد قال رَحِمَهُ اللَّهُ: «واللغو في كلام العرب: كلّ كلام كان
مذموماً، وفعلٍ لا معنى له مهجوراً، فإذا كان اللغو ما وصفتُ، وكان الحالف بالله ما فعلت كذا وقد فعل، ولقد فعلت كذا وما فعل، على سبيل سبق لسانه، والقائل: والله إن هذا لفلان
وهو يراه كما قال، أو والله ما هذا فلان وهو يراه ليس به، والقائل: لا
يفعل كذا والله على سبيل ما وصفنا من
عجلة الكلام، وسبوق اللسان، على غير تعمد حلفٍ على باطل، جميعهم حالفون من الأيمان
بألسنتهم ما لم تتعمد فيه الإثمَ قلوبُهم، كان معلوماً أنهم لغاةٌ في أيمانهم لا
تلزمهم كفارة في العاجل، ولا عقوبة في الآجل،
لإخبار الله تعالى ذكره أنه غير مؤاخذ عبادَه، بما لغوا من أيمانهم، وأنّ الذي هو
مؤاخذهم به، ما تعمدت فيه الإثمَ قلوبُهم» .
قال القرطبيُّ: (قال المَروزيُّ:
لَغوُ اليمينِ الَّتي اتَّفَقَ العلماءُ على أنَّها لَغْوٌ هو قَولُ الرجُلِ: «لا
واللهِ، وبلى واللهِ» في حديثِه وكلامِه غَيْرَ مُعتقِدٍ لليمينِ ولا مُريدِها).
((تفسير القرطبي)) (3/99)
الحكم
الثاني: ما هو الإيلاء، وما هو حكمه؟
تقدم معنا تعريف
الإيلاء لغة، وأمّا شرعاً: فهو أن
يحلف الرجل على ترك وطء زوجته أكثر من أربعة أشهر، كأن يقول: والله لا أقربك،
أو لا أجامعك، أو أمثال هذه الكلمات.
قال ابن عباس: «كان إيلاء الجاهلية السنة
والسنتين وأكثر من ذلك، يقصدون بذلك إيذاء المرأة عند المساءة، فوقّت الله لهم
أربعة أشهر، فمن آلى بأقل من ذلك فليس بإيلاء حكمي» .
واتفق العلماء[1] على أنه لو
هجرها مدة تزيد على أربعة أشهر لا يكون مؤلياً حتى يحلف لقوله تعالى:
{لِّلَّذِينَ يُؤْلُونَ} أي يحلفون، وهجرانها ليس بيمين فلا يتعلق به وجوب
الكفارة، ولا تطلق منه زوجته بالهجر.
واختلفوا في المدة التي تَبِيْنُ
فيها المرأة من زوجها،
فقال ابن عباس: إذا
مضت أربعة أشهر قبل أن يفئ بانت بتطليقة، وهذا مذهب أبي حنيفة رَحِمَهُ اللَّهُ.
وقال مالك والشافعي وأحمد: لا تطلق بمضي المدة وإنما يؤمر
الزوج بالفيئة (الرجوع عن يمينه) أو بالطلاق، فإذا امتنع الزوج منهما طلقها الحاكم
عليه.
حجة أبي حنيفة: أن
الله تعالى حدّد المدة للفيء بأربعة أشهر، فإذا لم يرجع عن يمينه في هذه المدة
فكأنه أراد طلاقها وعز عليها، والعزيمة في الحقيقة إنما هي عقد القلب على الشيء
تقول: عزمت على كذا أي عقدت قلبي على فعله فهذا هو المراد من قوله تعالى: {وَإِنْ
عَزَمُواْ الطلاق} أي عقدوا عليه قلوبهم، ولم تشترط الآية أن يطلق بالفعل.
حجة الجمهور: أن
قوله تعالى: {وَإِنْ عَزَمُواْ الطلاق} صريح في أنّ وقوع الطلاق إنما يكون بإيقاع
الزوج، فلا يكفي المدة بل لا بدّ بعدها من الفيء أو الطلاق.
قال الشوكاني في
تفسيره «فتح لقدير» : «واعلم أن
أهل كل مذهب قد فسّروا هذه الآية بما يطابق مذهبهم، وتكلفوا بما لم يدّل عليه
اللفظ، ومعناها ظاهر واضح، وهو أن الله جعل الأجل لمن يؤلي: أي يحلف من امرأته
أربعة أشهر، ثم قال مخبراً عباده بحكم هذا (المؤلي) بعد هذه المدة (فإن فاءوا) أي
رجعوا إلى بقاء الزوجية واستدامة النكاح {فَإِنَّ الله غَفُورٌ رَّحِيمٌ} أي لا
يؤخذهم بتلك اليمين بل يغفر لهم ويرحمهم {وَإِنْ عَزَمُواْ الطلاق} أي وقع العزم
منهم عليه والقصد له {فَإِنَّ الله سَمِيعٌ} لذلك منهم {عَلِيمٌ} به، فهذا معنى
الآية الذي لا شك فيه ولا شبهة» .
الحكم
الثالث: هل يشترط في اليمين أن تكون للإضرار؟
(وَاخْتَلَفَ
الْعُلَمَاءُ فِي الْإِيلَاءِ فِي غَيْرِ حَالِ الْغَضَبِ)
قال أبو حنيفة والشافعي وأحمد: يصح الإيلاء في حال
الرضا والغضب.
وقال مالك: لا يكون
إيلاءً إلا إذا حلف عليها في حال غضب على وجه الإضرار.
حجة مالك: ما روي عن (علي كرّم الله
وجهه) أنه سئل عن رجلٍ حلف ألاّ يطأ امرأته حتى تفطم ولدها، ولم يرد الإضرار بها
وإنما قصد مصلحة الولد فقال له: إنما أردتَ الخير، وإنما الإيلاء في الغضب.
وما روي عن ابن
عباس رَضِيَ اللَّهُ عَنْهما أنه قال: لا إيلاء إلاّ بغضب.
حجة الجمهور: أن الآية
عامة {لِّلَّذِينَ يُؤْلُونَ مِن نِّسَآئِهِمْ} فهي تشمل من حلف بقصد الإضرار، أو
حلف بقصد المصلحة لولده، فالكل يشمله لفظ (الإيلاء) .
قال الشعبي: كل
يمين مَنعتْ جِماعاً حتى تمضي أربعة أشهر فهي إيلاء.
وقد رجّح ابن جرير الطبري الرأي الأول (رأي
الجمهور) فقال: «والصواب قول من قال:» كل يمين مَنعتْ الجماع أكثر من المدة التي
جعل للمؤلي التربص بها قائلاً في غضب كان ذلك أو رضى فهو إيلاء «.
الحكم
الرابع: ما المراد بالفيء في الآية الكريمة؟
اختلف الفقهاء في
الفيء الذي عناه الله تعالى بقوله: {فَإِنْ فَآءُو فَإِنَّ الله غَفُورٌ رَّحِيمٌ}
.
فقال بعضهم: المراد
بالفيء الجماع لا فيء غيره، فإذا لم يغشها وانقضت المدة بانت منه، وهو قول (سعيد
بن جبير) و (الشعبي) .
وقال آخرون: الفيء: الجماع لمن
لا عذر له، فإن كان مريضاً أو مسافراً أو
مسجوناً فيكفي المراجعة باللسان أو القلب، وهذا مذهب جمهور العلماء.
وقال آخرون: الفيء:
المراجعة باللسان على كل حال فيكفي أن يقول: قد فئت إليها وهو قول النخعي.
وأعدل الأقوال القول الثاني: وهو قول جمهور الفقهاء والله أعلم.
ما ترشد إليه الآيات الكريمة
1 - عدم جواز الحلف على المنع من فعل البر والخير.
2 - من حلف على يمين ورأى الخير في خلافها فليفعل الخير وليكفّر.
3 - اليمين اللغو التي لا يقصد بها اليمين لا مؤاخذة عليها ولا كفارة
فيها.
4 - الإيلاء من الزوجة بقصد الإضرار يتنافى مع وجوب المعاشرة بالمعروف.
5 - إذا لم يرجع الزوج عن يمينه في مدة أربعة شهور تطلق عليه زوجته.
Referensi Lain
v ( مامعنى الإيلاء ؟ ) في
تفسير الآية (226) من سورة البقرة - YouTube
v
#80 Kajian Tafsir Al Ibriz | Al Baqoroh 224 | KH A
Mustofa Bisri - YouTube
v ص264 - كتاب الموسوعة الفقهية -
أقسام اليمين ثلاثة - المكتبة الشاملة (shamela.ws)
v ص245 - كتاب الموسوعة الفقهية
الكويتية - تقسيمات اليمين - المكتبة الشاملة (shamela.ws)
v ص4 - كتاب روضة الطالبين وعمدة
المفتين - كتاب الأيمان - المكتبة الشاملة (shamela.ws)
v ص2444 - كتاب الفقه الإسلامي
وأدلته للزحيلي - أنواع اليمين - المكتبة الشاملة (shamela.ws)
v ص57 - كتاب الفقه على المذاهب
الأربعة - أقسام اليمين - المكتبة الشاملة (shamela.ws)
v كتاب اليمين
علي المذاهب الأربعة (fatihsyuhud.org)
v ص55 - كتاب الفقه على المذاهب
الأربعة - كتاب اليمين - المكتبة الشاملة (shamela.ws)
v المَبحثُ
الأوَّلُ: تَعريفُ اليَمينِ - الموسوعة الفقهية - الدرر السنية (dorar.net)
v الفتوى -
العرض الموضوعي - تعريف اليمين وحكمها (islamweb.net)
v تعريف اليمين وصيغته
وأقسامه
(bayynat.org)
v اللغو في
اليمين
(islamweb.net)
v ولكن
يؤاخذكم بما عقدتم الأيمان (islamweb.net)
v جريان الحلف
على اللسان من غير قصد من لغو اليمين (islamweb.net)
v الشك في
تفاصيل اليمين (islamweb.net)
v التفريغ
النصي - تفسير آيات الأحكام [28] - للشيخ عبد العزيز بن مرزوق الطريفي (islamweb.net)
v مسائل تتعلق باليمين (islamweb.net)
v سؤال وجواب
في الأيمان والنذور (alukah.net)
v حكم من حلف
على شيء على غلبة ظنه فظهر خلاف ذلك - الإسلام سؤال وجواب (islamqa.info)
v أنواع
اليمين وكفارتها - فقه المسلم (islamonline.net)
v جامع السنة
وشروحها - صحيح البخاري (hadithportal.com)
v المَبحثُ
الأوَّلُ: تعريفُ الإيلاءِ - الموسوعة الفقهية - الدرر السنية (dorar.net)
v مذاهب
الفقهاء فيما إذا ترك الزوج الوطء دون يمين (islamweb.net)
v ص413 - كتاب الفقه على المذاهب
الأربعة - أركان الإيلاء وشروطه - المكتبة الشاملة (shamela.ws)
v المَبحَثُ
الثَّاني: حُكمُ الإيلاءِ - الموسوعة الفقهية - الدرر السنية (dorar.net)
v حكم الإيلاء
من الزوجة (islamweb.net)
v حكم الإيلاء
وترك الوطء، وواجب الزوج إذا فوت على إحدى زوجتيه القسم (islamweb.com)
v audio.islamweb.org/audio/Fulltxt.php?audioid=347886
v شرح كتاب
الإيلاء
(alukah.net)
v في معنى "الإيلاء" وما يشترط
فيه (bayynat.org)
v e3arabi - إي عربي – مسائل في الإيلاء وأقوال الفقهاء فيها
v القرآن الكريم - الجامع
لأحكام القرآن للقرطبي - تفسير سورة البقرة - الآية 226 (quran-tafsir.net)
v فصل: الحكم
الثالث: هل يشترط في اليمين أن تكون للإضرار؟|نداء الإيمان (al-eman.com)
v الحلف على
عدم جماع الزوجة وعلاقته بالإيلاء - فقه المسلم (islamonline.net)
v باب أحكام الإيلاء (saaid.org)
v دار الإفتاء - قانون الأحوال
الشخصية
(aliftaa.jo)
v دار الإفتاء
- أحكام الإيلاء في المذهب الشافعي (aliftaa.jo)
v Ada
Tiga Macam Sumpah dalam Islam, Apa Saja? - Muhammadiyah
v Macam-Macam
Sumpah dan Hukumnya - Muhammadiyah
v Lima
Hukum Batalnya Sumpah Menurut Imam Syafi'i | Republika Online
v Larangan
Mengobral Sumpah dalam Pembicaraan | NU Online
v Penggunaan
Al-Qasam atau Sumpah dalam Al-Qur’an | NU Online
v Penggunaan
Sumpah dalam Al-Qur’an | NU Online
v Hukum
dan Ketentuan Ila’ dalam Fiqih Pernikahan | NU Online
v Istri
yang Sudah di Sumpah Ila’, Tertalak atau Tidak Hukumnya? - Pecihitam.org
v Sumpah Ila' ; Hukum dan
Penjelasannya Menurut Syara’ (fiqih.co.id)
v Sumpah
atau Janji Hakim Konstitusi | Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (mkri.id)
[1] م: (إذا قال الرجل
لامرأته والله لا أقربك، أو قال: والله لا أقربك أربعة أشهر فهو مول) ش: أصله مولي
فأعل إعلال قاض، وهنا صورتان، وهما: قوله: والله لا أقربك أبداً ففيها هو مول
إجماعاً، والثاني قوله: لا أقربك أربعة أشهر ففيها
هو مول عندنا، خلافاً للشافعي ومالك وأحمد وإسحاق، فإن عندهم لا يكون مولياً حتى يحلف على
أكثر من أربعة أشهر بناء على أن الفيء عندهم بعد أربعة أشهر فلا بد من مدة زائدة
على أربعة أشهر حتى يزيد يوما عند مالك ولحظة عند الشافعي، ويرد قولهم ظاهر القرآن
حيث لم يجعل التربص أكثر من أربعة أشهر وعشرا في عدة الوفاة وثلاثة قروء في عدة
الطلاق، فلا يجوز الزيادة في هذين التربصين، فكذا في مدة الإيلاء.
ثم
اعلم أن عند الأئمة الأربعة وأصحابهم والجمهور الإيلاء لا يكون بغير يمين ولا
تعليق، وعند ابن المسيب ويزيد بن الأصم من ترك جماع امرأته بغير يمين يصير موليا،
نقله الرازي في " أحكام القرآن " وعن بعض العلماء لو حلف لا يكلمها يكون
مولياً، وهذا كله شاذ مخالف للنص (البناية شرح الهداية
- الحنفى بدر الدين العينى (المتوفى: 855هـ))