Tafsir QS.Al-Baqoroh Ayat 258
- 260
بسم الله الرحمن الرحيم
أَوْ كَٱلَّذِى مَرَّ
عَلَىٰ قَرْيَةٍۢ وَهِىَ خَاوِيَةٌ عَلَىٰ عُرُوشِهَا قَالَ أَنَّىٰ يُحْىِۦ
هَٰذِهِ ٱللَّهُ بَعْدَ مَوْتِهَا ۖ فَأَمَاتَهُ ٱللَّهُ مِا۟ئَةَ عَامٍۢ ثُمَّ
بَعَثَهُۥ ۖ قَالَ كَمْ لَبِثْتَ ۖ قَالَ لَبِثْتُ يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍۢ ۖ
قَالَ بَل لَّبِثْتَ مِا۟ئَةَ عَامٍۢ فَٱنظُرْ إِلَىٰ طَعَامِكَ وَشَرَابِكَ لَمْ
يَتَسَنَّهْ ۖ وَٱنظُرْ إِلَىٰ حِمَارِكَ وَلِنَجْعَلَكَ ءَايَةًۭ لِّلنَّاسِ ۖ
وَٱنظُرْ إِلَى ٱلْعِظَامِ كَيْفَ نُنشِزُهَا ثُمَّ نَكْسُوهَا لَحْمًۭا ۚ
فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُۥ قَالَ أَعْلَمُ أَنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍۢ
قَدِيرٌۭ (البقرة 259)
Atau apakah (kamu tidak memperhatikan) orang yang melalui suatu negeri yang (temboknya) telah roboh menutupi atapnya. Dia berkata: "Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah hancur?" Maka Allah mematikan orang itu seratus tahun, kemudian menghidupkannya kembali. Allah bertanya: "Berapa lama kamu tinggal di sini?" Ia menjawab: "Saya telah tinggal di sini sehari atau setengah hari". Allah berfirman: "Sebenarnya kamu telah tinggal di sini seratus tahun lamanya; lihatlah kepada makanan dan minumanmu yang belum lagi berobah; dan lihatlah kepada keledai kamu (yang telah menjadi tulang belulang); Kami akan menjadikan kamu tanda kekuasaan Kami bagi manusia; dan lihatlah kepada tulang belulang keledai itu, kemudian Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging". Maka tatkala telah nyata kepadanya (bagaimana Allah menghidupkan yang telah mati) dia pun berkata: "Saya yakin bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu".
وَإِذْ
قَالَ إِبْرَٰهِۦمُ رَبِّ أَرِنِى كَيْفَ تُحْىِ ٱلْمَوْتَىٰ ۖ قَالَ أَوَلَمْ
تُؤْمِن ۖ قَالَ بَلَىٰ وَلَٰكِن لِّيَطْمَئِنَّ قَلْبِى ۖ قَالَ فَخُذْ
أَرْبَعَةًۭ مِّنَ ٱلطَّيْرِ فَصُرْهُنَّ إِلَيْكَ ثُمَّ ٱجْعَلْ عَلَىٰ كُلِّ
جَبَلٍۢ مِّنْهُنَّ جُزْءًۭا ثُمَّ ٱدْعُهُنَّ يَأْتِينَكَ سَعْيًۭا ۚ وَٱعْلَمْ
أَنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌۭ (البقرة 260)
Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata:
"Ya Tuhanku, perlihatkanlah padaku bagaimana Engkau menghidupkan orang
mati". Allah berfirman: "Belum yakinkah kamu?". Ibrahim
menjawab: "Aku telah meyakininya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap
(dengan imanku)". Allah berfirman: "(Kalau demikian) ambillah empat
ekor burung, lalu cingcanglah semuanya olehmu. (Allah berfirman): "Lalu
letakkan di atas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu,
kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera".
Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
v Tafsir NU QS.
Al-Baqoroh 259
v Dalam ayat ini,
Allah memberikan perumpamaan lain, yang juga bertujuan untuk membuktikan
kekuasaan-Nya. Akan tetapi tokoh yang dikemukakan dalam perumpamaan ini
bukanlah seorang yang ingkar dan tidak percaya kepada kekuasaan-Nya, melainkan
seorang yang pada mulanya masih ragu tentang kekuasaan Allah, tetapi setelah
melihat berbagai bukti yang nyata maka dia beriman dengan sepenuh hatinya dan
mengakui bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. Disebutkan bahwa orang itu
pada suatu kali berjalan melalui suatu desa yang sudah merupakan puing-puing
belaka. Bangunannya sudah roboh, sehingga atap-atap yang jatuh ke tanah sudah
tertimbun oleh reruntuhan dindingnya. Karena masih meragukan kekuasaan Allah,
maka ketika dia menyaksikan puing-puing tersebut dia berkata, "Mungkinkah
Allah menghidupkan kembali desa yang telah roboh ini, dan mengembalikannya
kepada keadaan semula?" Keraguannya tentang kekuasaan Allah untuk dapat
mengembalikan desa itu kepada keadaan semula, dapat kita terapkan kepada
sesuatu yang lebih besar dari itu, yakni: "Kuasakah Allah untuk
menghidupkan makhluk-Nya kembali pada Hari Kebangkitan, setelah mereka semua
musnah pada hari kiamat?" Oleh karena orang tersebut bukan orang kafir,
melainkan orang yang masih berada dalam tingkat keragu-raguan tentang kekuasaan
Allah, dan dia memerlukan bukti dan keterangan, maka Allah berbuat sesuatu yang
akan memberikan keterangan dan bukti tersebut kepadanya. Kejadian tersebut
adalah demikian: Setelah dia menemukan desa itu sunyi sepi dan
bangunan-bangunannya sudah menjadi puing, dia masih menemukan di sana
pohon-pohon yang sedang berbuah. Lalu dia berhenti di suatu tempat, dan setelah
menambatkan keledainya maka dia mengambil buah-buahan dan dimakannya. Sesudah
makan ia pun tertidur. Pada saat itu Allah swt mematikannya, yaitu dengan
mengeluarkan rohnya dari jasadnya. Seratus tahun kemudian Allah swt
menghidupkan-Nya kembali, dengan mengembalikannya seperti keadaan semula, dan
mengembalikan ruhnya ke tubuhnya. Proses "menghidupkan kembali" ini
berlangsung dengan cepat dan mudah, tanpa melalui masa kanak-kanak dan
sebagainya. Sisa makanan yang ditinggalkannya sebelum dia dimatikan, ternyata
masih utuh dan tidak rusak, sedang keledainya sudah mati, tinggal
tulang-belulang belaka. Setelah dia dihidupkan seperti semula, maka Allah
mengajukan suatu pertanyaan kepadanya, "Sudah berapa lamakah kamu berada
di tempat itu?" Allah swt mengajukan pertanyaan itu untuk menunjukkan
kepadanya bahwa dia tidak dapat mengetahui segala sesuatu, termasuk hal ihwal
dirinya sendiri. Hal ini ternyata benar. Orang itu menyangka bahwa dia berada
di tempat itu baru sebentar saja, yaitu sehari atau setengah hari. Sebab itu
dia menjawab, "Aku berada di tempat ini baru sehari atau setengah hari
saja". Lalu Allah menerangkan kepadanya bahwa dia telah berada di tempat
itu seratus tahun lamanya. Kemudian Allah menyuruhnya untuk memperhatikan
sisa-sisa makanan dan minuman yang ditinggalkannya seratus tahun yang lalu,
yang masih utuh dan tidak rusak. Ini membuktikan kekuasaan Allah, sebab
biasanya makanan menjadi rusak setelah dua atau tiga hari saja. Allah juga
menyuruhnya untuk memperhatikan keledainya yang telah menjadi tulang-belulang
pada tempat itu. Kemudian Allah memperlihatkan kepadanya bagaimana Dia menyusun
tulang-tulang itu di tempat dan susunannya semula. Sesudah itu diberi-Nya
daging dan kulit serta alat tubuh lainnya, serta ditiupkan-Nya roh ke tubuh
keledai itu sehingga ia hidup kembali. Setelah melihat berbagai kenyataan itu
semuanya, maka orang tersebut menyatakan imannya dengan ucapan, "Sekarang
aku yakin benar bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu, termasuk
menghidupkan kembali makhluk yang sudah mati." Berdasarkan keyakinan itu
hilanglah keragu-raguannya tentang hari kebangkitan. Dalam ayat ini Allah swt.
tidak menjelaskan nama orang tersebut serta nama negeri yang dilaluinya. Yang
penting dalam ayat ini adalah pelajaran yang dapat diambil dari peristiwa itu.
Bukti-bukti kekuasaan Allah yang diperlihatkan dalam ayat ini adalah sebagai
berikut: 1.Orang itu dihidupkan kembali sesudah dia mati seratus tahun lamanya.
Tulang-belulang keledainya menjadi bukti untuk memastikan bahwa keledainya itu
benar-benar telah mati sejak waktu yang lama. Allah kuasa menghidupkannya
kembali. 2.Sisa-sisa makanan dan minumannya seratus tahun yang lalu itu
ternyata masih utuh, tentu saja atas kehendak dan kekuasaan Allah. Ini
membuktikan kekuasaan-Nya sebab dalam keadaan biasa, makanan dan minuman akan
rusak setelah beberapa hari. Atau makanan itu memang telah rusak, tetapi Allah
dapat mengembalikannya seperti semula. Ini pun menunjukkan kekuasaan-Nya.
3.Keledainya yang telah lama mati dan tinggal tulang-belulangnya, oleh Tuhan
dihidupkan kembali seperti semula. Hal ini dilakukan di hadapan mata orang
tersebut agar dapat disaksikan dengan nyata. Semua hal itu merupakan bukti yang
nyata tentang kekuasaan Allah, dan bahwa Allah kuasa menciptakan sesuatu, dan
kuasa pula untuk mengulangi kejadian makhluknya. Maka sirnalah segala macam
syubhat dan keraguan, dan timbullah keyakinan yang kokoh tentang keesaan dan kekuasaan
Allah. Dia Mahakuasa atas segala sesuatu, termasuk membangkitkan dan
menghidupkan kembali makhluk-Nya di akhirat sesudah kiamat.
v Tafsir WEB QS. Al- Baqoroh
259
v Tafsir NU QS.
Al-Baqoroh 260
v Ayat ini
menambahkan suatu perumpamaan lain tentang kekuasaan Allah untuk menghidupkan
kembali makhluk yang telah mati. Kalau pada ayat 258 dikemukakan peristiwa
dialog antara Nabi Ibrahim dengan raja Namrud, maka pada ayat ini diceritakan
dialog antara Nabi Ibrahim dan Tuhannya. Dengan penuh rasa kerendahan dan
pengabdian kepada Allah, Ibrahim a.s. mengajukan permohonan kepada-Nya agar Dia
bermurah hati untuk memperlihatkan kepadanya bagaimana cara Allah menghidupkan
makhluk yang telah mati. Jika diperhatikan sepintas lalu, maka permohonan Nabi
Ibrahim ini memberikan kesan bahwa dia sendiri seolah-olah masih mempunyai keraguan
tentang kekuasaan Allah menghidupkan kembali orang yang telah mati. Sebab itu
Allah berfirman kepadanya, "Apakah engkau masih belum percaya bahwa Aku
dapat menghidupkan kembali makhluk yang sudah mati?" Akan tetapi yang
dimaksudkan dalam ayat ini bukanlah demikian, sebab Nabi Ibrahim sama sekali
tidak mempunyai keraguan tentang kekuasaan Allah. Beliau mengajukan permohonan
itu kepada Allah bukan karena keragu-raguan, melainkan karena ingin melihat
dengan mata kepalanya sendiri bagaimana caranya Allah menghidupkan kembali
makhluk yang sudah mati. Maka Ibrahim menjawab, "Aku sedikit pun tidak
meragukan kekuasaan Allah, akan tetapi aku mengajukan permohonan itu untuk
sampai kepada derajat 'ainul yaqin, yaitu keyakinan yang diperoleh setelah
menyaksikannya dengan mata kepala sendiri, sehingga hatiku menjadi lebih
tenteram, dan keyakinanku menjadi lebih kuat dan kokoh. Allah mengabulkan
permohonan itu, lau Nabi Ibrahim diperintahkan untuk memotong-motong empat ekor
burung, kemudian meletakkan bagian-bagian tubuh burung tersebut pada bukit yang
saling berjauhan letaknya. Ibrahim diperintahkan untuk memanggil burung-burung
yang telah dipotong-potong itu, ternyata burung-burung itu datang kepadanya
dalam keadaan utuh seperti semula. Tentu saja Allah mengembalikan burung-burung
itu lebih dahulu kepada keadaan semula, sehingga dapat datang memenuhi
panggilan Ibrahim a.s. Dengan ini permohonan Ibrahim a.s. kepada Allah untuk
memperlihatkan kepadanya bagaimana Allah menghidupkan kembali makhluk yang
telah mati dapat terpenuhi, sehingga hatinya merasa tenteram dan keyakinannya
semakin kokoh. Pendapat lain mengatakan bahwa Nabi Ibrahim diperintahkan agar
Ibrahim a.s. mengambil burung-burung itu untuk dijinakkan. Kemudian Allah swt
menyuruh Ibrahim a.s. meletakkan masing-masing burung itu di atas bukit
tertentu yang berjauhan letaknya satu dengan yang lain. Sesudah itu Ibrahim
a.s. diperintahkan-Nya untuk memanggil burung tersebut. Dengan suatu panggilan
saja, burung itu datang kepadanya dengan patuh dan taat. Demikian pulalah
halnya umat manusia di hari akhirat nanti. Apabila Allah swt memanggil mereka
dengan suatu panggilan saja, maka bangkitlah makhluk itu dan datang kepada-Nya
serentak, dengan taat dan patuh. Pada akhir ayat ini Allah swt memperingatkan
Ibrahim a.s. dan semua manusia, agar mereka meyakini benar bahwa Allah
Mahakuasa dan Mahabijaksana. Artinya: Kuasa dalam segala hal, termasuk
menghidupkan kembali makhluk yang telah mati dan Dia Mahabijaksana terutama
dalam memberikan bimbingan dan tuntunan kepada hamba-Nya, menuju jalan yang
lurus dan benar.
v Tafsir WEB QS. Al- Baqoroh
260
v Tafsir Jalalain, dll serta Penjelasannya
(259) {أَوْ[1]} رَأَيْت {كَاَلَّذِي[2]} الْكَاف زَائِدَة {مَرَّ عَلَى قَرْيَة[3]} هِيَ بَيْت الْمَقْدِس رَاكِبًا عَلَى
حِمَار وَمَعَهُ سَلَّة تِين وَقَدَح عَصِير وَهُوَ عُزَيْر[4] {وَهِيَ خَاوِيَة} سَاقِطَة {عَلَى
عُرُوشهَا[5]} سُقُوطهَا لَمَّا خَرَّبَهَا
بُخْتُنَصَّرَ[6] {قَالَ أَنَّى} كَيْفَ {يُحْيِي هَذِهِ
اللَّه بَعْد مَوْتهَا[7]} اسْتِعْظَامًا لِقُدْرَتِهِ تَعَالَى
{فَأَمَاتَهُ اللَّه} وَأَلْبَثَهُ {مِائَة عَام[8] ثُمَّ بَعَثَهُ[9]} أَحْيَاهُ ليريه كيفية ذلك {قَالَ}
تَعَالَى لَهُ {كَمْ لَبِثْت[10]} مَكَثْت هُنَا {قَالَ لَبِثْت يَوْمًا
أَوْ بَعْض يَوْم[11]} لِأَنَّهُ نَامَ أَوَّل النَّهَار
فَقُبِضَ وَأُحْيِي عِنْد الْغُرُوب فَظَنَّ أَنَّهُ يَوْم النَّوْم {قَالَ بَلْ
لَبِثْت مِائَة عَام فَانْظُرْ إلَى طَعَامك} التِّين {وَشَرَابك} الْعَصِير {لَمْ
يَتَسَنَّهُ} لَمْ يَتَغَيَّر مَعَ طُول الزَّمَان وَالْهَاء قِيلَ أَصْل مِنْ
سَانَهْت وَقِيلَ لِلسَّكْتِ مِنْ سَانَيْت وَفِي قِرَاءَة بِحَذْفِهَا {وَانْظُرْ
إلَى حِمَارك} كَيْفَ هُوَ فَرَآهُ مَيِّتًا وَعِظَامه بيض تلوح فعلنا ذلك لتعلم
{وَلِنَجْعَلك آيَة} عَلَى الْبَعْث {لِلنَّاسِ وَانْظُرْ إلَى الْعِظَام} مِنْ
حِمَارك {كَيْفَ نُنْشِزُهَا} نُحْيِيهَا بِضَمِّ النون وقرئ بفتحها من أنشر ونشر
لُغَتَانِ وَفِي قِرَاءَة بِضَمِّهَا وَالزَّاي نُحَرِّكهَا وَنَرْفَعهَا {ثُمَّ
نَكْسُوهَا لَحْمًا[12]} فَنَظَرَ إلَيْهِ وَقَدْ تَرَكَّبَتْ
وَكُسِيَتْ لَحْمًا وَنُفِخَ فِيهِ الرُّوح وَنَهَقَ {فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ}
ذَلِكَ بِالْمُشَاهَدَةِ {قَالَ أَعْلَم} عِلْم مُشَاهَدَة {أن الله على كل شيء
قدير} وَفِي قِرَاءَة اعْلَمْ أَمْر مِنْ اللَّه لَهُ (الجلالين )
(260) {و} اُذْكُرْ {إذْ[13] قَالَ إبْرَاهِيم[14] رَبّ[15] أَرِنِي كَيْفَ تُحْيِي الْمَوْتَى قَالَ}
تَعَالَى لَهُ {أَوَلَمْ تُؤْمِن[16]} بِقُدْرَتِي عَلَى الْإِحْيَاء سَأَلَهُ
مَعَ عِلْمه بِإِيمَانِهِ بِذَلِكَ لِيُجِيبَهُ بِمَا سَأَلَ فَيَعْلَم
السَّامِعُونَ غرضه {قال بلى} آمنت {وَلَكِنْ} سَأَلْتُك {لِيَطْمَئِنّ} يَسْكُن
{قَلْبِي[17]} بِالْمُعَايَنَةِ الْمَضْمُومَة إلَى
الِاسْتِدْلَال[18] {قَالَ فَخُذْ أَرْبَعَة مِنْ الطَّيْر[19] فَصُرْهُنَّ إلَيْك} بِكَسْرِ الصَّاد
وَضَمّهَا أَمِلْهُنَّ إلَيْك وقطعهن واخلط لحمهن وريشهن {ثُمَّ اجْعَلْ عَلَى
كُلّ جَبَل} مِنْ جِبَال أَرْضك {منهن جزءا[20] ثم اُدْعُهُنَّ} إلَيْك {يَأْتِينَك سَعْيًا}
سَرِيعًا {وَاعْلَمْ أَنَّ اللَّه عَزِيز} لَا يُعْجِزهُ شَيْء {حَكِيم} في صنعه
فَأَخَذَ طَاوُوسًا وَنِسْرًا وَغُرَابًا وَدِيكًا وَفَعَلَ بِهِنَّ ما ذكر وأمسك
رؤوسهن عِنْده وَدَعَاهُنَّ فَتَطَايَرَتْ الْأَجْزَاء إلَى بَعْضهَا حَتَّى
تكاملت ثم أقبلت إلى رؤوسها (الجلالين )
[1] اخْتَلَفَ النَّحْوِيُّونَ فِي إِدْخَالِ الْكَافِ فِي
قَوْلِهِ أَوْ كَالَّذِي وَذَكَرُوا فِيهِ ثَلَاثَةَ أَوْجُهٍ الْأَوَّلُ: أَنْ يَكُونَ قَوْلُهُ أَلَمْ تَرَ إِلَى
الَّذِي حَاجَّ إِبْراهِيمَ [البقرة: 258] فِي مَعْنَى (أَلَمْ تَرَ كَالَّذِي
حَاجَّ إِبْرَاهِيمَ) وَتَكُونُ هَذِهِ الْآيَةُ مَعْطُوفَةً عَلَيْهِ،
وَالتَّقْدِيرُ: أَرَأَيْتَ كَالَّذِي حَاجَّ إِبْرَاهِيمَ، أَوْ كَالَّذِي مَرَّ
عَلَى قَرْيَةٍ، فَيَكُونُ هَذَا عَطْفًا عَلَى الْمَعْنَى، وَهُوَ قَوْلُ الْكِسَائِيِّ وَالْفَرَّاءِ
وَأَبِي عَلِيٍّ الْفَارِسِيِّ، وَأَكْثَرِ
النَّحْوِيِّينَ قَالُوا: وَنَظِيرُهُ مِنَ الْقُرْآنِ قَوْلُهُ تَعَالَى: قُلْ
لِمَنِ الْأَرْضُ وَمَنْ فِيها إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ، سَيَقُولُونَ لِلَّهِ
[الْمُؤْمِنُونَ: 84،
85] ثُمَّ قَالَ: مَنْ رَبُّ السَّماواتِ
السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ، سَيَقُولُونَ لِلَّهِ [الْمُؤْمِنُونَ: 85، 86] فَهَذَا
عَطْفٌ عَلَى الْمَعْنَى لِأَنَّ معناه: لمن السموات؟ فَقِيلَ لِلَّهِ وَالْقَوْلُ الثَّانِي: وَهُوَ اخْتِيَارُ الْأَخْفَشِ: أَنَّ الْكَافَ زَائِدَةٌ، وَالتَّقْدِيرُ: أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِي حَاجَّ
وَالَّذِي مَرَّ عَلَى قَرْيَةٍ. وَالْقَوْلُ الثَّالِثُ: وَهُوَ اخْتِيَارُ الْمُبَرِّدِ: أَنَّا نُضْمِرُ فِي الْآيَةِ زِيَادَةً، وَالتَّقْدِيرُ: أَلَمْ تَرَ إِلَى
الَّذِي حَاجَّ إِبْرَاهِيمَ، وَأَلَمْ تَرَ إِلَى مَنْ كَانَ كَالَّذِي مَرَّ
عَلَى قَرْيَةٍ.
(مفاتيح الغيب) قال
الآلوسى ما ملخصه: قوله: أَوْ كَالَّذِي مَرَّ عَلى قَرْيَةٍ معطوف
على سابقه- وهوقوله: أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِي حَاجَّ والكاف اسمية بمعنى مثل معمولة لأرأيت محذوفا. أى أو أرأيت مثل
الذي مر على قرية.. وحذف لدلالة أَلَمْ تَرَ عليه. وقيل: إن الكاف زائدة والتقدير: ألم تر إلى الذي حاج إبراهيم
أو الذي مر على قرية.. وقيل: إن العطف هنا محمول على المعنى كأنه قيل:
أرأيت شيئا عجيبا- كالذي حاج إبراهيم في ربه، أو كالذي مر على قرية»(التفسير الوسيط) قوله: {أَوْ كَالَّذِي} هذا كالدليل لقوله:
الله ولي الذين آمنوا، فهو من باب اللف والنشر المشوش فمن أراد الله هدايته جعل له
كل شيء دليلاً يستدل به على ذات صانعه وصفاته، ومن أراد الله خذلانه أضله بكل شيء
وأعمى قلبه عن النظر في المصنوعات، وإنما قدم ما يتعلق بالكافر لقصر الكلام عليه
واتصاله بما قبله بخلاف ما يتعلق بالمؤمن (حاشية الصاوي)
[2] اخْتَلَفُوا فِي الَّذِي
مَرَّ بِالْقَرْيَةِ،
فَقَالَ قَوْمٌ: كَانَ
رَجُلًا كَافِرًا شَاكًّا فِي الْبَعْثِ وَهُوَ قَوْلُ مُجَاهِدٍ وَأَكْثَرِ
الْمُفَسِّرِينَ مِنَ الْمُعْتَزِلَةِ، وَقَالَ
الْبَاقُونَ: إِنَّهُ كَانَ مُسْلِمًا، ثُمَّ قَالَ قَتَادَةُ وَعِكْرِمَةُ
وَالضَّحَاكُ وَالسُّدِّيُّ: هُوَ عُزَيْرٌ، وَقَالَ عَطَاءٌ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ:
هُوَ أَرْمِيَاءُ، ثُمَّ مِنْ هَؤُلَاءِ مَنْ قَالَ: إِنَّ أَرْمِيَاءَ هُوَ الْخَضِرُ عَلَيْهِ السَّلَامُ، وَهُوَ رَجُلٌ مِنْ سِبْطِ
هَارُونَ بْنِ عِمْرَانَ عَلَيْهِمَا السَّلَامُ، وَهُوَ قَوْلُ مُحَمَّدِ بْنِ
إِسْحَاقَ، وَقَالَ وَهْبُ بْنُ مُنَبِّهٍ: إِنَّ أرمياء هو النبي الذي بعثه الله
عند ما خَرَّبَ بُخْتَنَصَّرُ بَيْتَ الْمَقْدِسِ وَأَحْرَقَ التَّوْرَاةَ (أنظر
حُجَّةُ مَنْ قَالَ ذلك في مفابيح الغيب ج 7 ص 26-28)
[3] والقرية قيل هي بيت المقدس كما قال المفسر، وقيل هي القرية التي خرج منها
الألوف حذر الموت (حاشية
الصاوي) والقرية قيل
المراد بها بيت المقدس وكان قد خربها «بختنصر» البابلي.. والقرآن الكريم لم يهتم
بتحديد الأشخاص والأماكن لأنه يقصد العبرة وبيان الحال والشأن (التفسير الوسيط)
[4] أي ابن شرخيا كان من بني إسرائيل، قيل
كان نبياً وقيل ولياً وقيل هو الخضر وقيل رجل كان كافراً ينكر البعث
فأراد الله له الهدى (حاشية الصاوي)
[5] أَمَّا قَوْلُهُ تَعَالَى: وَهِيَ
خاوِيَةٌ عَلى عُرُوشِها قَالَ الْأَصْمَعِيُّ: خَوَى الْبَيْتُ فَهُوَ
يَخْوِي خَوَاءً ممدود إِذَا مَا خَلَا مِنْ أَهْلِهِ، وَالْخَوَا: خُلُوُّ
الْبَطْنِ مِنَ الطَّعَامِ، وَفِي الْحَدِيثِ: «كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا سَجَدَ خَوَّى» أَيْ خَلَّى مَا بَيْنَ عَضُدَيْهِ
وَجَنْبَيْهِ، وَبَطْنِهِ وَفَخْذَيْهِ، وَخَوَّى الْفَرَسُ مَا بَيْنَ
قَوَائِمِهِ، ثُمَّ يُقَالُ لِلْبَيْتِ إِذَا انْهَدَمَ: خَوَى لِأَنَّهُ
بِتَهَدُّمِهِ يَخْلُو مِنْ أَهْلِهِ، وَكَذَلِكَ: خَوَتِ النُّجُومُ وَأَخْوَتْ
إِذَا سَقَطَتْ وَلَمْ تُمْطِرْ لِأَنَّهَا خَلَتْ عَنِ الْمَطَرِ، وَالْعَرْشُ
سَقْفُ الْبَيْتِ، وَالْعُرُوشُ الْأَبْنِيَةُ، وَالسُّقُوفُ مِنَ الْخَشَبِ
يُقَالُ: عَرَشَ الرَّجُلُ يَعْرِشُ وَيَعْرُشُ إِذَا بَنَى وَسَقَّفَ بِخَشَبٍ، فَقَوْلُهُ: وَهِيَ خاوِيَةٌ عَلى عُرُوشِها
أَيْ مُنْهَدِمَةٌ سَاقِطَةٌ خَرَابٌ، قَالَهُ ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُمَا، وَفِيهِ وُجُوهٌ أَحَدُهَا:
أَنَّ حِيطَانَهَا كَانَتْ قَائِمَةً وَقَدْ تَهَدَّمَتْ سُقُوفُهَا، ثُمَّ
انْقَعَرَتِ الْحِيطَانُ مِنْ قَوَاعِدِهَا فَتَسَاقَطَتْ عَلَى السُّقُوفِ
الْمُنْهَدِمَةِ، وَمَعْنَى الْخَاوِيَةِ الْمُنْقَلِعَةِ وَهِيَ الْمُنْقَلِعَةُ
مِنْ أُصُولِهَا يَدُلُّ عَلَيْهِ قَوْلُهُ تَعَالَى: أَعْجازُ نَخْلٍ خاوِيَةٍ
[الْحَاقَّةِ: 7] وَمَوْضِعٌ آخَرُ أَعْجازُ نَخْلٍ مُنْقَعِرٍ [الْقَمَرِ: 20]
وَهَذِهِ الصِّفَةُ فِي خَرَابِ الْمَنَازِلِ مِنْ أَحْسَنِ مَا يُوصَفُ بِهِ وَالثَّانِي: قَوْلُهُ تَعَالَى:
خاوِيَةٌ عَلى عُرُوشِها أَيْ خَاوِيَةٌ عَنْ عُرُوشِهَا، جَعَلَ (عَلَى) بِمَعْنَى (عَنْ) كَقَوْلِهِ إِذَا
اكْتالُوا عَلَى النَّاسِ [الْمُطَفِّفِينَ: 2] أَيْ عَنْهُمْ وَالثَّالِثُ: أَنَّ
الْمُرَادَ أَنَّ الْقَرْيَةَ خَاوِيَةٌ مَعَ كَوْنِ أَشْجَارِهَا مَعْرُوشَةً
فَكَانَ التَّعَجُّبُ مِنْ ذَلِكَ أَكْثَرَ، لِأَنَّ الْغَالِبَ مِنَ الْقَرْيَةِ
الْخَالِيَةِ الْخَاوِيَةِ أَنْ يَبْطُلَ مَا فِيهَا مِنْ عُرُوشِ الْفَاكِهَةِ،
فَلَمَّا خَرِبَتِ الْقَرْيَةُ مَعَ بَقَاءِ عُرُوشِهَا كَانَ التَّعَجُّبُ
أَكْثَرَ. (مفابيح
الغيب)
[6] قوله: (لما خربها بختنصر) بخت معناه ابن ونصر اسم للصنم، سمي بذلك لأن أمه لما ولدته
وضعته عنده فلما وجدوه قالوا بختنصر أي ابن الصنم، وكان كافراً ملك الأرض مشرقاً ومغرباً، وسبب تخريبها أن بني
إسرائيل لما طغوا سلط الله عليهم بختنصر فتوجه إليهم في ستمائة راية، فلما ملكهم
قسمهم ثلاثة أقسام: قسم قتله وقسم أقره بالشام وقسم استرقه، وكان ذلك مائة ألف،
فقسمه بين الملوك الذين كانوا فأصاب كل واحد منهم أربعة فكانوا خمسة وعشرين ألف
ملك، وكان من جملة من أسر عزيز، وفك من الأسر فلما مر عليها وهي بهذه الحالة قال
ما ذكر. (حاشية
الصاوي)
[7] فقوله: أَنَّى يُحْيِي هذِهِ بمعنى كيف فتكون منصوبة على الحالية من اسم الإشارة
ويجوز أن تكون أَنَّى هنا بمعنى متى أى: متى يحيى الله هذه القرية بعد موتها
فتكون منصوبة على الظرفية
(التفسير الوسيط) فَقَدْ
ذَكَرْنَا أَنَّ مَنْ قَالَ: الْمَارُّ كَانَ كَافِرًا حَمَلَهُ عَلَى الشَّكِّ فِي قُدْرَةِ
اللَّهِ تَعَالَى، وَمَنْ قَالَ كَانَ نَبِيًّا حَمَلَهُ عَلَى الِاسْتِبْعَادِ بِحَسَبِ
مَجَارِي الْعُرْفِ وَالْعَادَةِ أَوْ كَانَ الْمَقْصُودُ مِنْهُ طَلَبَ زِيَادَةِ
الدَّلَائِلِ لِأَجْلِ التَّأْكِيدِ، كَمَا قَالَ إِبْرَاهِيمُ عَلَيْهِ
السَّلَامُ: أَرِنِي كَيْفَ تُحْيِ الْمَوْتى [الْبَقَرَةِ: 260] وَقَوْلُهُ
أَنَّى أَيْ مِنْ أَيْنَ كَقَوْلِهِ أَنَّى لَكِ هَذَا [آلِ عِمْرَانَ: 37]
وَالْمُرَادُ بِإِحْيَاءِ هَذِهِ الْقَرْيَةِ عِمَارَتُهَا، أَيْ مَتَى يَفْعَلُ
اللَّهُ تَعَالَى ذَلِكَ، عَلَى مَعْنَى أَنَّهُ لَا يَفْعَلُهُ فَأَحَبَّ اللَّهُ
أَنْ يُرِيَهُ فِي نَفْسِهِ، وَفِي إِحْيَاءِ الْقَرْيَةِ آيَةً فَأَماتَهُ اللَّهُ
مِائَةَ عامٍ وَقَدْ ذَكَرْنَا الْقِصَّةَ (مفابيح الغيب)
[8] فَإِنْ قِيلَ: مَا الْفَائِدَةُ فِي إِمَاتَةِ اللَّهِ لَهُ مِائَةَ عَامٍ،
مَعَ أن الاستدلال بالإحياء يوم أو بَعْضِ يَوْمٍ حَاصِلٌ.قُلْنَا: لِأَنَّ
الْإِحْيَاءَ بَعْدَ تَرَاخِي الْمُدَّةِ أَبْعَدُ فِي الْعُقُولِ مِنَ
الْإِحْيَاءِ بَعْدَ قُرْبِ الْمُدَّةِ، وَأَيْضًا فَلِأَنَّ بَعْدَ تَرَاخِي
الْمُدَّةِ مَا يُشَاهَدُ مِنْهُ، وَيُشَاهِدُ هُوَ مِنْ غيره أعجب(مفابيح الغيب)
[9] أَمَّا قَوْلُهُ تَعَالَى: ثُمَّ بَعَثَهُ فَالْمَعْنَى: ثُمَّ أَحْيَاهُ،
وَيَوْمُ الْقِيَامَةِ يُسَمَّى يَوْمَ الْبَعْثِ لِأَنَّهُمْ يُبْعَثُونَ مِنْ
قُبُورِهِمْ، وَأَصْلُهُ مِنْ بَعَثْتُ النَّاقَةَ إِذَا أَقَمْتُهَا مِنْ
مَكَانِهَا، وَإِنَّمَا قَالَ
ثُمَّ بَعَثَهُ وَلَمْ يَقُلْ: ثُمَّ أَحْيَاهُ لِأَنَّ قَوْلَهُ ثُمَّ
بَعَثَهُ يَدُلُّ عَلَى أَنَّهُ عَادَ كَمَا كَانَ أَوَّلًا حَيًّا عَاقِلًا
فَهِمًا مُسْتَعِدًّا لِلنَّظَرِ وَالِاسْتِدْلَالِ فِي الْمَعَارِفِ
الْإِلَهِيَّةِ، وَلَوْ قَالَ: ثُمَّ أَحْيَاهُ لَمْ تَحْصُلْ هَذِهِ
الْفَوَائِدُ. (مفابيح
الغيب) قال ابن كثير: كان أول شيء أحيا الله فيه عينيه لينظر
بهما إلى صنع الله فيه كيف يحيى بدنه فلما استقل سويا قال الله له بواسطة الملك
كَمْ لَبِثْتَ؟ قالَ لَبِثْتُ يَوْماً أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ وذلك أنه مات أول النهار
ثم بعثه الله في آخر النهار فلما رأى الشمس باقية ظن أنها شمس ذلك اليوم فقال: أَوْ
بَعْضَ يَوْمٍ وفي هذه الجملة الكريمة بيان للناس بأن الموت يشبه النوم، وأن البعث يشبه اليقظة بعده وأنه
لا شيء محال على الله- تعالى- فهو القائل: ما خَلْقُكُمْ وَلا بَعْثُكُمْ إِلَّا
كَنَفْسٍ واحِدَةٍ. وفي الحديث
الشريف: والله لتموتن كما تنامون ولتبعثن كما تستيقظون ولتحاسبن بما تعملون،
ولتجزون بالإحسان إحسانا وبالسوء سوءا، وإنها لجنة أبدا، أو لنار أبدا» (التفسير الوسيط)
[10] أَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ قَائِلَ
هَذَا الْقَوْلِ هُوَ اللَّهُ تَعَالَى وَإِنَّمَا عُرِفَ أَنَّ هَذَا
الْخِطَابَ مِنَ اللَّهِ تَعَالَى، لِأَنَّ ذَلِكَ الْخِطَابَ كَانَ مَقْرُونًا
بِالْمُعْجِزِ، وَلِأَنَّهُ بَعْدَ الْإِحْيَاءِ شَاهَدَ مِنْ أَحْوَالِ حِمَارِهِ
وَظُهُورِ الْبِلَى فِي عِظَامِهِ مَا عَرَفَ بِهِ أَنَّ تِلْكَ الْخَوَارِقَ لَمْ
تَصْدُرْ إِلَّا مِنَ اللَّهِ تَعَالَى. الْمَسْأَلَةُ الثَّالِثَةُ: فِي الْآيَةِ إِشْكَالٌ، وَهُوَ أَنَّ
اللَّهَ تَعَالَى كَانَ عَالِمًا بِأَنَّهُ كَانَ مَيِّتًا وَكَانَ عَالِمًا
بِأَنَّ الْمَيِّتَ لَا يُمْكِنُهُ بَعْدَ أَنْ صَارَ حَيًّا أَنْ يَعْلَمَ أَنَّ
مُدَّةَ مَوْتِهِ كَانَتْ طَوِيلَةً أَمْ قَصِيرَةً، فَمَعَ ذَلِكَ لِأَيِّ
حِكْمَةٍ سَأَلَهُ عَنْ مِقْدَارِ تِلْكَ الْمُدَّةِ. وَالْجَوَابُ عَنْهُ: أَنَّ
الْمَقْصُودَ مِنْ هَذَا السُّؤَالِ التَّنْبِيهُ عَلَى حُدُوثِ مَا حَدَثَ مِنَ
الْخَوَارِقِ. (مفابيح
الغيب)
[11] السُّؤَالُ الْأَوَّلُ: لِمَ ذَكَرَ هَذَا التَّرْدِيدَ؟. الْجَوَابُ:
أَنَّ الْمَيِّتَ طَالَتْ مُدَّةُ مَوْتِهِ أَوْ قَصُرَتْ فَالْحَالُ وَاحِدَةٌ
بِالنِّسْبَةِ إِلَيْهِ فَأَجَابَ بِأَقَلِّ مَا يُمْكِنُ أَنْ يَكُونَ مَيِّتًا
لِأَنَّهُ الْيَقِينُ، وَفِي التَّفْسِيرِ أَنَّ إِمَاتَتَهُ كَانَتْ فِي أَوَّلِ
النَّهَارِ، فَقَالَ يَوْماً ثُمَّ لَمَّا نَظَرَ إِلَى ضَوْءِ الشَّمْسِ بَاقِيًا
على رؤوس الْجُدْرَانِ فَقَالَ: أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ. السُّؤَالُ الثَّانِي: أَنَّهُ لَمَّا كَانَ اللُّبْثُ
مِائَةَ عَامٍ، ثُمَّ قَالَ: لَبِثْتُ يَوْماً أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ أَلَيْسَ هَذَا
يَكُونُ كَذِبًا؟.وَالْجَوَابُ: أَنَّهُ قَالَ ذَلِكَ عَلَى حَسَبِ
الظَّنِّ، وَلَا
يَكُونُ مُؤَاخَذًا بِهَذَا الْكَذِبِ، وَنَظِيرُهُ أَنَّهُ تَعَالَى حَكَى عَنْ
أَصْحَابِ الْكَهْفِ أَنَّهُمْ قَالُوا لَبِثْنا يَوْماً أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ
[الْكَهْفِ: 19] عَلَى مَا تَوَهَّمُوهُ وَوَقَعَ عِنْدَهُمْ، وأيضا قال أخوة يوسف
عليه السلام: يَا أَبانا إِنَّ ابْنَكَ سَرَقَ وَما شَهِدْنا إِلَّا بِما عَلِمْنا
[يُوسُفَ: 81] وَإِنَّمَا قَالُوا ذَلِكَ بِنَاءً عَلَى الْأَمَارَةِ مِنْ
إِخْرَاجِ الصُّوَاعِ مِنْ رَحْلِهِ. (مفابيح الغيب) قَوْلُهُ عَزَّ وَجَلَّ قالَ لَبِثْتُ يَوْماً أَوْ
بَعْضَ يَوْمٍ قالَ بَلْ لَبِثْتَ مِائَةَ عامٍ قَوْلُ هَذَا الْقَائِلِ لَمْ يَكُنْ كَذِبًا وَقَدْ أَمَاتَهُ اللَّهُ مِائَةَ عَامٍ
لِأَنَّهُ أَخْبَرَ عَمَّا عِنْدَهُ فَكَأَنَّهُ قَالَ عِنْدِي أَنِّي لَبِثْت
يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ وَنَظِيرُهُ أَيْضًا مَا حَكَاهُ اللَّهُ تَعَالَى عَنْ
أَصْحَابِ الْكَهْفِ قَالَ قَائِلٌ مِنْهُمْ كَمْ لَبِثْتُمْ قَالُوا لَبِثْنَا
يَوْمًا أَوْ بعض يوم وَقَدْ كَانُوا لَبِثُوا ثَلَاثَمِائَةٍ وَتِسْعَ سِنِينَ وَلَمْ يَكُونُوا كَاذِبِينَ فِيمَا أَخْبَرُوا عَمَّا عِنْدَهُمْ كَأَنَّهُمْ قالوا عندنا في ظنوننا إنما
لَبِثْنَا يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ وَنَظِيرُهُ قَوْلُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ حِينَ صَلَّى ركعتين وسلم في إحدى صلاة العشاء فقال له ذو اليدين أقصرت
الصَّلَاةُ أَمْ نَسِيَتْ فَقَالَ لَمْ تُقْصَرْ وَلَمْ أَنْسَ وَكَانَ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَادِقًا لِأَنَّهُ أَخْبَرَ عَمَّا عِنْدَهُ فِي
ظَنِّهِ وَكَانَ عِنْدَهُ أَنَّهُ قَدْ أَتَمَّهَا فَهَذَا كَلَامٌ سَائِغٌ
جَائِزٌ غَيْرُ مَلُومٍ عَلَيْهِ قَائِلُهُ إذَا أَخْبَرَ عَنْ اعْتِقَادِهِ
وَظَنِّهِ لَا عَنْ حَقِيقَةِ مُخْبِرِهِ وَلِذَلِكَ عَفَا اللَّهُ عَنْ
الْحَالِفِ بِلَغْوِ الْيَمِينِ وهو فيما روى قول الرجل لمن سأله هَلْ كَانَ كَذَا
وَكَذَا فَيَقُولُ عَلَى مَا عِنْدَهُ لَا وَاَللَّهِ أَوْ يَقُولُ بَلَى
وَاَللَّهِ وإن اتفق مخبره خِلَافِهِ لِأَنَّهُ إنَّمَا أَخْبَرَ عَنْ عَقِيدَتِهِ
وَضَمِيرِهِ والله الموفق.
(أحكام القرآن للجصاص الحنفي)
[12] وقوله: وَانْظُرْ إِلَى الْعِظامِ كَيْفَ نُنْشِزُها ثُمَّ
نَكْسُوها لَحْماً
أى انظر وتأمل في هذه العظام كيف نركب بعضها في بعض بعد أن نوجدها. وقيل المعنى: وانظر إلى العظام
أى عظام حمارك التي تفرقت وتناثرت لتشاهد كيف نرفعها من الأرض فنردها إلى أماكنها
في جسده. قال ابن كثير: قال السدى وغيره: تفرقت عظام حماره يمينا
وشمالا حوله فنظر إليها وهي تلوح من بياضها، فبعث الله ريحا فجمعتها من كل موضع،
ثم ركب كل عظم في موضعه، وذلك كله بمرأى من العزير»(التفسير الوسيط)
[13] فِي عَامِلِ "إِذْ" قَوْلَانِ قَالَ الزَّجَّاجُ التَّقْدِيرُ: اذْكُرْ إِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ، وَقَالَ غَيْرُهُ
إِنَّهُ مَعْطُوفٌ عَلَى قوله أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِي حَاجَّ إِبْراهِيمَ والتقدير أَلَمْ تَرَ إِذْ حَاجَّ إِبْرَاهِيمَ فِي رَبِّهِ، وألم تَرَ إِذْ قَالَ
إِبْرَاهِيمُ رَبِّ أَرِنِي كَيْفَ تحيي الْمَوْتَى - أَنَّهُ
تَعَالَى لَمْ يُسَمِّ عُزَيْرًا حِينَ قَالَ: أَوْ كَالَّذِي مَرَّ عَلى
قَرْيَةٍ [البقرة: 259] وسمى
هاهنا إِبْرَاهِيمَ مَعَ أَنَّ الْمَقْصُودَ مِنَ الْبَحْثِ فِي كِلْتَا
الْقِصَّتَيْنِ شَيْءٌ وَاحِدٌ، وَالسَّبَبُ أَنَّ عُزَيْرًا لم يحفظ الأدب، بل قَالَ:
أَنَّى يُحْيِي هذِهِ اللَّهُ بَعْدَ مَوْتِها وَإِبْرَاهِيمُ حَفِظَ الْأَدَبَ
فَإِنَّهُ أَثْنَى عَلَى اللَّهِ أَوَّلًا بِقَوْلِهِ رَبِّ ثُمَّ دَعَا حَيْثُ
قَالَ: أَرِنِي وَأَيْضًا أَنَّ إِبْرَاهِيمَ لَمَّا رَاعَى الْأَدَبَ جَعَلَ
الْإِحْيَاءَ وَالْإِمَاتَةَ فِي الطُّيُورِ، وَعُزَيْرًا لَمَّا لَمْ يُرَاعِ
الْأَدَبَ جَعَلَ الْإِحْيَاءَ وَالْإِمَاتَةَ فِي نَفْسِهِ. (مفابيح الغيب)
[14] ذَكَرُوا لِسُؤَالِ إِبْرَاهِيمَ عَلَيْهِ السَّلَامُ، أَسْبَابًا، مِنْهَا: أَنَّهُ لَمَّا قَالَ لِنُمْرُوذَ: {رَبِّيَ الَّذِي
يُحْيِي وَيُمِيتُ} أَحَبَّ أَنْ يَتَرَقَّى مِنْ عِلْمِ الْيَقِينِ فِي ذَلِكَ
إِلَى عَيْنِ الْيَقِينِ، وَأَنْ يَرَى ذَلِكَ مُشَاهِدَةً فَقَالَ: {رَبِّ
أَرِنِي كَيْفَ تُحْيِ الْمَوْتَى قَالَ أَوَلَمْ تُؤْمِنْ قَالَ بَلَى وَلَكِنْ
لِيَطْمَئِنَّ قَلْبِي} فَأَمَّا
الْحَدِيثُ الَّذِي
رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ عِنْدَ هَذِهِ الْآيَةِ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ صَالِحٍ،
حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ، أَخْبَرَنِي يُونُسُ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ أَبِي
سَلَمَةَ وَسَعِيدٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "نَحْنُ أَحَقُّ
بِالشَّكِّ مِنْ إِبْرَاهِيمَ، إِذْ قَالَ: رَبِّ أَرِنِي كيف تحيى الموتى؟ قال:
أو لم تُؤْمِنْ. قَالَ: بَلَى، وَلَكِنْ لِيَطْمَئِنَّ قَلْبِي" وَكَذَا
رَوَاهُ مُسْلِمٌ، عَنْ حَرْمَلَةَ بْنِ يَحْيَى، عَنِ ابْنِ وَهْبٍ (صحيح البخاري برقم (4537) وصحيح مسلم برقم
(151)) بِهِ - فَلَيْسَ الْمُرَادُ هَاهُنَا
بِالشَّكِّ مَا قَدْ يَفْهَمُهُ مَنْ لَا عِلْمَ عِنْدَهُ، بِلَا خِلَافٍ. وَقَدْ
أُجِيبَ عَنْ هَذَا الْحَدِيثِ بِأَجْوِبَةٍ، أَحَدُهَا. . . (وقع
هنا بياض بجميع النسخ، ووقع في نسخة مساعدة من مؤسسة الملك فيصل الخيرية في هذا
الموضع، وَقَدْ أُجِيبَ عَنْ
هَذَا الْحَدِيثِ بِأَجْوِبَةٍ أَحَدُهَا: قول إسماعيل المزني: لم يشك النبي صلى الله عليه وسلم
ولا إبراهيم، عليه السلام، في أن الله سبحانه قادر على إحياء الموتى، وإنما بدأ
لجاهل يجيبهما إلى ما سألاه. وقال
الخطابي في قوله: "نحن أحق بالشك من إبراهيم": ليس اعتراف بالشك على
نفسه ولا على إبراهيم، ولكن فيه نفي الشك عنهما يقول: إذا لم أشك في قدرة الله على
إحياء الموتى، فإبراهيم أولى بألا يشك، قال ذلك على سبيل التواضع والهضم من النفس،
وكذلك قوله: "لو لَبِثْتُ فِي السِّجْنِ مَا لَبِثَ يُوسُفُ لَأَجَبْتُ الداعي"
وفيه الإعلام بأن المسألة من
جهة إبراهيم لم تعرض من جهة الشك، لكن من قبل زيادة العلم بالعيان، لأنه يفيد من
المعرفة والطمأنينة ما لا يفيد الاستدلال، وقيل:
قال هذا صلى الله عليه وسلم تواضعا وتقديما لإبراهيم قوله: "أو لم تؤمن قال: بلى قد آمنت". وأظن
هذا من تصرف الناسخ، لأنه كتب بالجانب بياض في الأصل. قال الشيخ أحمد شاكر عند هذا
الموضع من كتابه "العمدة" الذي هو مختصر تفسير ابن كثير (2/170) . "هنا بياض في المخطوطة الأزهرية والمطبوعة، لعل
الحافظ ابن كثير تركه ليكتب الأقوال في ذلك، ثم لم يفعل سهوا أو نسيانا وقد أفاض
الحافظ ابن حجر في الفتح (6/294،
295) في ذكر أقوال العلماء في ذلك. وأجود ذلك
عندي قول ابن عطية: "إن
الحديث مبني على نفي الشك، والمراد
بالشك فيه: الخواطر التي لا تثبت. وأما
الشك المصطلح - وهو التوقف بين الأمرين من غير مزية لأحدهما على الآخر - فهو
منفي عن الخليل قطعا؛ لأنه يبعد وقوعه ممن رسخ الإيمان في قلبه، فكيف بمن بلغ رتبة
النبوة؟! وأيضا فإن السؤال لما وقع بـ (كيف) دل على حال شيء موجود مقرر عند السائل
والمسئول، كما تقول: كيف علم فلان فـ (كيف) في الآية سؤال عن هيئة الإحياء لا عن
نفس الإحياء فإنه ثابت مقرر. وقال
غيره: معناه: إذا لم نشك نحن، فإبراهيم أولى ألا يشك، أي: لو كان الشك متطرفا
إلى الأنبياء؛ لكنت أنا أحق به منه، وقد علمتم أني لم أشك فاعلموا أنه لم يشك
وإنما قال ذلك تواضعا منه") (تفسير
القرآن العظيم وتحقيقه سامي بن محمد سلامة) قوله: {وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ} هذا
دليل آخر لقوله الله ولي الذين آمنوا، وقصة إبراهيم أبلغ من قصة العزيز لعظم مقام
إبراهيم، وإنما غاير الأسلوب ولم يقل أو كالذي (قال رب أرني) الخ لأن إبراهيم قد
تقدم له ذكر، وأيضاً الأمر المعجز لم يقع له في نفسه كالعزير وإنما أراه الله ذلك
في غيره، وسبب سؤال إبراهيم أنه مر بساحل طبريا فوجد جيفة إنسان وقيل حمار وقيل حوت، فلما رآه وجد السباع والطيور والسمك تأكل
منها، فاشتاقت نفسه إلى رؤية جمع الله لها، فقال أعلم أن الله قادر على جمعها لكن
أحب أن أرى ذلك، وقيل سبب سؤاله أنه لما حاجج النمروذ حيث (قال ربي الذي
يحيي و يميت) فقال النمروذ أنا أحيي وأميت، ودعا رجلين فقتل أحدهما وعفا عن الآخر،
فقال له إبراهيم ليس هذا إحياء إدخال الروح في الجسم وتقويمه بها، فقال النمروذ أو
ربك يفعل ذلك فقال إبراهيم نعم، فقال له هل عاينته فانتقل لحجة أخرى وهي (فإن الله
يأتي بالشمس من المشرق) الآية، فعند ذلك تشوق للمعاينة لتقوى حجته على قومه إذ
سألوه عن المعاينة وقال رب أرني، الآية. (حاشية الصاوي) (أنطر ايضا في مفاتيح الغيب ج 3 ص 36-38)
[15] وفي قوله: (رب) تصريح بكمال أدبه مع خالقه- عز وجل- فهو قبل أن يدعوه
يستعطفه ويعترف له بالربوبية الحقة، والألوهية التامة، ويلتمس منه معرفة كيفية
إحياء الموتى، فهو لا يشك في قدرة الله ولا في صحة البعث- وحاشاه أن يفعل ذلك- فهو
رسول من أولى العزم من الرسل، وإنما هو يريد أن ينتقل من مرتبة علم اليقين إلى عين
اليقين، ومن مرتبة البرهان إلى مرتبة العيان، فإن العيان يغرس في القلب أسمى وأقوى
ألوان المعرفة والاطمئنان.
(التفسير الوسيط)
[16] أَمَّا قَوْلُهُ تَعَالَى: أَوَلَمْ تُؤْمِنْ فَفِيهِ وَجْهَانِ
أَحَدُهُمَا: أَنَّهُ اسْتِفْهَامٌ بِمَعْنَى التَّقْرِيرِ وَالثَّانِي:
الْمَقْصُودُ مِنْ هَذَا السُّؤَالِ أَنْ يُجِيبَ بِمَا أَجَابَ بِهِ لِيَعْلَمَ
السَّامِعُونَ أَنَّهُ عَلَيْهِ السَّلَامُ كَانَ مُؤْمِنًا بِذَلِكَ عَارِفًا
بِهِ وَأَنَّ الْمَقْصُودَ مِنْ هَذَا السُّؤَالِ شَيْءٌ آخَرُ (مفاتيح الغيب)
[17] قوله: (يسكن) {قَلْبِي} أي من اضطرابه واشتياقه إلى المعاينة، ولا يقدح ذلك
في إيمان إبراهيم، فإن الإنسان مؤمن برسول الله وبيت الله الحرام، ولكن قلبه مشتاق
ومضطرب لمشاهدة رسول الله وبيته الحرام غاية الاشتياق، ومع ذلك لا يقدح في إيمانه
بما ذكر، وكسؤال موسى رؤية الله مع كونه في أعلى مراتب الإيمان بالله (حاشية الصاوي) أَمَّا قَوْلُهُ تَعَالَى: قالَ بَلى
وَلكِنْ لِيَطْمَئِنَّ قَلْبِي فَاعْلَمْ أَنَّ اللَّامَ فِي لِيَطْمَئِنَّ
مُتَعَلِّقٌ بِمَحْذُوفٍ، وَالتَّقْدِيرُ: سَأَلْتُ ذَلِكَ إِرَادَةَ
طُمَأْنِينَةِ الْقَلْبِ، قَالُوا. وَالْمُرَادُ مِنْهُ أَنْ يَزُولَ عَنْهُ
الْخَوَاطِرُ الَّتِي تَعْرِضُ لِلْمُسْتَدِلِّ وَإِلَّا فَالْيَقِينُ حَاصِلٌ
عَلَى كلتا الحالتين. وهاهنا بَحْثٌ عَقْلِيٌّ وَهُوَ أَنَّ التَّفْسِيرَ مُفَرَّعٌ عَلَى
أَنَّ الْعُلُومَ يَجُوزُ أَنْ يَكُونَ بَعْضُهَا أَقْوَى مِنْ بَعْضٍ، وَفِيهِ
سُؤَالٌ صَعْبٌ، وَهُوَ أَنَّ الْإِنْسَانَ حَالَ حُصُولِ الْعِلْمِ لَهُ إِمَّا
أَنْ يَكُونَ مُجَوِّزًا لِنَقِيضِهِ، وَإِمَّا أَنْ لَا يَكُونَ، فَإِنْ جَوَّزَ
نَقِيضَهُ بِوَجْهٍ مِنَ الْوُجُوهِ، فَذَاكَ ظَنٌّ قَوِيٌّ لَا اعْتِقَادٌ جَازِمٌ، وَإِنْ لَمْ يُجَوِّزْ
نَقِيضَهُ بِوَجْهٍ مِنَ الْوُجُوهِ امْتَنَعَ وُقُوعُ التَّفَاوُتِ فِي
الْعُلُومِ. وَاعْلَمْ أَنَّ هَذَا الْإِشْكَالَ إِنَّمَا يَتَوَجَّهُ إِذَا
قُلْنَا الْمَطْلُوبُ هُوَ حُصُولُ الطُّمَأْنِينَةِ فِي اعْتِقَادِ قُدْرَةِ
اللَّهِ تَعَالَى عَلَى الْإِحْيَاءِ، أَمَّا لَوْ قُلْنَا: الْمَقْصُودُ شَيْءٌ
آخَرُ فَالسُّؤَالُ زَائِلٌ. (مفاتيح الغيب)
[18] قوله: (بالمعاينة المضمونة إلى الاستدلال) إن قلت: إن إيمان الأنبياء حق يقين
لا علم يقين ولا عين يقين، فكيف يطلب إبراهيم الانتقال من علم اليقين إلى عين
اليقين مع أن مرتبته فوق ذلك، أجيب بأن هذا الكلام بالنسبة للذات والصفات لوجدها
بحيث لو كشف عنا الحجاب لرأيناها، وأما إيجاد الله للأشياء فهو أمر اعتباري يطلع
الله على ذلك من خصه برحمته فلا يشاهده إلا من رآه بعينه، وأجيب أيضاً بأنه من أهل
حق اليقين في الجميع لأن الله يمثل لأحبائه الأمور الاعتبارية التي ستحصل فتصير كالمشاهدة الحاضرة فلا فرق في حق اليقين بين شهود
الذات والصفات والأفعال، وإنما طلب ذلك لأجل تمام الاستدلال والاحتجاج على قومه
وهذا هو الأتم.
(حاشية الصاوي)
[19] فَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا:
أَخَذَ طَاوُسًا وَنَسْرًا وَغُرَابًا وَدِيكًا، وَفِي قَوْلِ مُجَاهِدٍ وَابْنِ
زَيْدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا: حمامة بدل النسر، وهاهنا أَبْحَاثٌ: الْبَحْثُ الْأَوَّلُ: أَنَّهُ لَمَّا خَصَّ الطَّيْرَ مِنْ جُمْلَةِ الْحَيَوَانَاتِ بِهَذِهِ
الْحَالَةِ ذَكَرُوا فِيهِ وَجْهَيْنِ
الْأَوَّلُ: أَنَّ الطَّيَرَانَ فِي السَّمَاءِ،
وَالِارْتِفَاعَ فِي الْهَوَاءِ، وَالْخَلِيلُ كَانَتْ هِمَّتُهُ الْعُلُوَّ
وَالْوُصُولَ إِلَى الْمَلَكُوتِ فَجُعِلَتْ مُعْجِزَتُهُ مُشَاكِلَةً
لِهِمَّتِهِ. وَالْوَجْهُ
الثَّانِي: أَنَّ
الْخَلِيلَ عَلَيْهِ السَّلَامُ لَمَّا ذَبَحَ الطُّيُورَ وَجَعَلَهَا قِطْعَةً
قِطْعَةً، وَوَضَعَ عَلَى رَأْسِ كُلِّ جَبَلٍ قِطَعًا مُخْتَلِطَةً، ثُمَّ
دَعَاهَا طَارَ كُلُّ جُزْءٍ إِلَى مُشَاكِلِهِ، فَقِيلَ لَهُ كَمَا طَارَ كُلُّ
جُزْءٍ إِلَى مُشَاكِلِهِ كَذَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَطِيرُ كُلُّ جُزْءٍ إِلَى
مُشَاكِلِهِ حَتَّى تتألف الأبدان وتتصل بها الْأَرْوَاحُ، وَيُقَرِّرُهُ قَوْلُهُ تَعَالَى: يَخْرُجُونَ مِنَ الْأَجْداثِ كَأَنَّهُمْ
جَرادٌ مُنْتَشِرٌ [الْقَمَرِ: 7] .الْبَحْثُ الثَّانِي: أَنَّ الْمَقْصُودَ مِنَ الْإِحْيَاءِ
وَالْإِمَاتَةِ كَانَ حَاصِلًا بِحَيَوَانٍ وَاحِدٍ، فَلِمَ أَمَرَ بِأَخْذِ
أَرْبَعِ حَيَوَانَاتٍ، وَفِيهِ وَجْهَانِ
الْأَوَّلُ: أَنَّ الْمَعْنَى فِيهِ أَنَّكَ سَأَلْتَ
وَاحِدًا عَلَى قَدْرِ الْعُبُودِيَّةِ وَأَنَا أُعْطِي أَرْبَعًا عَلَى قَدْرِ
الرُّبُوبِيَّةِ وَالثَّانِي: أَنَّ الطُّيُورَ الْأَرْبَعَةَ إِشَارَةٌ
إِلَى الْأَرْكَانِ الْأَرْبَعَةِ الَّتِي مِنْهَا تَرْكِيبُ أَبْدَانِ
الْحَيَوَانَاتِ وَالنَّبَاتَاتِ وَالْإِشَارَةُ فِيهِ أَنَّكَ مَا لَمْ تُفَرِّقْ
بَيْنَ هَذِهِ الطُّيُورِ الْأَرْبَعَةِ لَا يَقْدِرُ طَيْرُ الرُّوحِ عَلَى
الِارْتِفَاعِ إِلَى هَوَاءِ الرُّبُوبِيَّةِ وَصَفَاءِ عَالَمِ الْقُدْسِ. الْبَحْثُ الثَّالِثُ: إِنَّمَا خَصَّ هَذِهِ الْحَيَوَانَاتِ لِأَنَّ الطَّاوُسَ إِشَارَةٌ إِلَى مَا فِي الْإِنْسَانِ مِنْ
حُبِّ الزِّينَةِ وَالْجَاهِ وَالتَّرَفُّعِ، قَالَ تَعَالَى: زُيِّنَ لِلنَّاسِ
حُبُّ الشَّهَواتِ [آلِ عِمْرَانَ: 14] وَالنَّسْرُ
إِشَارَةٌ إِلَى شَدَّةِ الشَّغَفِ بِالْأَكْلِ وَالدِّيكُ
إِشَارَةٌ إِلَى شِدَّةِ الشَّغَفِ بِقَضَاءِ الشَّهْوَةِ مِنَ الْفَرْجِ وَالْغُرَابُ إِشَارَةٌ إِلَى
شِدَّةِ الْحِرْصِ عَلَى الْجَمْعِ وَالطَّلَبِ، فَإِنَّ مِنْ حِرْصِ الْغُرَابِ
أَنَّهُ يَطِيرُ بِاللَّيْلِ وَيَخْرُجُ بِالنَّهَارِ فِي غَايَةِ الْبَرْدِ
لِلطَّلَبِ، وَالْإِشَارَةُ فِيهِ إِلَى أَنَّ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَسْعَ فِي
قَتْلِ شَهْوَةِ النَّفْسِ وَالْفَرْجِ وَفِي إِبْطَالِ الْحِرْصِ وَإِبْطَالِ
التَّزَيُّنِ لِلْخَلْقِ لَمْ يَجِدْ فِي قَلْبِهِ رَوْحًا وَرَاحَةً مِنْ نُورِ
جَلَالِ اللَّهِ.
(مفاتيح الغيب)
[20] فَفِيهِ مَسَائِلُ: الْمَسْأَلَةُ الْأُولَى: ظَاهِرُ قَوْلِهِ عَلى كُلِّ جَبَلٍ جَمِيعُ جِبَالِ الدُّنْيَا، فَذَهَبَ مُجَاهِدٌ وَالضَّحَاكُ إِلَى الْعُمُومِ بِحَسَبِ الْإِمْكَانِ، كَأَنَّهُ قِيلَ: فَرِّقْهَا عَلَى كُلِّ جَبَلٍ يُمْكِنُكَ التَّفْرِقَةُ عَلَيْهِ، وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ وَالْحَسَنُ وَقَتَادَةُ وَالرَّبِيعُ أَرْبَعَةُ جِبَالٍ عَلَى حَسَبِ الطُّيُورِ الْأَرْبَعَةِ وَعَلَى حَسَبِ الْجِهَاتِ الْأَرْبَعَةِ أَيْضًا أَعْنِي الْمَشْرِقَ وَالْمَغْرِبَ وَالشَّمَالَ وَالْجَنُوبَ، وَقَالَ السُّدِّيُّ وَابْنُ جُرَيْجٍ: سَبْعَةٌ مِنَ الْجِبَالِ لِأَنَّ الْمُرَادَ كُلُّ جَبَلٍ يُشَاهِدُهُ إِبْرَاهِيمُ عَلَيْهِ السَّلَامُ حَتَّى يَصِحَّ مِنْهُ دُعَاءُ الطَّيْرِ، لِأَنَّ ذَلِكَ لَا يَتِمُّ إِلَّا بِالْمُشَاهَدَةِ، وَالْجِبَالُ الَّتِي كَانَ يُشَاهِدُهَا إِبْرَاهِيمُ عَلَيْهِ السَّلَامُ سَبْعَةٌ. الْمَسْأَلَةُ الثَّانِيَةُ: رُوِيَ أَنَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُمِرَ بِذَبْحِهَا وَنَتْفِ رِيشِهَا وَتَقْطِيعِهَا جُزْءًا جُزْءًا وَخَلْطِ دِمَائِهَا ولحومها، وأن يمسك رؤوسها، ثُمَّ أُمِرَ بِأَنْ يَجْعَلَ أَجْزَاءَهَا عَلَى الْجِبَالِ عَلَى كُلِّ جَبَلٍ رُبْعًا مِنْ كُلِّ طَائِرٍ، ثُمَّ يَصِيحُ بِهَا: تَعَالَيْنَ بِإِذْنِ اللَّهِ تَعَالَى، ثُمَّ أَخَذَ كُلُّ جُزْءٍ يَطِيرُ إِلَى الْآخَرِ حَتَّى تَكَامَلَتِ الْجُثَثُ، ثُمَّ أَقْبَلَتْ كُلُّ جُثَّةٍ إِلَى رَأْسِهَا وَانْضَمَّ كُلُّ رَأْسٍ إِلَى جُثَّتِهِ، وَصَارَ الْكُلُّ أَحْيَاءً بِإِذْنِ اللَّهِ تَعَالَى. الْمَسْأَلَةُ الثَّالِثَةُ: قَرَأَ عَاصِمٌ فِي رِوَايَةِ أَبِي بَكْرٍ وَالْفَضْلِ جُزْءاً مُثَقَّلًا مَهْمُوزًا حَيْثُ وَقَعَ، وَالْبَاقُونَ مُهَمَّزًا مُخَفَّفًا وَهُمَا لُغَتَانِ بِمَعْنًى وَاحِدٍ. أَمَّا قَوْلُهُ تَعَالَى: ثُمَّ ادْعُهُنَّ يَأْتِينَكَ سَعْياً فَقِيلَ عَدْوًا وَمَشْيًا عَلَى أَرْجُلِهِنَّ، لِأَنَّ ذَلِكَ أَبْلَغُ فِي الْحُجَّةِ، وَقِيلَ طَيَرَانًا وَلَيْسَ يَصِحُّ، لِأَنَّهُ لَا يُقَالُ لِلطَّيْرِ إِذَا طَارَ: سَعَى، وَمِنْهُمْ مَنْ أَجَابَ عَنْهُ بِأَنَّ السَّعْيَ هُوَ الِاشْتِدَادُ فِي الْحَرَكَةِ، فَإِنْ كَانَتِ الْحَرَكَةُ طَيَرَانًا فَالسَّعْيُ فِيهَا هُوَ الِاشْتِدَادُ فِي تِلْكَ الْحَرَكَةِ. وَقَدِ احْتَجَّ أَصْحَابُنَا بِهَذِهِ الْآيَةِ عَلَى أَنَّ الْبِنْيَةَ لَيْسَتْ شَرْطًا فِي صِحَّةِ الْحَيَاةِ، وَذَلِكَ لِأَنَّهُ تَعَالَى جَعَلَ كُلَّ وَاحِدٍ مِنْ تِلْكَ الْأَجْزَاءِ وَالْأَبْعَاضِ حَيًّا فَاهِمًا لِلنِّدَاءِ، قَادِرًا عَلَى السَّعْيِ وَالْعَدْوِ، فَدَلَّ ذَلِكَ عَلَى أَنَّ الْبِنْيَةَ لَيْسَتْ شَرْطًا فِي صِحَّةِ الْحَيَاةِ قَالَ الْقَاضِي: الْآيَةُ دَالَّةٌ عَلَى أَنَّهُ لَا بُدَّ مِنَ الْبِنْيَةِ مِنْ حَيْثُ أَوْجَبَ التَّقْطِيعُ بُطْلَانَ حَيَاتِهَا. وَالْجَوَابُ: أَنَّهُ ضَعِيفٌ لِأَنَّ حُصُولَ الْمُقَارَنَةِ لَا يَدُلُّ عَلَى وُجُوبِ الْمُقَارَنَةِ، أَمَّا الِانْفِكَاكُ عَنْهُ فِي بَعْضِ الْأَحْوَالِ فَإِنَّهُ يَدُلُّ عَلَى أَنَّ الْمُقَارَنَةَ حَيْثُ حَصَلَتْ مَا كَانَتْ وَاجِبَةً، وَلَمَّا دَلَّتِ الْآيَةُ عَلَى حُصُولِ فَهْمِ النِّدَاءِ، وَالْقُدْرَةِ عَلَى السَّعْيِ لِتِلْكَ الْأَجْزَاءِ حَالَ تَفَرُّقِهَا، كَانَ دَلِيلًا قَاطِعًا عَلَى أَنَّ الْبِنْيَةَ لَيْسَتْ شَرْطًا لِلْحَيَاةِ. (مفاتيح الغيب)