Takwil dan Tafwidh menurut Ulama Salaf dan Khalaf
Menurut kaum wahabi,
para ulama Asya’irah merupakan golongan sesat. menurut mereka salah satu sebab
kesesatan Ulama Asya’irah adalah karena para ulama Asya’irah mentakwilkan
nash-nash mutasyabihat. Bahkan mereka mengatakan bahwa para ulama Asya’irah
telah melakukan ta’thil (meniadakan sifat pada Allah).
Maka kali ini kami ingin membahas seputar masalah takwil dan tafwidh. Salahkan
para ulama Asya’irah melakukan takwil terhadap nash-nash mutasyabihat? dan apakah
tidak ada di antara ulama salaf yang ikut mentakwil nash-nash mutasyabihat.
Pembahasan tentang takwil dan tafwidh ini di perlukan sebelum kami membahas
masalah kesalahan pemahaman tauhid Asma’ wa shifat yang merupakan salah satu
bagian tri tauhid yang di dakwahkan kaum wahabi yang akan kami tampilkan
nantinya sebagai sambungan dari tulisan sebelumnya, Kesesatan Pembagian Tauhid Rububiyah, Uluhiyah dan Asma
wa Shifat[1]. Sedikit tentang
pandangan ulama salaf dan khalaf terhadap nash mutasyabihat pernah kami singguh
dalam tulisan kami sebelumnya, Kriteria
Ahlus sunnah wal Jamaah pada bagian tentang Kitab.
Sebenarnya masalah nash mutasyabihat merupakan masalah yang tidak sepatutnya di
ajarkan kepada masyarakat awam, sebagaimana di terangkan oleh al-Hafidh Ibnu
Hajar al-Asqalani dalam Fathul Bari ketika menafsirkan hadits Rasulullah SAW:
حدثوا الناس
بما يعرفون أتحبون أن يكذب
الله ورسوله
Berbicaralah
dengan manusia dengan perkara yang bisa mereka pahami, apakah kami menyukai
mendustakan Allah dan RasulNya. (H.R. Imam Bukhari)
Imam Ibnu Hajar al-asqalani mengatakan:
وفيه دليل على أن المتشابه لا ينبغي أن يذكر عند العامة... وضابط ذلك أن يكون ظاهر الحديث يقوي البدعة وظاهره في الأصل غير مراد فالامساك عنه عند من يخشى عليه الأخذ بظاهره مطلوب
Hadits ini menjadi dalil bahwa (nash) mutasyabihat tidak sepatutnya di sebut di depan orang awam. Patokannya adalah dhahir hadits tersebut malah menguatkan bid’ah dan dhahirnya yang asal tidak di maksudkan maka menahan diri (dari membicarakannya)- di kalangan orang-orang yang di takutkan akan memahaminya secara dhahir – merupakan satu hal yang di anjurkan (Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Bari Jild 1 Hal 273, Dar hadits th 2004)
Namun, mengingat saat ini maraknya tulisan-tulisan di dunia maya yang
menyudutkan dan bahkan menyatakan sesat kepada para ulama Asya’irah yang
melakukan takwil terhadap nash mutasyabihat tersebut sehingga banyak masyarakat
awam yang terpengaruh dengan tulisan-tulisan tersebut, maka kami mencoba ikut
mengambil bagian dalam membela para ulama Asya’irah dari tuduhan kaum wahabi
sesat dan mencoba menerangkan bagaimana kedudukan nash mutasyabihat dalam pandangan
ulama salaf dan khalaf.
Pandangan para ulama salaf dan
khalaf tentang nash mutasyabihat.
Para Ulama
Ahlus sunnah dalam menanggapi nash mutasyabihat terdapat dua pendapat :
1.
Takwil Tafshily ; takwil ini di lakukan
oleh mayoritas ulama khalaf dan sebagian ulama salaf (shahabat Rasulullah dan
tabi’in).
2.
Tafwidh ; Tafwid ini di tempuh
oleh mayoritas ulama salaf dan sebagian ulama khalaf. Tafwidh yang di tempuh
oleh para ulama salaf adalah tafwidh ba’d takwil ijmal. Artinya para ulama
salaf tetap memalingkan nash mutasyabihat dari makna dhahirnya kemudian
menyerahkan makna yang di maksudkan kepada Allah ta’ala.
Adapun golongan yang sama sekali tidak mentakwilkannya tetapi menfsirkannya dengan makna dhahirnya maka mereka adalah golongan Musyabbihah (golongan yang menyerupakan Allah dengan makhluk) sebagaimana di jelaskan oleh Imam Zarkasyi dalam al-Burhan :
وقد اختلف الناس فى
الوارد منها – يعنى المتشابهات – فى الآيات والأحاديث على ثلاث فرق: أحدها : أنه لامدخل للتأويل فيها, بل تجرى على ظاهرها ولانؤول شيئا منها
وهم المشبهة. الثانية : أن لها تأويلا ولكنا نمسك عنه مع تنزيه اعتقادنا عن الشبه
والتعطيل ونقول لايعلمه إلا الله وهو قول السلف. والثالثة : أنها مؤولة وأولوها على ما يليق به. والأول باطل يعني مذهب المشبهة والأخران منقولان عن الصحبة
Artinya : Sungguh berbedalah pendapat para ulama tentang ayat dan hadits
mutasyabihat mejadi tiga pendapat :
1.
Tidak ada takwil sama sekali pada ayat
tersebut, tetapi di berlakukan sebagaimana makna dhahirnya dan tidak di
takwilkan sama sekali, mereka adalah kaum MUSYABIHAH (kaum yang menyerupakan
Allah dengan makhluk)
2.
Ada takwil tetapi kami menahan diri darinya
(tidak menentukan makna yang di maksudkan) serta meyakini bersihnya Allah SWT
dari serupa dan ta’thil (meniadakan sifat bagi Allah) dan kami berkata hanya
Allah SWT yang mengetahui maknanya, ini pendapat Salaf
3.
Ayat dan hadits tersebut di takwil dan para
ulama mentakwilnya (diberi makna) berdasarkan makna layak dengan Allah SWT
Yang pertama BATHIL
yaitu mazhab MUSYABIHAH sedangkan dua pendapat yang akhir juga di riwayatkan
dari sahabat.(Imam Zarkasyi, al-Burhan fi Ulum al-Quran, Jilid 4 Hal 78,
Beirut, Dar Ma’rifah th 1391 H)
Makna dan Pembagian Takwil.
Takwil merupakan derivasi dari kata أوّل yang secara etimologi artinya رجع (kembali).
secara terminologi Takwil adalah :
صرف اللفظ عن الظاهر
بقرينة تقتضيه ذلك
memalingkan makna satu lafaz dari makna dhahirnya dengan di sertai indikasi yang menghendaki demikian.
Lafaz dipalingkan dari maknanya yang dhahir maka lafaz tersebut dinamakan lafaz
muawwal. Makna hakikat merupakan makna yang dhahir dari satu lafadh, sedangkan
makna majaz merupakan makna majaz merupakan makna muawwal. Satu lafadh baru
boleh di beri makna majaz apabila ada satu indikasi yang yang menyebabkan tidak
mungkin di terapkan makna hakikat, misalnya dalam kalam tersebut makna hakikat
merupakan makna yang mustahil di terapkan dalam kalam tersebut.
Takwil yang berkenaan dengan nash mutasyabihat ini ada 2 :
1. Takwil ijmali
Takwil ijmali adalah memalingkan lafaz dari makna dhahir/hakikat (tidak memberi
makna hakikat ) dan tidak juga memberi/menentukan makna murad (makna yang
dimaksud ) tetapi meyerahkan makna yang di maksudkan kepada Allah SWT (tafwidh
). Implisitnya adalah tafwidh dilakukan setelah takwil ijmali.
2. Takwil Tafsili
Takwil tafsili adalah memalingkan lafaz dari makna dhahir/hakikat (tidak
memberi makna hakikat) dan kemudian memberi/menentukan makna murad (makna yang
dimaksud ).
Takwil ijmali adalah metode Takwil sebagian Salaf dan takwil Tafsili adalah
metode takwil mayoritas Ulama khalaf dan sebagian ulama Salaf (seperti Ibnu
Abbas, Sayyidina Mu’awiyah, Sayyidina ‘Ali dll.)
Ketika sebagian Salaf menerapkan metode takwil ijmali pada nash mutasyabihat.
nash tersebut di palingkan dari makna dhahirnya karena makna dhahir tersebut
merupakan satu hal yang mustahil bagi Allah, seperti kata أيد , di palingkan dari makna
dhahirnya yaitu bermakna tangan tetapi tidak di beri makna yang di maksudkan
dan hanya menyerahkan kepada Allah bagaimana maksud dengan makna yad tersebut
dengan tetap meyakini bahwa di sisi Allah ada satu makna yang shahih dan layak
dengan kebesaranNya sedangkan makna dhahir (tangan/jisim) dari yad tersebut
merupakan makna yang mustahil bagi Allah . Hal yang seperti demikian dikenal
dengan tafwidh ba’da ta’wil ijmaly.
Ketika seluruh Ulama khalaf dan sebagian Salaf menerapkan metode takwil tafsili
pada nash mutasyabihat seperti ayat diatas maka hasilnya adalah kata أيد bukan bermakna
tangan tapi maknanya Quwwah ( kekuasaan ).
Ulama salaf dan khalaf sepakat untuk memalingkan lafadh mutasyabihat tersebut
dari makna dhahirnya, ini merupakan keyakinan bahwa Allah bersih dari
sifat-sifat yang khusus pada makhluk (tanzih). Perbedaan keduanya hanya terjadi
pada masalah apakah di berikan makna maksudnya ataupun tidak di beri makna
tetapi di serahkan maksudnya kepada Allah ta`ala sendiri. Ulama salaf lebih
memilih untuk tidak menentukan salah satu dari beberapa makna yang mungkin di
terapkan pada nash tersebut. Sedangkan para ulama khalaf, di karenakan pada
masa mereka sudah berkembang ahli bid’ah yang mensifati Allah dengan sifat
makhluk, maka mereka menafsirkan nash mutasyabihat tersbeut dengan makna yang
layak bagi Allah yang sesuai dengan qaedah bahasa Arab sendiri. Sikap yang di
lakukan oleh para ulama khalaf ini bukanlah satu perkara bid’ah, karena
kenyatannya takwil tafshily juga pernah di lakukan oleh sebagian ulama salaf
seperti Saidina Ali, Saidina Mu’awwiyah, Ibnu Abbas dll sebagaimana di sebutkan
oleh Imam ath-Thabari dalam tafsir beliau ketika menafsirkan ayat 47 surat
az-Zariyat :
يقول تعالى ذكره: والسماء رفعناها سقفا بقوة. وبنحو الذي قلنا في ذلك قال أهل التأويل. ذكر من قال ذلك : حدثني عليّ، قال: ثنا أبو صالح، قال: ثني معاوية، عن عليّ، عن ابن عباس، قوله (وَالسَّمَاءَ بَنَيْنَاهَا بِأَيْدٍ) يقول: بقوة. حدثني محمد بن عمرو، قال: ثنا أبو عاصم، قال: ثنا عيسى; وحدثني الحارث، قال: ثنا الحسن، قال: ثنا ورقاء جميعا، عن ابن أبي نجيح، عن مجاهد، قوله (بِأَيْدٍ) قال: بقوة. حدثنا بشر، قال: ثنا يزيد، قال: ثنا سعيد، عن قتادة (وَالسَّمَاءَ بَنَيْنَاهَا بِأَيْدٍ) : أي بقوّة. حدثنا ابن المثنى، قال: ثنا محمد بن جعفر، قال: ثنا شعبة، عن منصور أنه قال في هذه الآية (وَالسَّمَاءَ بَنَيْنَاهَا بِأَيْدٍ) قال: بقوة. حدثني يونس، قال: أخبرنا ابن وهب، قال: قال ابن زيد، في قوله (وَالسَّمَاءَ بَنَيْنَاهَا بِأَيْدٍ) قال: بقوة. حدثنا ابن حُمَيد، قال: ثنا مهران، عن سفيان (وَالسَّمَاءَ بَنَيْنَاهَا بِأَيْدٍ) قال: بقوة.
Artinya: Berkatalah Allah ta`ala yang maha tinggilah perkataanNya; demi
langit yang kami tinggikan atapnya dengan kekuatan (kami). penafsiran seumpama
ini di sebutkan oleh ahli takwil. Golongan yang berpendapat demikian
meriwayatkan; memberi hadits padaku oleh Ali, ...memberi hadits oleh
Mu`awwiyah dari Saidina Ali dari Saidina Ibnu Abbas, firman Allah وَالسَّمَاءَ بَنَيْنَاهَا بِأَيْدٍ, beliau berkata;
maksudnya bi quwwah (dengan kekuatan).
memberi hadits akan kami oleh Muhammad bin Umar, ... dari Mujahid, firman
Allah bi aydi, beliau mengatakan maksudnya bi quwwah (dengan kekuatan).
memberi hadits oleh basyar, ...dari Qatadah, firman Allah وَالسَّمَاءَ بَنَيْنَاهَا بِأَيْدٍ maksudnya bi quwwah
(dengan kekuatan). Memberi hadits akan kami oleh Ibnu Mutsanna ...dari Manshur
... (Tafsir Thabari, Jilid 22 Hal 438, Muassis ar-Risalah th 2000)
Dari nash Imam ath-Thabari tersebut jelas bahwa Sayyidina Ibnu Abbas juga
melakukan takwil tafshily.
Imam Nawawi mengatakan dalam kitab Majmuk Syarh Muhazzab :
اختلفوا فى آيات الصفات وأخبارها هل يخاض فيها بالتأويل أم لا ؟ فقال قائلون تتأول على ما يليق بها, وهذا أشهر المذهبين للمتكلمين وقال آخرون : لا تتأول بل يمسك عن الكلام فى معناها ويوكل علمها الى الله تعالى ويعتقد مع ذلك تنزيه الله تعالى وانتفاء صفات الحوادث عنه فيقال مثلا نؤمن بأن الرحمن على العرش استوى, ولا نعلم حقيقة معنى ذلك والمراد به مع أنا نعتقد أن الله تعالى ليس كمثله شئ, وأنه منزه عن الحلول وسامت الحدوث, وهذه الطريقة السلف أو جماهريهم وهي أسلم
Artinya : Para Ulama
berbeda pendapat tentang ayat-ayat dan hadits sifat (sifat Allah) apakah
ditakwil ataupun tidak ? Maka berkata sebagian ulama nash tersebut ditakwil
berdasarkan makna yang layak dengan Allah SWT. Ini merupakan pendapat yang
paling masyhur diantara mazhab-mazhab mutakallimin, dan sebagian ulama lain
berkata jangan ditakwil tetapi tahanlah dari pada membicarakan maknanya dan
diserahkan maknanya kepada Allah dan mengiktiqad bersihnya Allah SWT dari
sifat-sifat baharu, misalnya dikatakan kami beriman sesungguhnya Ar-rahman ‘ala
arsy istawa dan kami tidak tahu hakikat makna demikian dan maksud demikian
beserta kami mengi’tiqad sesungguhnya Allah SWT tidak serupa dengan sesuatu
apapun dan sesungguhnya Allah SWT bersih dari tempat dan tanda hudus, ini
thariqat Salaf atau mayoritas ulama Salaf dan jalan ini lebih aslam (selamat).
(Imam Nawawi, Majmuk Syarh Muhazzab, Jld 1 hal 439 Dar Kutub Ilmiyah 2007)
Dalam Kitab Syarh Muslim beliau menyatakan :
اعلم أن لأهل العلم في أحاديث الصفات وآيات الصفات قولين. أحدهما وهو مذهب معظم السلف أو كلهم أنه لا يتكلم في معناها بل يقولون
يجب علينا أن نؤمن بها ونعتقد لها معنى يليق بجلال الله تعالى وعظمته مع اعتقادنا
الجازم أن الله تعالى ليس كمثله شيء وأنه منزه عن التجسم والانتقال والتحيز في جهة
وعن سائر صفات المخلوق وهذا القول هو مذهب جماعة من المتكلمين واختاره جماعة من
محققيهم وهو أسلم والقول الثاني وهو مذهب معظم
المتكلمين أنها تتأول على مايليق بها على حسب مواقعها وإنما يسوغ تأويلها لمن كان
من أهله بأن يكون عارفا بلسان العرب وقواعد الأصول والفروع ذا رياضة في العلم
Atinya: Ketahuilah bahwa bagi para ahli ilmu tentang hadits-hadits dan ayat
shifat (shifat Allah) ada dua pendapat; pertama mazhab mayoritas ulama salaf
atau seluruh ulama salaf yaitu tidak membahas tentang maknanya tetapi mereka
mengatakan wajib atas kita mengimaninya dan kita yakini ada satu makna yang
layak dengan kebesaran dan keagungan Allah ta’ala beserta keyakinan kita yang
bulat bahwa Allah ta’ala tidak serupa dengan apapun dan Allah ta’ala bersih dari
berjisim dan berpindah dan menenpati arah dan sifat makhluk lainnya. ini adalah
pendapat satu jamaah dari ulama mutakallimin dan juga di pilih oleh satu
golongan dari para muhaqqiq mereka. ini adalah pendapat yang lebih semalat.
Pendapat yang kedua yaitu pendapat mayoritas ulama mutakallimin nash tersebut
di takwil dengan makna yang layak menurut posisinya dan takwil ini hanya di
bolehkan bagi orang yang telah ahli yaitu ia telah menguasai lisan arab, qaedah
ushul dan furu’ serta mahir dalam ilmu. (Imam Nawawi, Syarh Muslim Jilid 3
Hal 319, Dar Turast Arabi th 1392 H)
Imam Al-Alamah Badruddin bin Jamaah dalam kitab beliau Idhah Dalil mengatakan
واتفق السلف وأهل التأويل على أن ما لايليق من ذلك بجلال الرب تعلى غير مراد, واختلفوا فى تعيين ما يليق بجلاله من المعانى المحتملة, فسكت السلف عنه وأوله المتأولون
Artinya : Ulama Salaf dan Ahli takwil sepakat bahwa
sesungguhnya Nash-Nash yang tidak layak dengan Allah SWT itu bukan yang
dimaksudkan. Dan mereka berbeda pendapat dalam menentukan makna yang layak
dengan Allah SWT, maka para Salaf dia (tidak menentukan makna yang di
maksudkan), sedangkan ahli takwil menentukan maknanya.(Imam Ibnu Jamaah,
Idhah ad-Dalil fi Qath’ Hujaj ahl Ta’thil, hal 105, Dar Salam th 1990)
Imam ‘Adi bin Musafir (w. 557 H) mengatakan
وتقرير مذهب السلف كما
جاء من غير تمثيل ولا تكييف ولا تشبيه ولا حمل على الظاهر
Artinya : Uraian mazhab Salaf adalah sebagaimana yang datang dengan tidak
tamsil (menyerupakan), tidak takyif (tidak menentukan kaifiyat), tidak tasybih
(menyerupakan), dan tidak memberi makna dhahir. (I'tiqad Ahlus sunnah wal Jamaah hal 66)
Syaikh salamah Al-qadha’i Al-‘azami mengatakan
تنبيه مهم : اذا سمعت فى عبارات بعض السلف " انا نؤمن بأن له تعالى وجها لا كالوجوه ويدا لا كالأيدى" فلا تظن أنهم أرادوا أن ذاته العلية منقسمة إلى أجزاء وأبعاض, فجزء منها يد وجزء منها وجه غير أنه لا يشابه الأيدى والوجوه اللتى للخلق !! حاشاهم من ذلك وما هذا إلا التشبيه بعينه, وإنما أرادوا بذلك أن لفظ الوجه واليد قد استعمل فى معنى من المعانى, وصفة من الصفات التى تليق بالذات العلية كالعظمة والقدرة غير أنهم يتورعون عن تعيين تلك الصفة تهيبا من التهجم على ذلك المقام الأقداس.
Artinya : Pemberitahuan
penting; Apabila engkau mendengar perkataan ulaam Salaf “ kami beriman
sesungguhnya Allah SWT ada wajh tidak seperti segala wajh dan ada yad (arti yad
secara lughat adalah tangan) tidak seperti segala yad” maka jangan engkau
mengira sesungguhnya Salaf bermaksud bahwa Zat Allah SWT terbagi kepada
beberapa juzuk, dan bgaian, sebagian juzuknya tangan, juzuk yang lian wajah
tetapi tidak sama seperti tangan dan wajah bagi makhluk.! ! Mustahil mereka
bersikpa demikian, ini tak lain adalah tasybih bi’ainih (diri tasybih), hanyasanya
maksud mereka sesungguhnya lafaz wajh dan yad sungguh di pakai pada satu makna
dari beberapa makna dan satu sifat dari beberapa sifat yang layak dengan zat
Allah SWT seperti keagungan dan kekuuasaan namun mereka enggan untuk menentukan
(salah satu) demikian sifat karena takut dari pada memasuki maqam Yang Mahma
Suci. (Syeikh Salamah Qadha’i al-Azami asy-Syafii, Furqan al-Quran baina
Shifat Khaliq wa Shifat al-Akwan, hal 80, Dar Ihya Turats Arabi, tt)
Maka dari uraian para ulama tersebut dapat di pahami bahwa antara ulama salaf dan khalaf sepakat bahwa nash-nash
mutasyabihat tidak boleh di pahami dengan makna dhahirnya. Mereka sepakat
bahwa wajib
meyakini Allah bersih dari semua sifat-sifat yang khusus untuk para makhluk (tanzih) seperti jisim.
Perbedaan pendapat hanya terjadi pada masalah apakah di beri makna yang menjadi
maksud dari nash tersebut ataupun tidak. Para ulama salaf tidak menentukan
makna yang di maksudkan sedangkan ulama khalaf menafsirkannya menurut makna
yang layak bagi Allah dengan penafsiran yang sesuai dengan qaedah ilmu
Arabiyah. Takwil yang tidak boleh adalah takwil yang tidak sesuai dengan qaedah
ilmu Arabiyah.
Wallahu A'lam bish shawab.
Referensi:
- Ibnu
Hajar al-Asqalani, Fathul Bari, Dar hadits th 2004
- Imam
Zarkasyi, al-Burhan fi Ulum al-Quran, Beirut, Dar Ma’rifah th 1391 H
- Imam
Ath-Thabari,Tafsir Thabari, Muassis ar-Risalah th 2000
- Imam
Nawawi, Majmuk Syarh Muhazzab, Dar Kutub Ilmiyah 2007
- Imam
Nawawi, Syarh Muslim, Dar Turast Arabi th 1392 H
- Imam Ibnu
Jamaah, Idhah ad-Dalil fi Qath’ Hujaj ahl Ta’thil, Dar Salam th 1990
- Syeikh
Salamah Qadha’i al-Azami asy-Syafii, Furqan al-Quran baina Shifat Khaliq
wa Shifat al-Akwan, Dar Ihya Turats Arabi, tt
Sumber :
Takwil dan Tafwidh menurut Ulama Salaf dan Khalaf
(mudimesra.com)
الفرق بين تفويض السلف
الصالح وبين تفويض الوهابية
يزعم الوهابي أنه يؤمن
بالنص وأنه يفوض معناه لله عز وجل لكن سرعان ما تجده يقول نحمله ( أي النص ) على
ظاهره وهذه جملة خطيرة
وتظهر خطورتها عندما
تعرف معنى التفويض
التفويض هو كما ذكر
الإمام النووي في شرحه على صحيح الإمام مسلم في شرح حديث النزول : ( الإيمان
بحقيقة هذه الصفات بما يليق به تعالى وأن ظاهرها المتعارف في حقنا غير مراد ولا
نتكلم في تأويلها مع اعتقادنا تنزيه الله تعالى عن سائر سمات الحدوث .
ويخبر الإمام النووي أن
هذا مذهب جمهور السلف وبعض المتكلمين .
هذا عن التفويض
أما قوله عن التأويل
فيقول : مذهب أكثرالمتكلمين وجماعة من السلف وهو محكي عن مالك والأوزاعي إنما
يتأول بما يليق بحسب بواطنها ، فعليه فالخبر مؤول بتأويلين .....) ثم أكمل الإمام
كلامه عن حديث النزول.
فالفرق بين تفويض السلف
وتفويض الوهابية :-
١- السلف يؤمنون بالنص
ويفوضون المراد منه لله عز وجل مع اعتقاد أن المعنى الظاهر غير مراد .
أما الوهابية يؤمنون
بالنص ويحملونه على ظاهره
٢ - السلف يقفون عند حد النص فلا يستنبطون منه شيئا لأنهم يعلمون أنه
من المتشابه الذي لا يعلمه إلا الله .
أما الوهابية يخوضون في
النص ويستنبطون منه معان وهذا في حد ذاته يعارض التفويض بيد أن ما يستنبطونه
ويفهمونه لم يقل به السلف الصالح فيقولون وفي هذا دليل على اثبات المكان لله ، وفي
هذا دليل على اثبات الحد لله ،وهذا لم يقل به السلف وكيف فهم الوهابية ذلك من النص
إذا كانوا يقرون أن الله أعلم بمراده .
٣- رب قائل يقول إذا كان
الظاهر غير مراد فما المراد نقول الله أعلم بمراده هذا هو التفويض أما ما يفعله الوهابية
فليس بتفويض وإلا فبالله عليك كيف يفوضون النص ثم يحملونه على ظاهره فأين التفويض
وآيات الإستواء والمجيء
وحديث النزول هذا كله من المتشابه الذي لا يعلمه إلا الله فكيف نحمله على ظاهره ثم
نقول نفوضه لله لأنه متشابه لا يعلمه إلا الله وقد أشار الإمام ابن الجوزي إلى ذلك
فقال في كتابه دفع شبه التشبيه ( قالوا أي المشبهة هذه الأحاديث من المتشابه الذي
لا يعلمه إلا الله تعالى ، ثم قالوا نحملها على ظواهرها ، فواعجبا ما لا يعلمه إلا
الله تعالى أي ظاهر له ، وهل ظاهر الإستواء إلا القعود و ظاهر النزول إلا الإنتقال! ) فما يفعله الوهابية ليس بتفويض وإنما هو تشبيه
( الفرق بين تفويض السلف الصالح
وبين... - أزهريون على المنهج | Facebook
ü
نماذج من تأويل علماء الأئمة وأئمتها لنصوص الصفات
ü
السلف كانوا يجرون نصوص صفات الله على ظاهرها .. (fnoor.com)
ü
كيف نفهم النصوص التي توهم التشبيه
ü
رد
الأشعرية على الأشعرية – الموسوعة الأشعرية (asha3era.com)
ü دعوى تعارض أحاديث الصفات
مع القرآن، واعتبارها من التشبيه والتجسيم (bayanelislam.net)
ü الأسماء والصفات عند
المدرسة السلفية المعاصرة (alukah.net)
ü من المختارات لكم (88): جناية محمد بن
الحسن الددو على مذهب السلف (badralitammi.blogspot.com)
ü الأسماء والصفات - موقع الشيخ ابن باز
(binbaz.org.sa)
ü nfy_tfweed.pdf (al-aqidah.com)
ü اتحاف أهل الفضل والإنصاف
بنقض كتاب ابن الجوزي دفع شبه الشبه وتعليقات السقاف.doc (cia.gov)
ü أرشيف الفتوى | عنوان
الفتوى : رسالة في بيان منهج الأشاعرة|نداء الإيمان (al-eman.com)
ü كتاب : أقاويل الثقات في تأويل
الأسماء والصفات والآيات المحكمات والمشتبه (islamicbook.ws)
ü
فهم الدين - موقع يحيى
محمد | هل يستلزم المنهج التيمي التشبيه؟ (fahmaldin.net)
[1] Silakan baca artikel
di bawah ini :
ü
الرد على بدعة الوهابية في تقسيم التوحيد إلى
ثلاث أقسام -
Shaykh Gilles Sadek
ü
حكم تقسيم التوحيد وتكفير المسلمين - الفتاوى -
دار الإفتاء المصرية - دار الإفتاء
(dar-alifta.org)
ü نقد تقسيم التوحيد إىل ألوهية
وربوبية. لفضيلة العالمة حجة اإلسالم يوسف
ü دار الإفتاء - نقض التقسيم الثلاثي للتوحيد (aliftaa.jo)
ü
نقد تقسيم التوحيد إلى ألوهية وربوبية (alwahabiyah.com)
ü
الخطأ في توهّم أن الإيمان بالربوبية حاصل للكفار، وهو قول
باطل غير معتبر
ü
نقد تقسيم التوحيد (ahlamontada.com)
ü
ﺍﻟﺘﻨﺪﻳﺪ ﺑﻤﻦ ﻋﺪﺩ ﺍﻟﺘﻮﺣﻴﺪ ﺍﻟﻤﺆﻟﻒ: ﺣﺴﻦ ﺑﻦ ﻋﻠ
ü
إبطال القسم الثالث من التقسيم المزعوم وهو توحيد
الأسماء والصفات
ü
Aqidah-al-Tauh-id-Inda-Ibn-Taimiyah.pdf
(researchgate.net)
ü
هل-توحــــــــــــيد-الألوهية-بدعة-تيمية؟.pdf (salafcenter.org)
ü Sharh_Qawaed_Tawhid.pdf (archive.org)
ü
إبطال تقسيم التوحيد،. – مُدَوّنة مُحْسِن
الغَيْثِي،.
(wordpress.com)
ü عرض-ونقد-لكــــتاب-الرؤية-الوهابية-للتوحيد-وأقسامه.pdf (salafcenter.org)